Pembunuh Acai Ditangkap
KEPOLISIAN Barelang menepati janjinya untuk bisa menangkap pembunuh Acai alias Dedi, bos pengusaha sembako di SP Plaza Kecamatan Sagulung sebelum lebaran tiba. Pada H-4 lebaran, atau tepatnya Senin kemarin tim gabungan Densus 88 Antiteror dan Polresta Barelang berhasil meringkus dua orang yang diduga terlibat perampokan dan pembunuhan terhadap Acai, Selasa (31/8/2010) malam.
Seorang tersangka warga sipil bernama Kisro ditangkap di Jakarta. Yang mengejutkan, seorang tersangka lainnya berinisial Bar yang ditangkap di Barelang diduga anggota TNI. Pria terakhir ini kemarin masih menjalani pemeriksaan di markas Detasemen POM Angkatan Darat di Baloi, Batam. Bersama Bar diamankan sepeda motor Honda Tiger yang dipakai untuk memboncengkan Kisro mengeksekusi korban.
Seperti diberitakan koran ini, bapak dua anak itu dihabisi nyawanya dengan cara ditembak dari jarak dekat di depan toko miliknya di SP Plaza, saat hendak pulang ke rumahnya di Jodoh. Di tubuh korban terdapat empat buah lubang, dua di belakang dan dua lagi di perut depan. Dari keempat lubang itu, dua di antaranya yakni di bagian belakang merupakan lubang masuk peluru, sedangkan dua di bagian perut adalah lubang tembus.
Kita berikan apresiasi terhadap pihak kepolisian yang berhasil meringkus tersangka pelaku pembunuhan Acai, sepekan setelah perampokan bersenjata api tersebut. Tertangkapnya tersangka pembunuh Acai yang sudah empat kali dirampok itu cukup melegakan masyarakat Batam, khususnya keluarga korban.
Sebab seperti diketahui, tewasnya Acai di tangan perampok membuat pedagang SP Plaza ikut-ikutan geram sekaligus ketakutan. Para pedagang mengaku waswas. Mereka takut peristiwa itu bisa saja terjadi dan dialami pengusaha sembako lainnya. Sehingga sebagian toko lebih memilih cepat menutup tokonya dibanding dari hari-hari biasanya. Apalagi perampok bertindak sadis membunuh korbannya menggunakan senjata api.
Ditambah lagi dalam lima bulan terakhir ini aksi perampokan cukup meresahkan masyarakat Batam. Terlihat dari data yang dihimpun berikut: pencuri membobol Pegadaian UPC Dapur 12, kerugian Rp 1,3 miliar (17/5), pencuri menggasak Rp 60 juta dan 800 dolar Singapura di komplek pertokoan Aviari (21/6), pencoleng membobol rumah Perumahan Mukakuning Paradise
Kerugian 250 juta (24/7), perampokan pegadaian UPC Kurnia Djaya Batam Centre, kerugian Rp 200 juta (2/8).
Pascapenangkapan pembunuh Acai, Kapolda Kepri Brigjen Pudji Hartanto mengimbau masyarakat untuk tidak resah lagi. "Tersangka sudah berhasil kita tangkap dan warga tidak perlu khawatir lagi. Silahkan beraktifitas sebagaimana biasanya," kata Kapolda Brigjen Pudji Hartanto saat jumpa pers terkait penangkapan Kisro kemarin.
Sehubungan dengan adanya dugaan keterlibatan seorang tersangka yang diduga anggota TNI, kita berharap pihak aparat keamanan, khususnya Denpom mengusut tuntas kasus ini. Seberapa pun keterlibatan oknum TNI itu dalam tindak kejahatan yang meresahkan masyarakat harus ditindak, dan diproses BAPnya untuk dilimpahkan ke Mahkamah Militer.
Siapa tahu dari penyidikan dua tersangka pelaku perampokan ini bisa terungkap kasus-kasus perampokan sebelumnya di Batam. Kedua tersangka pelaku perampokan Acai ini harus diberikan hukuman yang setimpal untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lainnya. (*)
Corner, 7 September 2010
Senin, 06 September 2010
Minggu, 05 September 2010
Ketika DPR Miskin Nurani
ENTAH karena bingung dan sudah kehabisan kata-kata atau argumen untuk pembenaran rencana membangun gedung baru super mewah layaknya fasilitas hotel berbintang, alasan anggota DPR yang ngotot ingin punya gedung baru terus berubah-berubah. Namun tetap saja alasan yang dipakai sulit diterima akal publik, karena argumennya cenderung mencari-cari dan mengada-ada.
Misalnya tentang alasan keberadaan kolam renang yang rencananya dibangun di lantai 36 gedung barusenilai Rp 1,6 triliun itu. Seperti dikutip koran ini, anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR asal Fraksi Demokrat, Michael Watimena berdalih, pembangunan kolam renang itu untuk menyerasikan dengan taman yang berada di lantai paling atas.
Namun, belum sampai satu jam alasan itu dilontarkan di forum diskusi bertajuk "Gedung Baru dan Nurani yang Hilang" di Jakarta, Sabtu (4/9), Watimena memberikan alasan yang berbeda. Dengan kolam renang berada di lantai teratas, maka airnya bisa digunakan jika terjadi kebakaran. Alasan itu sontak membuat pengunjung terkesima. Ini semakin menunjukkan kedangkalan cara berpikir wakil rakyat tersebut.
Sejauh ini memang tidak semua anggota DPR setuju atas rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut. Tetapi anggota DPR yang setuju, termasuk Ketua DPR Maruzuki Alie terus bersuara lantang bersuara melalui media untuk memuluskan rencana pembangunan gedung baru DPR. Beribu alasan mereka cari. Mereka seperti tak punya nurani ketika rakyat justru tengah menanggung banyak derita, dan seperti bisu dan tuli tak karena tak mau mendengar kritikan dan kecaman publik, yang menolak rencana itu karena masih banyak persoalan yang membelit bangsa ini yang lebih urgen.
Di tengah perekonomian nasional yang belum begitu membaik, disertai tingkat kemiskinan di tengah masyarakat yang masih relatif tinggi, anggota DPR yang sudah digaji tinggi. dengan seabrek fasilitas ternyata masih dirasa belum cukup. Mereka malah akan membangun gedung baru senilai Rp 1,6 triliun yang dilengkapi kolam renang, fasilitas spa, kebugaran/fitness centre, dan fasilitas rekreasi lainnya.
Setiap satu anggota DPR nantinya akan mempunyai ruang kerja sendiri seluas 120 meter.
Memang harus diakui manusia kini banyak yang mengaku diri pintar dan modern, namun alpa jika mereka sesungguhnya masih miskin dalam hal kesadaran dan kedewasaan. Tak ayal, carut-marut kehidupan berbangsa ini terjadi tak lepas dari ketidakpekaan terhadap sekitar (lingkungan dan masyarakat) dan ketidakmampuan menata diri sendiri secara proporsional, yakni menempatkan hak dan kewajiban.
Sebab, seringkali jika seseorang mengorek orang lain maka yang dikemukakan adalah "pendekatan kewajiban". Sementara, jika yang dibahas adalah kepentingan pribadi maka yang dipakai justru "pendekatan hak". Namun khusus rencana pembangunan gedung baru DPR, pendekatan hak yang dipakai sebagian anggota DPR itu sudah kebablasan. Kesempatan untuk introspeksi atau mengkritik diri sendiri hilang, namun kritik pada pihak lain tak henti-hentinya dilakukan.
Namun bagaimanapun kita masih berharap ada kesadaran baru DPR untuk mendengarkan kritikan yang bertubi-tubi dilancarkan oleh berbagai pihak atas rencana pembangunan gedung baru DPR. Hari raya Idul Fitri atau Lebaran yang tinggal beberapa hari lalu semoga Allah menggugah kesadaran para wakil rakyat untuk lebih menyejahterakan puluhan juta rakyat yang diwakilinya yang masih dalam keadaan miskin, papa, dan tunakarya, dengan membatalkan rencana membangun gedung baru tersebut. (*)
Tajuk Tribun Senin, 6 September 2010
Misalnya tentang alasan keberadaan kolam renang yang rencananya dibangun di lantai 36 gedung barusenilai Rp 1,6 triliun itu. Seperti dikutip koran ini, anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR asal Fraksi Demokrat, Michael Watimena berdalih, pembangunan kolam renang itu untuk menyerasikan dengan taman yang berada di lantai paling atas.
Namun, belum sampai satu jam alasan itu dilontarkan di forum diskusi bertajuk "Gedung Baru dan Nurani yang Hilang" di Jakarta, Sabtu (4/9), Watimena memberikan alasan yang berbeda. Dengan kolam renang berada di lantai teratas, maka airnya bisa digunakan jika terjadi kebakaran. Alasan itu sontak membuat pengunjung terkesima. Ini semakin menunjukkan kedangkalan cara berpikir wakil rakyat tersebut.
Sejauh ini memang tidak semua anggota DPR setuju atas rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut. Tetapi anggota DPR yang setuju, termasuk Ketua DPR Maruzuki Alie terus bersuara lantang bersuara melalui media untuk memuluskan rencana pembangunan gedung baru DPR. Beribu alasan mereka cari. Mereka seperti tak punya nurani ketika rakyat justru tengah menanggung banyak derita, dan seperti bisu dan tuli tak karena tak mau mendengar kritikan dan kecaman publik, yang menolak rencana itu karena masih banyak persoalan yang membelit bangsa ini yang lebih urgen.
Di tengah perekonomian nasional yang belum begitu membaik, disertai tingkat kemiskinan di tengah masyarakat yang masih relatif tinggi, anggota DPR yang sudah digaji tinggi. dengan seabrek fasilitas ternyata masih dirasa belum cukup. Mereka malah akan membangun gedung baru senilai Rp 1,6 triliun yang dilengkapi kolam renang, fasilitas spa, kebugaran/fitness centre, dan fasilitas rekreasi lainnya.
Setiap satu anggota DPR nantinya akan mempunyai ruang kerja sendiri seluas 120 meter.
Memang harus diakui manusia kini banyak yang mengaku diri pintar dan modern, namun alpa jika mereka sesungguhnya masih miskin dalam hal kesadaran dan kedewasaan. Tak ayal, carut-marut kehidupan berbangsa ini terjadi tak lepas dari ketidakpekaan terhadap sekitar (lingkungan dan masyarakat) dan ketidakmampuan menata diri sendiri secara proporsional, yakni menempatkan hak dan kewajiban.
Sebab, seringkali jika seseorang mengorek orang lain maka yang dikemukakan adalah "pendekatan kewajiban". Sementara, jika yang dibahas adalah kepentingan pribadi maka yang dipakai justru "pendekatan hak". Namun khusus rencana pembangunan gedung baru DPR, pendekatan hak yang dipakai sebagian anggota DPR itu sudah kebablasan. Kesempatan untuk introspeksi atau mengkritik diri sendiri hilang, namun kritik pada pihak lain tak henti-hentinya dilakukan.
Namun bagaimanapun kita masih berharap ada kesadaran baru DPR untuk mendengarkan kritikan yang bertubi-tubi dilancarkan oleh berbagai pihak atas rencana pembangunan gedung baru DPR. Hari raya Idul Fitri atau Lebaran yang tinggal beberapa hari lalu semoga Allah menggugah kesadaran para wakil rakyat untuk lebih menyejahterakan puluhan juta rakyat yang diwakilinya yang masih dalam keadaan miskin, papa, dan tunakarya, dengan membatalkan rencana membangun gedung baru tersebut. (*)
Tajuk Tribun Senin, 6 September 2010
Bahaya Status Mudik di FB
RITUAL mudik atau tradisi pulang kampung sudah dimulai. Mudik telah menjadi moment yang bernilai untuk merajut solidaritas sosial, antara lain melalui saling memaafkan dan menyatu kembali dalam basis komunitas; saudara, kerabat, handai taulan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya jejaring sosial Facebook dan Twitter, masyarakat pun terbiasa untuk menuliskan statusnya di Facebook atau Twitter, apa yang difikirkannya, apa yang dikerjakannya atau pun keberadaannya, termasuk keberadannya sedang mudik.
Menuliskan status dalam jejaring sosial sah-sah saja. Karena itu bisa menjadi pemantik untuk memancing komentar kerabat atau teman sehingga terjadi komunikasi sosial yang akan semakin mempererat silaturahmi di dunia maya. Akan tetapi berhati-hatilah memposting status di Facebook atau Twitter ketika akan mudik, karena status Anda bisa mengundang pencuri menyatroni rumah.
Seperti dilansir koran ini kemarin mengutip imbauan dari Kapolrestabes Bandung, Jabar, Kombes Jaya Subriyanto, bahwa pelaku kejahatan terutama pencuri kini banyak yang memantau jejaring sosial untuk mengetahui situasi sasarannya. Di musim mudik seperti sekarang, sasaran mereka adalah rumah-rumah yang ditinggalkan para penghuninya untuk pulang kampung. Biasanya pelaku kejahatan pencuri, punya tugas masing-masing. Ada yang mencari calon korbannya via jejaring sosial dan ada yang bertugas di lapangan
Modusnya biasanya para pelaku apabila telah mengetahui jika sasarannya akan mudik, mereka akan mudah mencari lokasi keberadaan rumah. Sebab pada akun profil, biasanya dicantumkan data-data pribadi seperti alamat atau nomor telepon. Jika tidak ada alamat, bisa saja pelaku mencarinya dengan menghubungi nomor telepon atau berpura-pura menjadi teman.
Memang, memposting status tentang kegiatan dan kehidupan pribadi terkadang mengasyikkan, termasuk memberitahukan keberadaan Anda dengan fitur berbasis lokasi seperti Foursquare atau Facebook Places. Tapi sikap waspada tetaplah diperlukan karena jika lalai, status tersebut bisa mencelakakan Anda.
Sebab dengan mempublish keberadaan Anda kepada orang lain sama artinya dengan memberitahukan bahwa Anda sedang tidak berada di rumah. Apalagi jika Anda tetap menyalakan lampu rumah, ini semakin menegaskan kepergian Anda. Di Indonesia sendiri, seperti kita tahu pihak kepolisian rajin mewanti-wanti guna memastikan keamanan rumah setiap warga bila ditinggal mudik. Biasanya pesan tersebut diumumkan melalui spanduk atau selebaran.
Soal tradisi mudik ini ternyata bukan hanya monopoli masyarakat Indonesia. Di luar negeri pun ada. Contohnya kepolisian Texas, Amerika Serikat juga mengingatkan warga untuk tidak memasang status tentang bepergian di situs jejaring sosial. Karena orang akan dapat melacak dan tahu Anda tidak di rumah. "Sebaiknya tidak terus-menerus memberitahu orang lain tentang kepergian Anda," ujar Letnan Polisi James Garrett seperti dilansir detikinet dari Caller, Senin (30/8/2010).
Garrett mengaku dirinya memang belum pernah menangani kasus yang melibatkan akun jejaring sosial sebagai penyebab terjadinya perampokan. Namun dia mengingatkan, selalu ada orang-orang yang memanfaatkan kebebasan berbagi informasi di internet untuk hal buruk. Karena itulah, demi keselamatan, bagi Anda yang berencana mudik atau meninggalkan rumah dalam waktu cukup lama, ada baiknya mengikuti saran di atas.
Ingat pesan Bang Napi yang sering muncul di program sergap sebuah stasiun televisi swasta; Kejahatan terjadi bukan hanya dikarenakan adanya niat dari pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan. Waspadalah...waspadalah!. Ya, kesempatan itu akan muncul kalau kita memposting status di jejaring sosial internet tentang keberadaan kita sedang mudik (*)
Tajuk Tribun Batam, 4 September 2010
Menuliskan status dalam jejaring sosial sah-sah saja. Karena itu bisa menjadi pemantik untuk memancing komentar kerabat atau teman sehingga terjadi komunikasi sosial yang akan semakin mempererat silaturahmi di dunia maya. Akan tetapi berhati-hatilah memposting status di Facebook atau Twitter ketika akan mudik, karena status Anda bisa mengundang pencuri menyatroni rumah.
Seperti dilansir koran ini kemarin mengutip imbauan dari Kapolrestabes Bandung, Jabar, Kombes Jaya Subriyanto, bahwa pelaku kejahatan terutama pencuri kini banyak yang memantau jejaring sosial untuk mengetahui situasi sasarannya. Di musim mudik seperti sekarang, sasaran mereka adalah rumah-rumah yang ditinggalkan para penghuninya untuk pulang kampung. Biasanya pelaku kejahatan pencuri, punya tugas masing-masing. Ada yang mencari calon korbannya via jejaring sosial dan ada yang bertugas di lapangan
Modusnya biasanya para pelaku apabila telah mengetahui jika sasarannya akan mudik, mereka akan mudah mencari lokasi keberadaan rumah. Sebab pada akun profil, biasanya dicantumkan data-data pribadi seperti alamat atau nomor telepon. Jika tidak ada alamat, bisa saja pelaku mencarinya dengan menghubungi nomor telepon atau berpura-pura menjadi teman.
Memang, memposting status tentang kegiatan dan kehidupan pribadi terkadang mengasyikkan, termasuk memberitahukan keberadaan Anda dengan fitur berbasis lokasi seperti Foursquare atau Facebook Places. Tapi sikap waspada tetaplah diperlukan karena jika lalai, status tersebut bisa mencelakakan Anda.
Sebab dengan mempublish keberadaan Anda kepada orang lain sama artinya dengan memberitahukan bahwa Anda sedang tidak berada di rumah. Apalagi jika Anda tetap menyalakan lampu rumah, ini semakin menegaskan kepergian Anda. Di Indonesia sendiri, seperti kita tahu pihak kepolisian rajin mewanti-wanti guna memastikan keamanan rumah setiap warga bila ditinggal mudik. Biasanya pesan tersebut diumumkan melalui spanduk atau selebaran.
Soal tradisi mudik ini ternyata bukan hanya monopoli masyarakat Indonesia. Di luar negeri pun ada. Contohnya kepolisian Texas, Amerika Serikat juga mengingatkan warga untuk tidak memasang status tentang bepergian di situs jejaring sosial. Karena orang akan dapat melacak dan tahu Anda tidak di rumah. "Sebaiknya tidak terus-menerus memberitahu orang lain tentang kepergian Anda," ujar Letnan Polisi James Garrett seperti dilansir detikinet dari Caller, Senin (30/8/2010).
Garrett mengaku dirinya memang belum pernah menangani kasus yang melibatkan akun jejaring sosial sebagai penyebab terjadinya perampokan. Namun dia mengingatkan, selalu ada orang-orang yang memanfaatkan kebebasan berbagi informasi di internet untuk hal buruk. Karena itulah, demi keselamatan, bagi Anda yang berencana mudik atau meninggalkan rumah dalam waktu cukup lama, ada baiknya mengikuti saran di atas.
Ingat pesan Bang Napi yang sering muncul di program sergap sebuah stasiun televisi swasta; Kejahatan terjadi bukan hanya dikarenakan adanya niat dari pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan. Waspadalah...waspadalah!. Ya, kesempatan itu akan muncul kalau kita memposting status di jejaring sosial internet tentang keberadaan kita sedang mudik (*)
Tajuk Tribun Batam, 4 September 2010
Mutualis Simbiosis Indonesia-Malaysia
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya Rabu malam (1/9) memberikan statemen resmi sikap pemerintah atas memanasnya hubungan antara Indonesia dengan Malaysia dalam dua pekan terakhir. Inilah sikap resmi pemerintah yang ditunggu-tunggu oleh publik dan DPR yang selama ini tidak puas atas pernyataan dan diplomasi yang telah ditempuh oleh Menlu dan beberapa menteri terkait.
Dalam pidatonya di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Presiden SBY menegaskan akan lebih mengutamakan diplomasi dan menyatakan sikap serta harapannya agar pemerintah Malaysia juga dapat bersungguh-sungguh menyelesaikan krisis kedua negara serumpun ini. Karena SBY menyiratkan adanya hubungan mutualis simbiosis antara kedua negara dan rakyat negeri jiran serumpun tersebut. Hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan rakyat kita.
Misalnya, ada sekitar 2 juta tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia, di perusahaan, di pertanian, dan di berbagai lapangan pekerjaan. Ada sekitar 13 ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Malaysia dan sekitar 6000 mahasiswa Malaysia di Indonesia. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.
Bahkan investasi Malaysia meningkat di Indonesia 5 tahun terakhir (tahun 2005-2009) adalah 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta. Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia - Malaysia sungguh kuat.
Memang harus diakui semakin memanasnya hubungan Indonesia dengan Malaysia, sempat memunculkan kekhawatiran akan berimbas pada hubungan ekonomi kedua negara.Para investor sempat waswas. Karena, selama ini, hubungan bisnis dan perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia cukup bagus dan terus berkembang. Bahkan, diinformasikan bahwa dalam neraca perdagangan dengan Malaysia, terjadi surplus di pihak Indonesia.
Sehingga, dalam kaitan ketegangan hubungan politik antara Indonesia dengan Malaysia, masih dinuansakan untuk tak berimbas ke hubungan ekonomi. Untuk itulah, bisa dipahami kalau pemerintah kemudian cenderung hati-hati dalam menyikapi perkembangan tuntutan sebagian masyarakat Indonesia, yang diekspresikan dengan berbagai aksi unjuk-rasa di berbagai daerah. Bahkan, dalam hal memberikan pernyataan pun, pejabat pemerintah kita terkesan sangat hati-hati.
Dari sisi Malaysia, Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak sempat menyinggung aspek ekonomi ini, dengan melontarkan pernyataan yang bernada ‘ancaman’ terkait dengan keberadaan TKI di Malaysia yang jumlahnya cukup besar. Namun kita sebenarnya juga tahu, di balik pernyataan itu, ada terbersit kekhawatiran dari pemerintah Malaysia kalau mereka secara ekstrem, harus hidup tanpa TKI. Karena, secara riil, banyak peran TKI dalam mengembangkan dan ikut menjalankan roda perekonomian di Malaysia. Belum lagi bicara investasi Malaysia di Indonesia.
Terlepas dari itu semua, kita memang berharap bahwa krisis politik Indonesia dengan Malaysia bisa segera berakhir semangat saling menghormati, dengan kerendahan hati untuk saling memahami kepentingan masing-masing negara. Apa pun, tak akan ada yang diuntungkan ketika dua negara berseteru, apalagi kalau sampai terjadi perang.
Bila kita cermati, perang demonstrasi, perang pernyataan, opini antara Indonesia-Malaysia, yang dipicu insiden penahanan tiga petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, sebetulnya hanya menyangkut satu isu, yakni problem perbatasan. Karena itu kita percayakan saja penyelesaiannya melalui Government to Government , dan pelaku bisnis kedua negara tetap melakukan aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar prinsip saling menguntungkan. (*)
Tajuk Jumat, 3 September 2010
Dalam pidatonya di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Presiden SBY menegaskan akan lebih mengutamakan diplomasi dan menyatakan sikap serta harapannya agar pemerintah Malaysia juga dapat bersungguh-sungguh menyelesaikan krisis kedua negara serumpun ini. Karena SBY menyiratkan adanya hubungan mutualis simbiosis antara kedua negara dan rakyat negeri jiran serumpun tersebut. Hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan rakyat kita.
Misalnya, ada sekitar 2 juta tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia, di perusahaan, di pertanian, dan di berbagai lapangan pekerjaan. Ada sekitar 13 ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Malaysia dan sekitar 6000 mahasiswa Malaysia di Indonesia. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.
Bahkan investasi Malaysia meningkat di Indonesia 5 tahun terakhir (tahun 2005-2009) adalah 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta. Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia - Malaysia sungguh kuat.
Memang harus diakui semakin memanasnya hubungan Indonesia dengan Malaysia, sempat memunculkan kekhawatiran akan berimbas pada hubungan ekonomi kedua negara.Para investor sempat waswas. Karena, selama ini, hubungan bisnis dan perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia cukup bagus dan terus berkembang. Bahkan, diinformasikan bahwa dalam neraca perdagangan dengan Malaysia, terjadi surplus di pihak Indonesia.
Sehingga, dalam kaitan ketegangan hubungan politik antara Indonesia dengan Malaysia, masih dinuansakan untuk tak berimbas ke hubungan ekonomi. Untuk itulah, bisa dipahami kalau pemerintah kemudian cenderung hati-hati dalam menyikapi perkembangan tuntutan sebagian masyarakat Indonesia, yang diekspresikan dengan berbagai aksi unjuk-rasa di berbagai daerah. Bahkan, dalam hal memberikan pernyataan pun, pejabat pemerintah kita terkesan sangat hati-hati.
Dari sisi Malaysia, Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak sempat menyinggung aspek ekonomi ini, dengan melontarkan pernyataan yang bernada ‘ancaman’ terkait dengan keberadaan TKI di Malaysia yang jumlahnya cukup besar. Namun kita sebenarnya juga tahu, di balik pernyataan itu, ada terbersit kekhawatiran dari pemerintah Malaysia kalau mereka secara ekstrem, harus hidup tanpa TKI. Karena, secara riil, banyak peran TKI dalam mengembangkan dan ikut menjalankan roda perekonomian di Malaysia. Belum lagi bicara investasi Malaysia di Indonesia.
Terlepas dari itu semua, kita memang berharap bahwa krisis politik Indonesia dengan Malaysia bisa segera berakhir semangat saling menghormati, dengan kerendahan hati untuk saling memahami kepentingan masing-masing negara. Apa pun, tak akan ada yang diuntungkan ketika dua negara berseteru, apalagi kalau sampai terjadi perang.
Bila kita cermati, perang demonstrasi, perang pernyataan, opini antara Indonesia-Malaysia, yang dipicu insiden penahanan tiga petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, sebetulnya hanya menyangkut satu isu, yakni problem perbatasan. Karena itu kita percayakan saja penyelesaiannya melalui Government to Government , dan pelaku bisnis kedua negara tetap melakukan aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar prinsip saling menguntungkan. (*)
Tajuk Jumat, 3 September 2010
Waspadai Gratifikasi Menjelang Lebaran
MENJELANG Idul Fitri atau lebaran, dan juga hari besar keagamaan lainnya seperti Natal, sebagian masyarakat khususnya kalangan pengusaha mempunyai kebiasaan untuk mengirim parsel kepada relasi atau pejabat instansi pemerintah. Sehubungan dengan perayaan lebaran tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau para penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil (PNS) menghindari gratifikasi dalam bentuk apa pun, termasuk pemberian parsel.
Lembaga antikorupsi itu memperingatkan, pemberian hadiah atau uang yang terkait dengan jabatan maupun kewenangan penyelenggara negara dan PNS dikategorikan sebagai suap atau rasuah. Karena, penyelenggara negara atau PNS penerima hadiah tersebut bisa dipidanakan. Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin seperti dilansir dalam website KPK Senin (30/8) lalu gratifikasi bisa berbentuk apa saja. Di antaranya, uang, barang, diskon pembelian secara tidak wajar, Sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 B Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 juncto Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi kepada penyelenggara negara atau PNS dianggap suap jika berhubungan dengan jabatan. Juga, yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara. Karena itu, pejabat negara atau PNS diwajibkan untuk melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK. Pelaporan itu selambat-lambatnya dilakukan 30 hari setelah yang bersangkutan menerima gratifikasi.
Selanjutnya KPK akan menetapkan status gratifikasi itu, menjadi milik penerima atau negara. Sesuai dengan ketentuan UU tersebut, semua parsel yang diterima pejabat negara harus dilaporkan. Namun, parsel yang bernilai di bawah Rp 500 ribu bisa ditentukan sebagai milik penerima. Yang di atas itu akan dipertimbangkan oleh KPK, apakah menjadi milik negara atau penerima.
Imbauan atau lebih tepatnya peringatan untuk tidak menerima grafitifikasi itu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Artinya, instansi pemerintah maupun swasta sudah lama paham dengan hal tersebut. Persoalannya sebagian masyarakat masih belum bisa menghentikan budaya memberikan bingkisan berupa parsel kepada para penyelenggara negara.
Karena itulah beberapa instansi pemerintah sudah mengumumkan soal larangan ini melalui media massa. Misalnya, Pertamina memasang iklan setengah halaman di harian Kompas beberapa waktu lalu berisi pengumuman larangan bagi pejabat Pertamina dari semua eselon baik di hulu maupun hilir untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatannya.
Kita juga memberikan apresiasi kepada Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan seperti diberitakan koran ini kemarin (1/9) yang telah menginstruksikan jajaran pejabat dibawahnya untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun, termasuk parsel menjelang Idul Fitri 1431 Hijriah.
Kabag Humas Pemko Batam Yusfa Hendri menuturkan, bila sudah terlanjur diterima, kemudian merasa tidak enak untuk dikembalikan, maka hendaknya disalurkan kepada yang berhak menerima, misalnya ke panti asuhan atau orang yang tidak mampu. Sesuai ketentuan dari KPK, bila nilainya lebih dari Rp 500 ribu harus dilaporkan ke KPK.
Koran ini sependapat dengan lembaga superbodi itu yang menegaskan daripada memberi pejabat negara, lebih baik dana itu disalurkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan bantuan.Bertepatan dengan momen Lebaran, tentu akan lebih mulia dan tepat sasaran bila para pejabat negara yang seharusnya memberikan parsel kepada bawahan. Harga parsel paling tinggi pun sebaiknya Rp 500 ribu. (*)
Tajuk Tribun Batam, 2 September 2010
Lembaga antikorupsi itu memperingatkan, pemberian hadiah atau uang yang terkait dengan jabatan maupun kewenangan penyelenggara negara dan PNS dikategorikan sebagai suap atau rasuah. Karena, penyelenggara negara atau PNS penerima hadiah tersebut bisa dipidanakan. Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin seperti dilansir dalam website KPK Senin (30/8) lalu gratifikasi bisa berbentuk apa saja. Di antaranya, uang, barang, diskon pembelian secara tidak wajar, Sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 B Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 juncto Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi kepada penyelenggara negara atau PNS dianggap suap jika berhubungan dengan jabatan. Juga, yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara. Karena itu, pejabat negara atau PNS diwajibkan untuk melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK. Pelaporan itu selambat-lambatnya dilakukan 30 hari setelah yang bersangkutan menerima gratifikasi.
Selanjutnya KPK akan menetapkan status gratifikasi itu, menjadi milik penerima atau negara. Sesuai dengan ketentuan UU tersebut, semua parsel yang diterima pejabat negara harus dilaporkan. Namun, parsel yang bernilai di bawah Rp 500 ribu bisa ditentukan sebagai milik penerima. Yang di atas itu akan dipertimbangkan oleh KPK, apakah menjadi milik negara atau penerima.
Imbauan atau lebih tepatnya peringatan untuk tidak menerima grafitifikasi itu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Artinya, instansi pemerintah maupun swasta sudah lama paham dengan hal tersebut. Persoalannya sebagian masyarakat masih belum bisa menghentikan budaya memberikan bingkisan berupa parsel kepada para penyelenggara negara.
Karena itulah beberapa instansi pemerintah sudah mengumumkan soal larangan ini melalui media massa. Misalnya, Pertamina memasang iklan setengah halaman di harian Kompas beberapa waktu lalu berisi pengumuman larangan bagi pejabat Pertamina dari semua eselon baik di hulu maupun hilir untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatannya.
Kita juga memberikan apresiasi kepada Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan seperti diberitakan koran ini kemarin (1/9) yang telah menginstruksikan jajaran pejabat dibawahnya untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun, termasuk parsel menjelang Idul Fitri 1431 Hijriah.
Kabag Humas Pemko Batam Yusfa Hendri menuturkan, bila sudah terlanjur diterima, kemudian merasa tidak enak untuk dikembalikan, maka hendaknya disalurkan kepada yang berhak menerima, misalnya ke panti asuhan atau orang yang tidak mampu. Sesuai ketentuan dari KPK, bila nilainya lebih dari Rp 500 ribu harus dilaporkan ke KPK.
Koran ini sependapat dengan lembaga superbodi itu yang menegaskan daripada memberi pejabat negara, lebih baik dana itu disalurkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan bantuan.Bertepatan dengan momen Lebaran, tentu akan lebih mulia dan tepat sasaran bila para pejabat negara yang seharusnya memberikan parsel kepada bawahan. Harga parsel paling tinggi pun sebaiknya Rp 500 ribu. (*)
Tajuk Tribun Batam, 2 September 2010
DPR Gagal Penuhi Harapan Publik
DEWAN Perwakilan Rakyat berulang tahun ke-65 pada Senin (30/8). Memasuki usia ke 65 tahun DPR belum bisa memenuhi harapan masyarakat yang diwakilinya. Di usia yang tak lagi muda ini, kinerja DPR justru semakin tak memuaskan rakyat. Awalnya, ketika hasil pemilu 2009 menunjukkan 80 persen anggotanya wajah baru, ada perubahan kinerja DPR menjadi baik. Namun kenyataannya secara individu maupun kelembagaan tidak tampak, justru kinerjanya menurun drastis.
Perilaku malas sebagian besar anggota DPR sejak awal menjabat turut memicu berkurangnya kepercayaan publik. Banyak anggota DPR yang kerap absen mengikuti rapat, baik rapat komisi maupun rapat paripurna. Bahkan, tepat di hari ulang tahunnya, hanya 337 dari 560 anggota Dewan yang menghadiri Sidang Paripurna.
Kondisi ini diperparah dengan buruknya produktivitas DPR dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Seperti diakui sendiri oleh Ketua DPR Marzuki Alie dalam rapat paripurna memperingati HUT ke-65 DPR bahwa fungsi legislasi dan pengawasan DPR masih mengecewakan. Hingga saat ini dari 70 rancangan undang-undang prioritas 2010 yang diajukan pemerintah, baru enam yang disahkan menjadi undang-undang. Ini belum termasuk kinerja komisi yang mengecewakan.
Kita merasakan, DPR secara umum gagal meraih kepercayaan dan dukungan masyarakat. Ada beberapa indikator yang menyebabkan DPR gagal memenuhi harapan publik. Misalnya, wakil rakyat yang semestinya ikut dalam perlawanan korupsi, ketika membahas RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang justru mengusulkan memangkas kewenangan KPK menyelidiki laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Beberapa fraksi meminta kewenangan menyelidiki atas laporan PPATK hanya kepada kepolisian dan kejaksaan. PPATK juga tidak diperbolehkan melakukan penyelidikkan. Padahal siapapun tahu, KPK dibentuk justru karena kepolisian dan kejaksaan dianggap gagal memberantas korupsi.
Sikap lainnya dari DPR yang dinilai tidak responsif terhadap aspirasi publik adalah ketika panitia seleksi calon ketua KPK berhasil memilih Busyro Muqoddas dan Bambang Wijayanto sebagai calon Ketua KPK dan mengajukannya ke Presiden. Untuk dapat terpilih sebagai ketua definitif KPK, keduanya harus menghadapi ujian terakhir melalui uji kepatutan dan kelayakan di depan Komisi III DPR.
Namun, meskipun publik mengapresiasi terpilihnya kedua praktisi hukum nasional yang tidak perlu diragukan kredibilitasnya itu, sejumlah anggota DPR justru berkata sebaliknya. Mereka cenderung bersikap diametral dengan akseptasi publik. Yakni muncul keinginan menolak kandidat yang disodorkan Presiden/ pansel tersebut, kedua memberikan batasan setahun untuk komisioner KPK yang akan terpilih. Padahal dalam Pasal 30 UU KPK, secara jelas disebutkan, DPR wajib memilin calon yang disodorkan DPR.
Dalam menjalankan fungsi penganggaran lebih parah lagi. DPR cenderung hanya memperjuangkan kepentingan sendiri. Para wakil rakyat yang terhormat di Senayan kurang menunjukkan rasa empati kepada rakyat yang diwakilinya dengan mengusulkan dana aspirasi, dana pembangunan daerah pemilihan, rumah aspirasi, dan terakhir dana pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan daerah pemilihan anggota DPR RI.
Terbaru, DPR ngotot membangun gedung baru. Berbagai kritik dan kecaman yang dilontarkan berbagai elemen masyarakat tidak menyurutkan niat DPR untuk membangun gedung baru DPR berlantai 36 senilai Rp 1,6 triliun. Kepastian pembangunan gedung baru itu disampaikan oleh Ketua DPR di komplek DPR, Senin (30/8) lalu. Mereka seperti tak peduli dengan kondisi masyarakat yang sekarang sedang mengalami berbagai tekanan hidup yang semakin berat dan kompleks. (*)
1 September 2010
Perilaku malas sebagian besar anggota DPR sejak awal menjabat turut memicu berkurangnya kepercayaan publik. Banyak anggota DPR yang kerap absen mengikuti rapat, baik rapat komisi maupun rapat paripurna. Bahkan, tepat di hari ulang tahunnya, hanya 337 dari 560 anggota Dewan yang menghadiri Sidang Paripurna.
Kondisi ini diperparah dengan buruknya produktivitas DPR dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Seperti diakui sendiri oleh Ketua DPR Marzuki Alie dalam rapat paripurna memperingati HUT ke-65 DPR bahwa fungsi legislasi dan pengawasan DPR masih mengecewakan. Hingga saat ini dari 70 rancangan undang-undang prioritas 2010 yang diajukan pemerintah, baru enam yang disahkan menjadi undang-undang. Ini belum termasuk kinerja komisi yang mengecewakan.
Kita merasakan, DPR secara umum gagal meraih kepercayaan dan dukungan masyarakat. Ada beberapa indikator yang menyebabkan DPR gagal memenuhi harapan publik. Misalnya, wakil rakyat yang semestinya ikut dalam perlawanan korupsi, ketika membahas RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang justru mengusulkan memangkas kewenangan KPK menyelidiki laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Beberapa fraksi meminta kewenangan menyelidiki atas laporan PPATK hanya kepada kepolisian dan kejaksaan. PPATK juga tidak diperbolehkan melakukan penyelidikkan. Padahal siapapun tahu, KPK dibentuk justru karena kepolisian dan kejaksaan dianggap gagal memberantas korupsi.
Sikap lainnya dari DPR yang dinilai tidak responsif terhadap aspirasi publik adalah ketika panitia seleksi calon ketua KPK berhasil memilih Busyro Muqoddas dan Bambang Wijayanto sebagai calon Ketua KPK dan mengajukannya ke Presiden. Untuk dapat terpilih sebagai ketua definitif KPK, keduanya harus menghadapi ujian terakhir melalui uji kepatutan dan kelayakan di depan Komisi III DPR.
Namun, meskipun publik mengapresiasi terpilihnya kedua praktisi hukum nasional yang tidak perlu diragukan kredibilitasnya itu, sejumlah anggota DPR justru berkata sebaliknya. Mereka cenderung bersikap diametral dengan akseptasi publik. Yakni muncul keinginan menolak kandidat yang disodorkan Presiden/ pansel tersebut, kedua memberikan batasan setahun untuk komisioner KPK yang akan terpilih. Padahal dalam Pasal 30 UU KPK, secara jelas disebutkan, DPR wajib memilin calon yang disodorkan DPR.
Dalam menjalankan fungsi penganggaran lebih parah lagi. DPR cenderung hanya memperjuangkan kepentingan sendiri. Para wakil rakyat yang terhormat di Senayan kurang menunjukkan rasa empati kepada rakyat yang diwakilinya dengan mengusulkan dana aspirasi, dana pembangunan daerah pemilihan, rumah aspirasi, dan terakhir dana pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan daerah pemilihan anggota DPR RI.
Terbaru, DPR ngotot membangun gedung baru. Berbagai kritik dan kecaman yang dilontarkan berbagai elemen masyarakat tidak menyurutkan niat DPR untuk membangun gedung baru DPR berlantai 36 senilai Rp 1,6 triliun. Kepastian pembangunan gedung baru itu disampaikan oleh Ketua DPR di komplek DPR, Senin (30/8) lalu. Mereka seperti tak peduli dengan kondisi masyarakat yang sekarang sedang mengalami berbagai tekanan hidup yang semakin berat dan kompleks. (*)
1 September 2010
Hati-hati Produk Bermasalah
MERAYAKAN Lebaran terasa belum lengkap tanpa dilengkapi hidangan makanan dan minuman di rumah. setiap rumah tangga akan menyediakan aneka hidangan makanan dan minuman untuk menyambut sanak saudara handai taulan yang bersilaturahmi di bulan Syawal. Moment ini pun dimanfaatkan oleh para pedagang di Batam, Tanjungpinang, Karimun dan sekitarnya untuk menangguk untung dari bisnis makanan dan minuman, baik yang berasal dari produk dalam negeri maupun impor dari Singapura dan Malaysia.
Sebagian memasarkan produk makanan dan minuman tersebut dalam bentuk parcel. Parcel menjadi salah satu komoditi yang banyak diminati masyarakat sebagai salah satu bentuk perhatian terhadap saudara, kolega dan sanak saudara. Hanya saja parcel yang beredar di pasaran perlu mendapat perhatian calon pembeli. Pasalnya isi parcel, khususnya yang berisi makanan, dikhawatirkan sebagian sudah kedaluarsa, dalam kondisi rusak atau mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan, atau produk yang tidak disertai izin edar.
Disinilah diperlukan kewaspadaan dari konsumen sebelum membeli makanan dan minuman. Jangan sampai produk makanan minuman yang kita beli ternyata sudah kadaluarsa (expired) atau tidak berlabel. Para konsumen harus teliti dan kritis saat membeli . Mulai dari bentuk, warna, label dan kerusakan harus benar-benar diperiksa. Kewaspadaan penting mengingat parcel biasanya dibungkus dengan bahan khusus seperti plastik, sehingga konsumen tidak dapat mengeceknya lebih teliti. Apalagi ada oknum pedagang yang coba-coba bermain dalam kesempatan ini.
Untuk itulah, selain diperlukan kewaspadaan dari konsumen juga dibutuhkan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu saat melakukan sidak di pasar mandiri Kelapa Gading Jakarta, Senin (30/8) berjanji akan melakukan pengawasan pada pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban melindungi konsumen.
Pemerintah akan memperketat peredaran barang khususnya makanan dan miuman menjelang lebaran., serta menindak tegas pelaku usaha yang mengedarkan makanan yang kadaluarsa maupun makanan yang tidak memiliki label berbahasa Indonesia.
Peningkatan pengawasan juga dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pusat maupun BPOM di daerah bersama pemerintah daerah setempat. Menurut Kepala BPOM pusat, Kustantinah untuk mencegah beredarnya produk yang membahayakan konsumen, BPOM setiap hari akan turun dari pasar ke pasar.
Selama ini, BPOM telah melakukan pemeriksaan atas 1.482 kasus yang melibatkan rantai distribusi produk pangan dan obat-obatan. Setelah dilakukan pemeriksaan, 64,98 persen sarana distribusi tersebut memenuhi ketentuan, sisanya tidak memenuhi ketentuan. Kasus tersebut telah menyalahi prosedur dan berjumlah 519 kasus serta melibatkan rantai distribusi yang tidak sesuai prosedur
Saat ini kasus kadaluarsa menjadi kasus yang tertinggi. Ditemukan sekitar 846 produk yang kadaluarsa. Tertinggi kedua, berasal dari kasus pelanggaran terhadap izin edar 473 kasus. 364 item produk ditemukan dalam keadaan rusak serta 152 item tidak sesuai dengan ketentuan label yang diatur pemerintah sebagai kasus terbanyak berikutnya.
Pelaku usaha yang terlibat dalam kasus tersebut akan dikenakan sanksi administratif dan pidana. Dari tahun 2009 hingga Juli 2010, Tim Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sudah melakukan proses justitia terhadap 65 kasus pelanggaran pidana dibidang pangan.
Nah apabila para pedagang eceran makanan dan minuman tidak ingin berurusan dengan petugas BPOM yang hari-hari ini gencar melakukan razia, jangan coba-coba memasarkan produk makanan dan minuman ringan yang sudah kadaluarsa, rusak produknya atau barang tanpa label. Sebab bisa-bisa akan terjaring razia. Selain barangnya akan disita, juga tidak menutup kemungkinan dikenai sanksi administrasi dan pidana. (*)
Corner, 31 Agustus 2010
Sebagian memasarkan produk makanan dan minuman tersebut dalam bentuk parcel. Parcel menjadi salah satu komoditi yang banyak diminati masyarakat sebagai salah satu bentuk perhatian terhadap saudara, kolega dan sanak saudara. Hanya saja parcel yang beredar di pasaran perlu mendapat perhatian calon pembeli. Pasalnya isi parcel, khususnya yang berisi makanan, dikhawatirkan sebagian sudah kedaluarsa, dalam kondisi rusak atau mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan, atau produk yang tidak disertai izin edar.
Disinilah diperlukan kewaspadaan dari konsumen sebelum membeli makanan dan minuman. Jangan sampai produk makanan minuman yang kita beli ternyata sudah kadaluarsa (expired) atau tidak berlabel. Para konsumen harus teliti dan kritis saat membeli . Mulai dari bentuk, warna, label dan kerusakan harus benar-benar diperiksa. Kewaspadaan penting mengingat parcel biasanya dibungkus dengan bahan khusus seperti plastik, sehingga konsumen tidak dapat mengeceknya lebih teliti. Apalagi ada oknum pedagang yang coba-coba bermain dalam kesempatan ini.
Untuk itulah, selain diperlukan kewaspadaan dari konsumen juga dibutuhkan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu saat melakukan sidak di pasar mandiri Kelapa Gading Jakarta, Senin (30/8) berjanji akan melakukan pengawasan pada pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban melindungi konsumen.
Pemerintah akan memperketat peredaran barang khususnya makanan dan miuman menjelang lebaran., serta menindak tegas pelaku usaha yang mengedarkan makanan yang kadaluarsa maupun makanan yang tidak memiliki label berbahasa Indonesia.
Peningkatan pengawasan juga dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pusat maupun BPOM di daerah bersama pemerintah daerah setempat. Menurut Kepala BPOM pusat, Kustantinah untuk mencegah beredarnya produk yang membahayakan konsumen, BPOM setiap hari akan turun dari pasar ke pasar.
Selama ini, BPOM telah melakukan pemeriksaan atas 1.482 kasus yang melibatkan rantai distribusi produk pangan dan obat-obatan. Setelah dilakukan pemeriksaan, 64,98 persen sarana distribusi tersebut memenuhi ketentuan, sisanya tidak memenuhi ketentuan. Kasus tersebut telah menyalahi prosedur dan berjumlah 519 kasus serta melibatkan rantai distribusi yang tidak sesuai prosedur
Saat ini kasus kadaluarsa menjadi kasus yang tertinggi. Ditemukan sekitar 846 produk yang kadaluarsa. Tertinggi kedua, berasal dari kasus pelanggaran terhadap izin edar 473 kasus. 364 item produk ditemukan dalam keadaan rusak serta 152 item tidak sesuai dengan ketentuan label yang diatur pemerintah sebagai kasus terbanyak berikutnya.
Pelaku usaha yang terlibat dalam kasus tersebut akan dikenakan sanksi administratif dan pidana. Dari tahun 2009 hingga Juli 2010, Tim Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sudah melakukan proses justitia terhadap 65 kasus pelanggaran pidana dibidang pangan.
Nah apabila para pedagang eceran makanan dan minuman tidak ingin berurusan dengan petugas BPOM yang hari-hari ini gencar melakukan razia, jangan coba-coba memasarkan produk makanan dan minuman ringan yang sudah kadaluarsa, rusak produknya atau barang tanpa label. Sebab bisa-bisa akan terjaring razia. Selain barangnya akan disita, juga tidak menutup kemungkinan dikenai sanksi administrasi dan pidana. (*)
Corner, 31 Agustus 2010
Selesaikan Dulu Akar Persoalan
HUBUNGAN Indonesia-Malaysia di tingkat publik, pasca penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia yang sedang bertugas mengamankan teritori laut Indonesia oleh polisi Malaysia, kian panas. Insiden tersebut telah menyulut emosi sebagian publik di Indonesia, dengan menggelar demo di berbagai daerah mengecam Malaysia, menginjak-injak dan membakar bendera Malaysia, bahkan sampai aksi anarkistis yang sangat kita disesalkan, yakni melempar tinja ke gedung Kedubes Malaysia di Jakarta.
Pada awalnya, publik di Malaysia tak peduli dengan insiden di perairan Tanjuingberakit, Bintan, Kepri, karena menganggap itu masalah negara. Mereka baru ikut tersulut emosinya sehingga gantian mendemo Indonesia di negaranya, dan menlu Malaysia Datuk Seri Anifah mengeluarkan travel advisory, yakni imbauan kepada warga Malaysia untuk tidak berkunjung ke Indonesia, setelah gedung Kedubes mereka di Jakarta dilempar dengan kotoran manusia.
Meminjam istilah Rektor UI Gumilar R Soemantri, yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia saat ini layaknya perselisihan kakak dan adik. Sedikit ada perselisihan itu biasa, tapi kita harus bisa berpikir jernih (Koran Tempo, 29/8). Karena itu, pemimpin kedua negara itu harus segera meredakan ketegangan yang terjadi di antara dua negara. Sebab jika dibiarkan, hal ini akan menambah rumit hubungan kedua negara serumpun.
Selanjutnya menempuh diplomasi dan menekan Malaysia untuk merundingkan akar persoalan yang selama ini sering memicu ketegangan hubungan di antara kedua negara, yakni belum adanya kesepakatan soal tapal batas teritori laut. Termasuk perairan tempat insiden penangkapan nelayan Malaysia dan tiga petugas KKP Indonesia di Tanjungberakit, Bintan yang sama-sama diklaim oleh Indonesia dan Malaysia masuk perairan mereka. Dalam hal ini, kedua negara sudah sepakat membahas tapal batas termasuk insiden Tanjungberakit pada 6 September 2010 dalam bentuk Joint Ministrial Committe.
Terkait perbatasan laut, tiap negara kepulauan memang berhak atas wilayah teritorial 12 mil laut dari batas pantai saat pasang terendah, lalu berhak atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil lagi dari dalam pulau terdekat. Ini diatur hukum internasional melalui konvensi Perserikatan-Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yang ketiga (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tahun 1982, sesuai dengan Deklarasi Djuanda (1958), sehingga wilayah laut Indonesia membungkus seluruh kepulauan. Masalahnya, ketika wilayah laut teritorial 12 mil itu bersinggungan dengan batas negara lain, seperti halnya dengan Malaysia.
Malaysia sebetulnya mengakui dan menjadi anggota UNCLOS. Namun sejak kemenangan atas klaim mereka atas Pulau Sipadan dan Ligitan di perairan utara Kaltim beberapa tahun lalu, Malaysia semakin percaya diri dan berkeras tetap berpatokan pada peta wilayah yang dibuatnya sendiri tahun 1977 (klaim unilateral/sepihak). Peta itu memasukkan sejumlah wilayah kita, sesuai UNCLOS, kedalam wilayah mereka. Tak heran bila kemudian muncul sengketa akibat klaim sepihak tadi, seperti di Ambalat dan kemarin di sekitar Pulau Bintan.
Masalah-masalah seperti ini lah yang perlu dirundingkan kedua negara yang bertetangga. Indonesia harus menurunkan diplomatnya yang ulung dilengkapi alat bukti aturan hukum yang kuat serta peta (kadaster) laut, untuk beradu klaim batas wilayah laut dengan negara tetangga. Bila mentok, bisa minta bantuan arbitrase ICJ (Int'l Court of Justice).
Selain masalah diplomasi, langkah yang perlu Indonesia lakukan untuk mempertegas klaimnya adalah penguasaan secara de facto yang bisa ditunjukkan dengan patroli rutin dan ekstensif di perairan itu oleh angkatan laut dan kegiatan perikanan dari nelayan setempat. Bukan hanya di perairan Batam-Bintan dengan Malaysia, tapi juga di perairan utara Provinsi Kaltim. (*)
corner, 30 Agustus 2010
Pada awalnya, publik di Malaysia tak peduli dengan insiden di perairan Tanjuingberakit, Bintan, Kepri, karena menganggap itu masalah negara. Mereka baru ikut tersulut emosinya sehingga gantian mendemo Indonesia di negaranya, dan menlu Malaysia Datuk Seri Anifah mengeluarkan travel advisory, yakni imbauan kepada warga Malaysia untuk tidak berkunjung ke Indonesia, setelah gedung Kedubes mereka di Jakarta dilempar dengan kotoran manusia.
Meminjam istilah Rektor UI Gumilar R Soemantri, yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia saat ini layaknya perselisihan kakak dan adik. Sedikit ada perselisihan itu biasa, tapi kita harus bisa berpikir jernih (Koran Tempo, 29/8). Karena itu, pemimpin kedua negara itu harus segera meredakan ketegangan yang terjadi di antara dua negara. Sebab jika dibiarkan, hal ini akan menambah rumit hubungan kedua negara serumpun.
Selanjutnya menempuh diplomasi dan menekan Malaysia untuk merundingkan akar persoalan yang selama ini sering memicu ketegangan hubungan di antara kedua negara, yakni belum adanya kesepakatan soal tapal batas teritori laut. Termasuk perairan tempat insiden penangkapan nelayan Malaysia dan tiga petugas KKP Indonesia di Tanjungberakit, Bintan yang sama-sama diklaim oleh Indonesia dan Malaysia masuk perairan mereka. Dalam hal ini, kedua negara sudah sepakat membahas tapal batas termasuk insiden Tanjungberakit pada 6 September 2010 dalam bentuk Joint Ministrial Committe.
Terkait perbatasan laut, tiap negara kepulauan memang berhak atas wilayah teritorial 12 mil laut dari batas pantai saat pasang terendah, lalu berhak atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil lagi dari dalam pulau terdekat. Ini diatur hukum internasional melalui konvensi Perserikatan-Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yang ketiga (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tahun 1982, sesuai dengan Deklarasi Djuanda (1958), sehingga wilayah laut Indonesia membungkus seluruh kepulauan. Masalahnya, ketika wilayah laut teritorial 12 mil itu bersinggungan dengan batas negara lain, seperti halnya dengan Malaysia.
Malaysia sebetulnya mengakui dan menjadi anggota UNCLOS. Namun sejak kemenangan atas klaim mereka atas Pulau Sipadan dan Ligitan di perairan utara Kaltim beberapa tahun lalu, Malaysia semakin percaya diri dan berkeras tetap berpatokan pada peta wilayah yang dibuatnya sendiri tahun 1977 (klaim unilateral/sepihak). Peta itu memasukkan sejumlah wilayah kita, sesuai UNCLOS, kedalam wilayah mereka. Tak heran bila kemudian muncul sengketa akibat klaim sepihak tadi, seperti di Ambalat dan kemarin di sekitar Pulau Bintan.
Masalah-masalah seperti ini lah yang perlu dirundingkan kedua negara yang bertetangga. Indonesia harus menurunkan diplomatnya yang ulung dilengkapi alat bukti aturan hukum yang kuat serta peta (kadaster) laut, untuk beradu klaim batas wilayah laut dengan negara tetangga. Bila mentok, bisa minta bantuan arbitrase ICJ (Int'l Court of Justice).
Selain masalah diplomasi, langkah yang perlu Indonesia lakukan untuk mempertegas klaimnya adalah penguasaan secara de facto yang bisa ditunjukkan dengan patroli rutin dan ekstensif di perairan itu oleh angkatan laut dan kegiatan perikanan dari nelayan setempat. Bukan hanya di perairan Batam-Bintan dengan Malaysia, tapi juga di perairan utara Provinsi Kaltim. (*)
corner, 30 Agustus 2010
Jangan Lebay Pilih Ketua KPK
PANITIA Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menetapkan dua orang calon pimpinan KPK. Keduanya resmi diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (27/8). Dua nama yang diajukan adalah Ketua Komisi Yudisial Dr Busyro Muqodas SH, Mhum serta mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Dr Bambang Widjojanto SH yang akhir-akhir ini namanya melambung setelah tergabung dalam Tim Pembela Bibit dan Chandra.
Keputusan Pansel KPK terhadap dua nama calon pimpinan KPK ditetapkan dalam rapat tertutup Kamis (26/8) malam berdasar akumulasi dari seluruh proses seleksi. Baik administrasi, makalah, profile assessment, rekam jejak dan terakhir wawancara. Dua nama ini mengerucut dari tahap sebelumnya, sebanyak 287 calon yang melengkapi berkas administrasi.
Setelah dilakukan seleksi administrasi, kemudian terpilih 147 calon. Dari 147 calon yang lulus seleksi administrasi, mengundurkan diri dua orang sehingga yang mengikuti tahap seleksi makalah berjumlah 145 calon. 145 calon yang lulus seleksi tahap dua (makalah) yang dinyatakan lulus 12 calon. Kemudian pada seleksi berikutnya, tahap III atau profile assessment terpilih 7 calon.
Busyro Muqodas dan Bambang Widjojanto lolos seleksi wawancara setelah menyisihkan lima calon lainnya. Yakni, Irjen Pol (Purn) Chaerul Rasjid, jaksa Fahmi, anggota DPD I Wayan Sudirta, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie, advokat Meli Darsa.
Setelah dilaporkan kepada Presiden, dua orang yang diajukan itu akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR. Setelah itu, DPR akan menetapkan satu di antara kedua orang itu sebagai pimpinan KPK.
Kita berikan apresiasi kepada pansel yang telah bekerja keras selama berbulan-bulan untuk menseleksi calon Ketua KPK. Dengan terpilihnya kedua orang tersebut, tinggal selangkah lagi kekosongan jabatan ketua KPK sepeninggal Antasari Azhar yang terjerat kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen akan terisi. Memang, salah satu dari kedua calon terpilih yang nantinya akan diajukan ke DPR untuk menjalani fit and proper test itu tidak secara otomatis akan terpilih menjadi ketua KPK.
Seperti diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso kemarin yang menegaskan DPR berhak tidak memilih salah satunya dan juga berhak tidak memilih keduanya. Di mata Priyo, Busyro dan Bambang belumlah keputusan terbaik untuk menduduki posisi pimpinan KPK, tetapi baru terbaik menurut pansel.
Bila dari hasil fit and proper test, DPR menganggap keduanya belum layak, maka gagal lah keduanya.
Namun mengingat KPK sebagai garda terdepan upaya pemberantaran korupsi di Indonesia yang kini menghadapi tekanan dan upaya mengerdilkan dari berbagai penjuru, sehingga mendesak untuk segera diisi kekosongan jabatan ketua KPK agar kinerja lembaga antikorupsi bisa kembali solid, maka kita berharap DPR untuk tidak bersikap lberlebihan atau lebay.
Pertimbangan hukum harus lebih diutamakan ketimbang sentimen politis. Sebab, tak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan calon ketua KPK. Kita meyakini, pansel pimpinan KPK telah bekerja dengan teliti sehingga menentukan pilihan dengan tepat. Keduanya selama ini sudah teruji memiliki Integritas kuat untuk memberantas mafia peradilan dan tidak memiliki masalah besar. (*)
Corner, 28 Agustus 2010
Keputusan Pansel KPK terhadap dua nama calon pimpinan KPK ditetapkan dalam rapat tertutup Kamis (26/8) malam berdasar akumulasi dari seluruh proses seleksi. Baik administrasi, makalah, profile assessment, rekam jejak dan terakhir wawancara. Dua nama ini mengerucut dari tahap sebelumnya, sebanyak 287 calon yang melengkapi berkas administrasi.
Setelah dilakukan seleksi administrasi, kemudian terpilih 147 calon. Dari 147 calon yang lulus seleksi administrasi, mengundurkan diri dua orang sehingga yang mengikuti tahap seleksi makalah berjumlah 145 calon. 145 calon yang lulus seleksi tahap dua (makalah) yang dinyatakan lulus 12 calon. Kemudian pada seleksi berikutnya, tahap III atau profile assessment terpilih 7 calon.
Busyro Muqodas dan Bambang Widjojanto lolos seleksi wawancara setelah menyisihkan lima calon lainnya. Yakni, Irjen Pol (Purn) Chaerul Rasjid, jaksa Fahmi, anggota DPD I Wayan Sudirta, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie, advokat Meli Darsa.
Setelah dilaporkan kepada Presiden, dua orang yang diajukan itu akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR. Setelah itu, DPR akan menetapkan satu di antara kedua orang itu sebagai pimpinan KPK.
Kita berikan apresiasi kepada pansel yang telah bekerja keras selama berbulan-bulan untuk menseleksi calon Ketua KPK. Dengan terpilihnya kedua orang tersebut, tinggal selangkah lagi kekosongan jabatan ketua KPK sepeninggal Antasari Azhar yang terjerat kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen akan terisi. Memang, salah satu dari kedua calon terpilih yang nantinya akan diajukan ke DPR untuk menjalani fit and proper test itu tidak secara otomatis akan terpilih menjadi ketua KPK.
Seperti diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso kemarin yang menegaskan DPR berhak tidak memilih salah satunya dan juga berhak tidak memilih keduanya. Di mata Priyo, Busyro dan Bambang belumlah keputusan terbaik untuk menduduki posisi pimpinan KPK, tetapi baru terbaik menurut pansel.
Bila dari hasil fit and proper test, DPR menganggap keduanya belum layak, maka gagal lah keduanya.
Namun mengingat KPK sebagai garda terdepan upaya pemberantaran korupsi di Indonesia yang kini menghadapi tekanan dan upaya mengerdilkan dari berbagai penjuru, sehingga mendesak untuk segera diisi kekosongan jabatan ketua KPK agar kinerja lembaga antikorupsi bisa kembali solid, maka kita berharap DPR untuk tidak bersikap lberlebihan atau lebay.
Pertimbangan hukum harus lebih diutamakan ketimbang sentimen politis. Sebab, tak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan calon ketua KPK. Kita meyakini, pansel pimpinan KPK telah bekerja dengan teliti sehingga menentukan pilihan dengan tepat. Keduanya selama ini sudah teruji memiliki Integritas kuat untuk memberantas mafia peradilan dan tidak memiliki masalah besar. (*)
Corner, 28 Agustus 2010
Nestapa Kapolri
MENJELANG purna tugas masa jabatannya yang akan berakhir Oktober 2010 mendatang, Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dirundung berbagai persoalan pelik. Mulai dari kontroversi rekening jumbo perwira tinggi Polri, isu perang bintang menjadi Kapolri, sampai pada kecaman kepadanya karena tak bisa menunjukkan bukti rekaman percakapan antara Deputi Penindakan KPK Ade Raharja dengan Ary Muladi, pengusaha yang diduga makelar kasus. Tekanan psikologis yang bertubi-tubi itu mengakibatkan Jenderal BHD pun tumbang, terserang vertigo sehingga oleh dokter diharuskan istirahat total minimal seminggu.
Jenderal BHD November tahun lalu di depan Komisi Hukum DPR menegaskan bahwa kepolisian mempunyai rekaman tersebut yang diyakini akan menjadi kartu truf adanya hubungan Ary dan KPK. Logika Polri, dengan huibungan terlarang itu dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah telah melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam dugaan menerima suap. Namun ketika hakim Pengadilan Tipikor meminta rekaman itu untuk didengarkan dalam sidang kasus krimininalisasi pimpinan KPK dengan terdakewa Anggodo Widjojo, Polri tak kunjung menyerahkan dan belakangan berdalih rekaman itu tak ada. Polri meralat bahwa rekaman yang dimaksud hanyalah data catatan kontak call data record (CDR) antara Ary Muladi dan Ade Raharja. Soal CDR inipun dimentahkan oleh KPK yang menguji CDR dari polisi tersebut ternyata bukan data rekaman CDR Ary Muladi dan Ade Raharja, tapi Ary dengan orang lain.
Kecerobohan fatal Kapolri yang mengeluarkan pernyataan salah dengan data yang berasal dari anak buah yang tidak akurat itu pun memicu kecaman dari berbagai kalangan kepada institusi Polri pada umumnya dan Kapolri pada khususnya. Bahkan, Kapolri Jenderal BHD bersama Jaksa Agung Hendarman Supanji kini digugat oleh Tim Pembela Rakyat Anti Kriminalisasi .
Koordinator Tim Pembela Rakyat Anti Kriminalisasi, Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan Selasa (24/8) lalu mengatakan, timnya akan menggandeng dua aktor yang diduga terlibat dalam rekaman kriminalisasi dua pimpinan KPK, yakni Ary Muladi dan Ade Rahardja. Dengan menghadirkan keduanya sebagai saksi, mereka yakin dapat memenangkan gugatan kepada Kapolri.
Sugeng juga akan menghadirkan saksi-saksi kunci lainnya seperti anggota Komisi III DPR yang telah dibohongi oleh Kapolri BHD, dan mantan anggota Tim 8 dalam sidang gugatan pra peradilan tersebut. Bahkan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto juga akan dihadirkan sebagai saksi.
Dalam kasus rekaman ini, Kapolri dianggap telah melakukan pembohongan publik. Jenderal bintang empat ini dinilai telah melakukan contempt of parliament, karena telah berbohong kepada Komisi III DPR, dan contempt of court, yakni penghinaan terhadap pengadilan karena tidak menyerahkan bukti rekaman itu. Ttidak dihadirkannya rekaman tersebut yang sudah diminta dalam tiga kali persidangan, menunjukkan semakin kuat adanya dugaan kasus pimpinan KPK, Bibit-Chandra, adalah rekayasa.
Karena itu, Tim Pembela Rakyat Antikriminalisasi selain menggugat Kapolri juga menuntut Kapolri dan Jaksa Agung menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat melalui media massa. Dengan cara ini, menurut Sugeng yang merupakan pengacaranya tersangka suap Ary Muladi akan memperingan 'kesalahan' keduanya di mata masyarakat
Beban berat kini beradadi pundak Kapolri, yakni perlu segera memberikan keterangan yang sesungguhnya agar Kapolri termasuk juga Jaksa Agung Hendarman Supanji tidak diduga melakukan pembohongan publik dan turut dalam dugaan rekayasa kasus Bibit-Chandra. Sebab tanpa penjelasan yang memadai, akan semakin memperburuk citra Polri dan Kejaksaan di mata publik. (*)
Corner, 27 Agustus 2010
Jenderal BHD November tahun lalu di depan Komisi Hukum DPR menegaskan bahwa kepolisian mempunyai rekaman tersebut yang diyakini akan menjadi kartu truf adanya hubungan Ary dan KPK. Logika Polri, dengan huibungan terlarang itu dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah telah melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam dugaan menerima suap. Namun ketika hakim Pengadilan Tipikor meminta rekaman itu untuk didengarkan dalam sidang kasus krimininalisasi pimpinan KPK dengan terdakewa Anggodo Widjojo, Polri tak kunjung menyerahkan dan belakangan berdalih rekaman itu tak ada. Polri meralat bahwa rekaman yang dimaksud hanyalah data catatan kontak call data record (CDR) antara Ary Muladi dan Ade Raharja. Soal CDR inipun dimentahkan oleh KPK yang menguji CDR dari polisi tersebut ternyata bukan data rekaman CDR Ary Muladi dan Ade Raharja, tapi Ary dengan orang lain.
Kecerobohan fatal Kapolri yang mengeluarkan pernyataan salah dengan data yang berasal dari anak buah yang tidak akurat itu pun memicu kecaman dari berbagai kalangan kepada institusi Polri pada umumnya dan Kapolri pada khususnya. Bahkan, Kapolri Jenderal BHD bersama Jaksa Agung Hendarman Supanji kini digugat oleh Tim Pembela Rakyat Anti Kriminalisasi .
Koordinator Tim Pembela Rakyat Anti Kriminalisasi, Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan Selasa (24/8) lalu mengatakan, timnya akan menggandeng dua aktor yang diduga terlibat dalam rekaman kriminalisasi dua pimpinan KPK, yakni Ary Muladi dan Ade Rahardja. Dengan menghadirkan keduanya sebagai saksi, mereka yakin dapat memenangkan gugatan kepada Kapolri.
Sugeng juga akan menghadirkan saksi-saksi kunci lainnya seperti anggota Komisi III DPR yang telah dibohongi oleh Kapolri BHD, dan mantan anggota Tim 8 dalam sidang gugatan pra peradilan tersebut. Bahkan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto juga akan dihadirkan sebagai saksi.
Dalam kasus rekaman ini, Kapolri dianggap telah melakukan pembohongan publik. Jenderal bintang empat ini dinilai telah melakukan contempt of parliament, karena telah berbohong kepada Komisi III DPR, dan contempt of court, yakni penghinaan terhadap pengadilan karena tidak menyerahkan bukti rekaman itu. Ttidak dihadirkannya rekaman tersebut yang sudah diminta dalam tiga kali persidangan, menunjukkan semakin kuat adanya dugaan kasus pimpinan KPK, Bibit-Chandra, adalah rekayasa.
Karena itu, Tim Pembela Rakyat Antikriminalisasi selain menggugat Kapolri juga menuntut Kapolri dan Jaksa Agung menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat melalui media massa. Dengan cara ini, menurut Sugeng yang merupakan pengacaranya tersangka suap Ary Muladi akan memperingan 'kesalahan' keduanya di mata masyarakat
Beban berat kini beradadi pundak Kapolri, yakni perlu segera memberikan keterangan yang sesungguhnya agar Kapolri termasuk juga Jaksa Agung Hendarman Supanji tidak diduga melakukan pembohongan publik dan turut dalam dugaan rekayasa kasus Bibit-Chandra. Sebab tanpa penjelasan yang memadai, akan semakin memperburuk citra Polri dan Kejaksaan di mata publik. (*)
Corner, 27 Agustus 2010
TKI Yang Malang
SEBANYAK 345 Warga Negara Indonesia (WNI) terancam jiwanya dengan ancaman hukuman mati di Malaysia. Bahkan informasi teranyar didapat, dari 345 WNI yang terkena hukuman mati tersebut, sebanyak tujuh orang sudah dieksekusi. Data mengejutkan tersebut dirilis pekan lalu oleh Migrant Care (Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat) bersama Komisi untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Infid mengenai 345 WNI. Mereka terancam hukuman mati dengan tuduhan penyelundupan narkoba dan pembunuhan. Ini belum termasuk nasib 14 TKI di Arab Saudi yang juga dikabarkan terancam hukuman mati.
Namun data yang dirilis organisasi nonpemerintah tersebut dibantah oleh pemerintah. Pemerintah mengeluarkan data resmi terkait Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di Malaysia. Menurut pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/8), WNI yang terancam hukuman mati sebanyak 177 orang, yang terdiri atas 142 orang dengan kasus narkoba dan 35 orang kasus nonnarkoba.
Meskipun jumlah yang dilansir versi pemerintah hanya separonya dari tiga LSM tersebut, angka tersebut tetap mengejutkan bagi kita. Menurut hemat kita, bila benar data tersebut berarti pemerintah dinilai tidak tanggap dan melanggar perundangan yang berlaku. Sebab sebagai WNI mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negaranya sebagaimana termaktub dalam UUD-45 agar tidak diperlakukan semena-mena di negara asing. Tidak hanya untuk TKI illegal di Malaysia tapi juga TKI legal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab.
Kabar buruk tersebut direspon pemerintah dengan berencana membentuk tim terpadu untuk bisa menyelamatkan 177 WNI yang saat ini sedang menjalani proses hukum di Malaysia. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Ruang Komisi I DPR RI Rabu (25/8), Presiden SBY pada sidang kabinet beberapa hari lalu sudah memberi arahan, agar ada suatu tim secara terpadu membahas masalah ini terutama memfokuskan diri terhadap upaya pengampunan bagi kasus-kasus yang sudah di penghujung proses hukum.
Kita berharap Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur bersama-sama dengan Departemen Tenaga kerja, Kementerian Hukum dan HAM benar-benar memberi perhatian serius dan melakukan upaya hukum untuk membela nasib WNI yang terancam hukuman mati. Negara harus tegas melakukan pembelaan agar WNI tidak dizalimi secara fisik dan psikis. Tim terpadu harus segera turun ke TKP melihat sembari mendata semuanya.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia segera membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Malaysia dan jikalau memungkinkan negara negara penerima TKI lainnya, dengan substansi mengadopsi dari Konvensi Pekerja Migran. Perjanjian bilateral ini wajib mengakomodasi lebih banyak tentang perlindungan terhadap TKI. Isi perjanjian bilateral adalah pengaturan hak-hak dasar TKI yang harus dihormati baik oleh warga Malaysia maupun aparat penegak hukum. Demikian pula harus dimuat ketentuan tentang kesamaan kedudukan para TKI di depan hukum, layaknya warga setempat.
Adalah menjadi hak TKI untuk dihormati martabatnya sebagai manusia dan kehidupan pribadinya. Juga hak untuk berhubungan dengan dan dihubungi oleh perwakilan Indonesia. Kedua hal ini perlu dimasukkan dalam perjanjian. Tak kalah pentingnya, diatur juga tentang hak TKI untuk mendapatkan putusan dari otoritas yang mempunyai kewenangan memeriksa sengketa kontrak kerja.
Dengan perjanjian bilateral ini, akan membuat status hukum TKI dapat menjadi instrumen hukum yang mengikat negara-negara pengirim dan penerima. Dengan demikian, diharapkan tak akan ada lagi anggapan bahwa hanya orang Indonesia yang butuh Malaysia untuk mencari pekerjaan di sana. Tetapi bagaimana membuat Malaysia merasa membutuhkan Indonesia untuk menjadi tenaga kerja. Karena faktanya saat ini jumlah TKI yang mengais Ringgit di Malaysia diperkirakan mencapai 2,5 juta orang. Adanya perjanjian bilateral ini selain akan menguatkan prinsip simbiosis mutualisme, maka hubungan ini akan mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. (*)
Corner, 26 Agustus 2010
Namun data yang dirilis organisasi nonpemerintah tersebut dibantah oleh pemerintah. Pemerintah mengeluarkan data resmi terkait Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di Malaysia. Menurut pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/8), WNI yang terancam hukuman mati sebanyak 177 orang, yang terdiri atas 142 orang dengan kasus narkoba dan 35 orang kasus nonnarkoba.
Meskipun jumlah yang dilansir versi pemerintah hanya separonya dari tiga LSM tersebut, angka tersebut tetap mengejutkan bagi kita. Menurut hemat kita, bila benar data tersebut berarti pemerintah dinilai tidak tanggap dan melanggar perundangan yang berlaku. Sebab sebagai WNI mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negaranya sebagaimana termaktub dalam UUD-45 agar tidak diperlakukan semena-mena di negara asing. Tidak hanya untuk TKI illegal di Malaysia tapi juga TKI legal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab.
Kabar buruk tersebut direspon pemerintah dengan berencana membentuk tim terpadu untuk bisa menyelamatkan 177 WNI yang saat ini sedang menjalani proses hukum di Malaysia. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Ruang Komisi I DPR RI Rabu (25/8), Presiden SBY pada sidang kabinet beberapa hari lalu sudah memberi arahan, agar ada suatu tim secara terpadu membahas masalah ini terutama memfokuskan diri terhadap upaya pengampunan bagi kasus-kasus yang sudah di penghujung proses hukum.
Kita berharap Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur bersama-sama dengan Departemen Tenaga kerja, Kementerian Hukum dan HAM benar-benar memberi perhatian serius dan melakukan upaya hukum untuk membela nasib WNI yang terancam hukuman mati. Negara harus tegas melakukan pembelaan agar WNI tidak dizalimi secara fisik dan psikis. Tim terpadu harus segera turun ke TKP melihat sembari mendata semuanya.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia segera membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Malaysia dan jikalau memungkinkan negara negara penerima TKI lainnya, dengan substansi mengadopsi dari Konvensi Pekerja Migran. Perjanjian bilateral ini wajib mengakomodasi lebih banyak tentang perlindungan terhadap TKI. Isi perjanjian bilateral adalah pengaturan hak-hak dasar TKI yang harus dihormati baik oleh warga Malaysia maupun aparat penegak hukum. Demikian pula harus dimuat ketentuan tentang kesamaan kedudukan para TKI di depan hukum, layaknya warga setempat.
Adalah menjadi hak TKI untuk dihormati martabatnya sebagai manusia dan kehidupan pribadinya. Juga hak untuk berhubungan dengan dan dihubungi oleh perwakilan Indonesia. Kedua hal ini perlu dimasukkan dalam perjanjian. Tak kalah pentingnya, diatur juga tentang hak TKI untuk mendapatkan putusan dari otoritas yang mempunyai kewenangan memeriksa sengketa kontrak kerja.
Dengan perjanjian bilateral ini, akan membuat status hukum TKI dapat menjadi instrumen hukum yang mengikat negara-negara pengirim dan penerima. Dengan demikian, diharapkan tak akan ada lagi anggapan bahwa hanya orang Indonesia yang butuh Malaysia untuk mencari pekerjaan di sana. Tetapi bagaimana membuat Malaysia merasa membutuhkan Indonesia untuk menjadi tenaga kerja. Karena faktanya saat ini jumlah TKI yang mengais Ringgit di Malaysia diperkirakan mencapai 2,5 juta orang. Adanya perjanjian bilateral ini selain akan menguatkan prinsip simbiosis mutualisme, maka hubungan ini akan mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. (*)
Corner, 26 Agustus 2010
Perampokan Meresahkan
MEMASUKI bulan Ramadan atau menjelang lebaran, saat aktivitas perbankan dan pegadaian serta pusat perdagangan semakin sibuk, aksi perampokan juga semakin mengganas, baik secara kuantitas maupun kualitas, dan dilakukan pada siang hari. Dalam bulan Agustus 2010 saja setidaknya terjadi 10 kali perampokan di berbagai tempat, dengan sasaran umumnya kantor perbankan, pegadaian, toko emas, dengan kerugian total lebih dari Rp 1 miliar. Aksi kejahatan ini membuat kita semakin ngeri, karena para begundal itu tak segan-segan melukai dan menembak mati orang yang menghalangi niatnya.
Seperti aksi perampokan Bank CIMB Medan 18 Agustus lalu oleh 16 orang bersenjata api laras panjang dan pistol yang berhasil membawa kabur satu karung uang senilai Rp 400 juta setelah menewaskan 1 anggota Brimob, 2 satpam kritis tertembak. Bahkan Senin (23/8) kemarin dalam sehari terjadi lima perampokan besar bersenjata api dan tajam, di antaranya menimpa pengusaha SBPU di Cirebon, Jabar dengan kerugian 366 juta, dan Koperasi PT Telkom Tanjungpriok, Jakarta, kerugian Rp 744 juta.
Pemicu maraknya perampokan akhir-akhir ini, bisa dua kemungkinan. Pertama, didorong oleh meningkatnya kebutuhan uang tunai menjelang lebaran, para pencoleng memilih jalan yang mudah untuk mendapatkan duit banyak dengan cara merampok, ketimbang mencuri. Perampok, juga mempertimbangkan faktor kesempatan dalam melancarkan aksinya, terutama melihat dari sisi kelemahan pengamanan target yang akan disasar.
Apalagi, sekarang banyak masyarakat yang mahir menggunakan senjata api, terbiasa menembak, baik untuk tujuan baik, maupun tujuan jahat. Ditambah lagi, peredaran senjata api di masyarakat juga marak, yang kemungkinan besar berasal senjata api yang dipakai di daerah-daerah konflik.
Seperti gerombolan perampok bank CIMB di Medan. Mereka terlihat sudah terlatih dan terorganisir. Dan itu terbukti dari pengakuan seorang tersangka perampok bank CIMB, Mr (25) yang berhasil ditangkap Senin (23/8), tersangka merupakan buronan Polda Nangroe Aceh Darussalam dalam kasus perampokan bersenjata di Aceh Timur, dan biasa menyewakan senjata api untuk merampok.
Kedua, kemungkinan dilakukan kelompok jaringan teroris. Mereka terlatih, bersenjata berat,dan sangat dingin melumpuhkan petugas. Kecil kemungkinan perampokan tersebut dilakukan oleh perampok-perampok biasa. Ini perampokan luar biasa, yang meraup jumlah sangat besar dibanding untuk sekadar kebutuhan lebaran. Pelakunya terlihat profesional dan terorganisir. Punya skill tertentu. Pelaku sudah memperhitungkan keuntungan dan kerugian aksi yang dilakukan, mempelajari target, pola pengamanan, kelemahan target, serta rutinitas target.
Mengutip analisis Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala di koran ini kemarin, aparat kepolisian jangan menganggap perampokan di Medan sebagai kejahatan biasa. Sebab jika melihat cara kerjanya, diperkirakan kelompok tersebut merupakan kelompok teroris militan dari Aceh yang lolos dari penyergapan polisi beberapa waktu lalu. Kemungkinan besar, para perampok tersebut bergerak dari Aceh ke Medan untuk mengumpulkan dana setelah tergencet operasi terorisme.
Lepas dari motif perampokan, yang pasti maraknya aksi-aksi perampokan telah membuat masyarakat waswas dan ngeri, terutama perbankan, pegadaian, toko-toko perhiasan, pusat perdagangan. Sehingga sudah seharusnya dijadikan pelajaran oleh penyelenggara bank atau toko untuk lebih waspada. Sisi preventif atau pencegahan dengan melengkapi alat-alat pengaman harus menjadi perhatian penyelenggara bank atau lokasi lain yang rentan menjadi target.
Kita berikan apresiasi kepada Kapolri yang telah memerintahkan aparatnya di seluruh Indonesia untuk turun ke lapangan melakukan pengamanan secara intensif ke bank, mal, pegadaian, pusat keramaian. Memang sudah seharusnya aparat keamanan segera menggerakkan personelnya untuk menutup ruang gerak kelompok tersebut. Sebab mereka sangat berbahaya dan tentu akan mengancam rasa aman masyarakat. (*)
25 Agustus 2010
Seperti aksi perampokan Bank CIMB Medan 18 Agustus lalu oleh 16 orang bersenjata api laras panjang dan pistol yang berhasil membawa kabur satu karung uang senilai Rp 400 juta setelah menewaskan 1 anggota Brimob, 2 satpam kritis tertembak. Bahkan Senin (23/8) kemarin dalam sehari terjadi lima perampokan besar bersenjata api dan tajam, di antaranya menimpa pengusaha SBPU di Cirebon, Jabar dengan kerugian 366 juta, dan Koperasi PT Telkom Tanjungpriok, Jakarta, kerugian Rp 744 juta.
Pemicu maraknya perampokan akhir-akhir ini, bisa dua kemungkinan. Pertama, didorong oleh meningkatnya kebutuhan uang tunai menjelang lebaran, para pencoleng memilih jalan yang mudah untuk mendapatkan duit banyak dengan cara merampok, ketimbang mencuri. Perampok, juga mempertimbangkan faktor kesempatan dalam melancarkan aksinya, terutama melihat dari sisi kelemahan pengamanan target yang akan disasar.
Apalagi, sekarang banyak masyarakat yang mahir menggunakan senjata api, terbiasa menembak, baik untuk tujuan baik, maupun tujuan jahat. Ditambah lagi, peredaran senjata api di masyarakat juga marak, yang kemungkinan besar berasal senjata api yang dipakai di daerah-daerah konflik.
Seperti gerombolan perampok bank CIMB di Medan. Mereka terlihat sudah terlatih dan terorganisir. Dan itu terbukti dari pengakuan seorang tersangka perampok bank CIMB, Mr (25) yang berhasil ditangkap Senin (23/8), tersangka merupakan buronan Polda Nangroe Aceh Darussalam dalam kasus perampokan bersenjata di Aceh Timur, dan biasa menyewakan senjata api untuk merampok.
Kedua, kemungkinan dilakukan kelompok jaringan teroris. Mereka terlatih, bersenjata berat,dan sangat dingin melumpuhkan petugas. Kecil kemungkinan perampokan tersebut dilakukan oleh perampok-perampok biasa. Ini perampokan luar biasa, yang meraup jumlah sangat besar dibanding untuk sekadar kebutuhan lebaran. Pelakunya terlihat profesional dan terorganisir. Punya skill tertentu. Pelaku sudah memperhitungkan keuntungan dan kerugian aksi yang dilakukan, mempelajari target, pola pengamanan, kelemahan target, serta rutinitas target.
Mengutip analisis Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala di koran ini kemarin, aparat kepolisian jangan menganggap perampokan di Medan sebagai kejahatan biasa. Sebab jika melihat cara kerjanya, diperkirakan kelompok tersebut merupakan kelompok teroris militan dari Aceh yang lolos dari penyergapan polisi beberapa waktu lalu. Kemungkinan besar, para perampok tersebut bergerak dari Aceh ke Medan untuk mengumpulkan dana setelah tergencet operasi terorisme.
Lepas dari motif perampokan, yang pasti maraknya aksi-aksi perampokan telah membuat masyarakat waswas dan ngeri, terutama perbankan, pegadaian, toko-toko perhiasan, pusat perdagangan. Sehingga sudah seharusnya dijadikan pelajaran oleh penyelenggara bank atau toko untuk lebih waspada. Sisi preventif atau pencegahan dengan melengkapi alat-alat pengaman harus menjadi perhatian penyelenggara bank atau lokasi lain yang rentan menjadi target.
Kita berikan apresiasi kepada Kapolri yang telah memerintahkan aparatnya di seluruh Indonesia untuk turun ke lapangan melakukan pengamanan secara intensif ke bank, mal, pegadaian, pusat keramaian. Memang sudah seharusnya aparat keamanan segera menggerakkan personelnya untuk menutup ruang gerak kelompok tersebut. Sebab mereka sangat berbahaya dan tentu akan mengancam rasa aman masyarakat. (*)
25 Agustus 2010
Menanti THR
SEMAKIN mendekati Hari Raya Idul Fitri, para buruh dan karyawan perusahaan berharap-harap cemas. Lebih-lebih bagi karyawan berstatus outsourcing atau kontrak ada yang masih ragu apakah akan mendapatkan tunjangan hari raya (THR), sebagian lagi berfikir seberapa besar THR yang diberikan, akan mendapatkan satu bulan gaji/upah penuh atau hanya setengahnya.
Sebenarnya apabila kita kembalikan pada ketentuan yang mengatur soal pemberian THR keagamaan, kekhawatiran itu tidak perlu ada. Sebab THR keagamaan merupakan hak normatif para buruh/pekerja yang harus dibayarkan pengusaha kepada para pekerjanya yang telah bekerja minimal 3 bulan. Hal ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan No 13/2003 dan juga Permenakertrans No. 4/1994 tentang THR bagi pekerja.
Secara khusus, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar juga telah mengeluarkan Surat Edaran No.190/MEN/PHIJSK-PJSK/VIII/2010 yang mengatur ketentuan pembayaran THR keagamaan. Antara lain disebutkan THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan atau lebih secara terus menerus.
Besarnya THR keagamaan sebagaimana dimaksud diatur sbb: Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, sebesar 1 bulan upah. Bagi pekerja/upah yang masa kerjanya 3 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional dengan perhitungan jumlah bulan masa kerja x satu bulan upah lalu dibagi 12.
THR keagamaan bagi pekerja/upah ini diberikan satu kali dalam setahun oleh pengusaha dan pembayarannya disesuaikan dengan Hari Raya Keamanaan masing-masing selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.
Namun tentu akan lebih baik bila bisa diberikan dua minggu atau paling tidak 10 hari sebelum hari raya lebaran Tujuannya agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Sebab menjelang hari raya keagamaan pekerja dihadapkan pada tuntutan pengeluaran tambahan, sehingga mereka mengharapkan adanya THR sebagai sumber pendapatan di luar upah.
Apapun kondisinya, perusahaan tetap wajib memberikan THR, karena itu merupakan hak karyawan/buruh tentunya harus sudah disiapkan sejak lama. Jika THR tidak dibayar, sama halnya pengusaha tidak melakukan kewajibannya kepada karyawan dan itu tentu ada sanksinya.
Untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembayaran THR, Menaker Muhaimin Iskandar meminta pemerintah daerah membentuk satuan tugas (satgas) ketenagakerjaan Peduli Lebaran 2010 sebagai pusat pengaduan problem THR dan berbagai masalah ketenagakerjaan terkait dengan hari raya tersebut.
Jika ada yang melanggar, seperti perusahaan belum membayar THR, tunjangan diberikan di luar batas waktu ditentukan, atau besaran tunjangan tak sesuai dengan ketentuan, maka petugas dari posko berhak melakukan penindakan. Khusus untuk Batam, menurut Kepala Disnaker Batam, Rudi, pengaduan tersebut bisa diantar langsung ke Disnaker bagian pengawasan supaya bisa ditindaklanjuti.
Barangkali yang perlu lebih dicermati oleh Posko pengaduan atau disnaker adalah pembayaran THR terhadap para pekerja kontrak yang di Batam jumlahnnya jauh lebih besar dibanding pekerja tetap. Mereka inilah yang rawan. Karena mengutip Ketua SPSI Tanjung Uncang, AK Tarmizi. yang dilansir Tribun pekan lalu, pada 2008 ada sekitar 27 perusahaan yang tidak membayarkan THR pada karyawannya, meskipun akhirnya masalah ini selalu selesai menjelang lebaran.
Bila urusan pemberian THR sudah selesai, maka pekerja dan karyawan ada baiknya memperhitungkan pengeluaran sebelum dan ketika Idul Fitri dan sesudahnya. THR diberikan karena sebenarnya ada lonjakan konsumsi yang sangat besar. Hingga hari ketiga dan keempat lebaran otomatis masih bisa ditalangi. Padahal yang perlu difikirkan adalah menjaga agar THR jangan sampai habis karena setelah lebaran biasanya semua mengeluh kesulitan keuangan. (*)
corner, 24 Agustus 2010
Sebenarnya apabila kita kembalikan pada ketentuan yang mengatur soal pemberian THR keagamaan, kekhawatiran itu tidak perlu ada. Sebab THR keagamaan merupakan hak normatif para buruh/pekerja yang harus dibayarkan pengusaha kepada para pekerjanya yang telah bekerja minimal 3 bulan. Hal ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan No 13/2003 dan juga Permenakertrans No. 4/1994 tentang THR bagi pekerja.
Secara khusus, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar juga telah mengeluarkan Surat Edaran No.190/MEN/PHIJSK-PJSK/VIII/2010 yang mengatur ketentuan pembayaran THR keagamaan. Antara lain disebutkan THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan atau lebih secara terus menerus.
Besarnya THR keagamaan sebagaimana dimaksud diatur sbb: Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, sebesar 1 bulan upah. Bagi pekerja/upah yang masa kerjanya 3 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional dengan perhitungan jumlah bulan masa kerja x satu bulan upah lalu dibagi 12.
THR keagamaan bagi pekerja/upah ini diberikan satu kali dalam setahun oleh pengusaha dan pembayarannya disesuaikan dengan Hari Raya Keamanaan masing-masing selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.
Namun tentu akan lebih baik bila bisa diberikan dua minggu atau paling tidak 10 hari sebelum hari raya lebaran Tujuannya agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Sebab menjelang hari raya keagamaan pekerja dihadapkan pada tuntutan pengeluaran tambahan, sehingga mereka mengharapkan adanya THR sebagai sumber pendapatan di luar upah.
Apapun kondisinya, perusahaan tetap wajib memberikan THR, karena itu merupakan hak karyawan/buruh tentunya harus sudah disiapkan sejak lama. Jika THR tidak dibayar, sama halnya pengusaha tidak melakukan kewajibannya kepada karyawan dan itu tentu ada sanksinya.
Untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembayaran THR, Menaker Muhaimin Iskandar meminta pemerintah daerah membentuk satuan tugas (satgas) ketenagakerjaan Peduli Lebaran 2010 sebagai pusat pengaduan problem THR dan berbagai masalah ketenagakerjaan terkait dengan hari raya tersebut.
Jika ada yang melanggar, seperti perusahaan belum membayar THR, tunjangan diberikan di luar batas waktu ditentukan, atau besaran tunjangan tak sesuai dengan ketentuan, maka petugas dari posko berhak melakukan penindakan. Khusus untuk Batam, menurut Kepala Disnaker Batam, Rudi, pengaduan tersebut bisa diantar langsung ke Disnaker bagian pengawasan supaya bisa ditindaklanjuti.
Barangkali yang perlu lebih dicermati oleh Posko pengaduan atau disnaker adalah pembayaran THR terhadap para pekerja kontrak yang di Batam jumlahnnya jauh lebih besar dibanding pekerja tetap. Mereka inilah yang rawan. Karena mengutip Ketua SPSI Tanjung Uncang, AK Tarmizi. yang dilansir Tribun pekan lalu, pada 2008 ada sekitar 27 perusahaan yang tidak membayarkan THR pada karyawannya, meskipun akhirnya masalah ini selalu selesai menjelang lebaran.
Bila urusan pemberian THR sudah selesai, maka pekerja dan karyawan ada baiknya memperhitungkan pengeluaran sebelum dan ketika Idul Fitri dan sesudahnya. THR diberikan karena sebenarnya ada lonjakan konsumsi yang sangat besar. Hingga hari ketiga dan keempat lebaran otomatis masih bisa ditalangi. Padahal yang perlu difikirkan adalah menjaga agar THR jangan sampai habis karena setelah lebaran biasanya semua mengeluh kesulitan keuangan. (*)
corner, 24 Agustus 2010
Remisi Koruptor Lukai Hati Rakyat
HARI Ulang Tahun (HUT) Ke-65 Kemerdekaan RI, 17 Agustus kemarin menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh 341 narapidana (napi) kasus korupsi. Para koruptor itu mendapatkan keringanan hukuman berupa remisi dan grasi, bahkan 11 di antaranya langsung menghirup udara bebas karena mendapat Remisi Umum (RU) II. Sisanya, sebanyak 330 napi mendapat RU I atau bebas bersyarat, di antaranya terpidana korupsi dana Yayasan Pengembangan dan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp 100 miliar, Aulia Tantowi Pohan, dan Artalyta Suryani yang menjadi terpidana penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berdalih, pemberian remisi bebas bersyarat kepada Aulia Pohan yang tak lain besan Presiden SBY itu sudah sesuai prosedur. Jika ada pihak yang tidak setuju atas pemberian bebas bersyarat kepada Aulia pohan dan kawan-kawan, maka sebaiknya undang-undang yang mengatur pemberian remisi maupun bebas bersyarat kepada napi diubah. Menurut Patrialis, itu hak mereka. Kalau kami tidak berikan hak itu (remisi dan bebas bersyarat), kata Patrialis, kami bisa dituntut. Pernah ada kejadian itu dan kami kalah. UU tidak boleh diskriminatif,.
Pemberian remisi untuk para koruptor yang terkesan diobral pemerintah itu mengundang kecaman, serta disesalkan, di antaranya oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dianggap tidak sesuai dengan semangat pemerintah memberantas korupsi yang selama ini selalu disampaikan oleh Presiden SBY dalam berbagai kesempatan. Selain itu juga melukai rasa keadilan publik.
Wakil Ketua KPK M Jasin, menilai pemberian remisi terhadap para koruptor itu kontraproduktif dengan sifat pidana korupsi yang termasuk kategori kejahatan luar biasa. Sebuah kejahatan luar biasa harus diselesaikan secara luar biasa dan hal itu sudah ditunjukkan dengan lahirnya UU No 30/2002 tentang KPK yang memberi kewenangan penuh lembaga itu memberantas korupsi.
Terhadap para koruptor, seharusnya tidak ada toleransi. Karena korupsi juga merupakan kejahatan kemanusiaan yang telah merusak sistem demokrasi, ekonomi, dan program ekonomi yang digerakkan pemerintah. Sehingga, semangat yang dibangun pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham juga seharusnya adalah semangat untuk memberangus korupsi dengan semua cara. Termasuk dengan tidak memberikan potongan masa tahanan kepada para terpidana korupsi.
Untuk itu, ke depan Presiden SBY diminta tidak mengabulkan setiap grasi. yang diajukan oleh terpidana korupsi atau remisi/pengurangan hukuman bagi para koruptor. Kareena sekarang kita sedang menghadapi situasi darurat korupsi. Kalau tidak, suatu hari SBY akan kewalahan sendiri menghadapi para koruptor yang berharap dibebaskan seperti mantan Bupati Kutai Kertanegara, HM Syaukani HR, terpidana korupsi Rp 93 miliar yang baru saja dibebaskan dengan grasi. Mereka akan menuntut, "Kalau Syaukani bisa, mengapa kami tidak"
Presiden harusnya tidak begitu drastis dalam pemberian grasi supaya menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Presiden harusnya tidak semata-mata melihat aspek kemanusiaan, tapi juga aspek psikopolitik masyarakat yang sudah diyakinkan dengan pidato Presiden tentang pemberantasan korupsi sebagai program nomor wahid.
Sejumlah kalangan mengusulkan adanya moratorium atau penghentian rermisi bersifat sementara, sampai terjadi penguatan perlawanan terhadap koruptor. Bila nantinya situasi pemberantasan korupsi sudah membaik, pemberian remisi bisa dibuka kembali. Namun sebelum dibuka kembali, ketentuan- ketentuan yang mengatur soal remisi atau grasi perlu direvisi, dengan memperberat persyaratan bagi pemberian grasi atau remisi. Sebab penegakan hukum terletak pada pemidanaannya, sehingga pemidanaannya yang diperberat agar betul-betul bisa memberikan efek jera. (*)
corner, 23 Agustus 2010
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berdalih, pemberian remisi bebas bersyarat kepada Aulia Pohan yang tak lain besan Presiden SBY itu sudah sesuai prosedur. Jika ada pihak yang tidak setuju atas pemberian bebas bersyarat kepada Aulia pohan dan kawan-kawan, maka sebaiknya undang-undang yang mengatur pemberian remisi maupun bebas bersyarat kepada napi diubah. Menurut Patrialis, itu hak mereka. Kalau kami tidak berikan hak itu (remisi dan bebas bersyarat), kata Patrialis, kami bisa dituntut. Pernah ada kejadian itu dan kami kalah. UU tidak boleh diskriminatif,.
Pemberian remisi untuk para koruptor yang terkesan diobral pemerintah itu mengundang kecaman, serta disesalkan, di antaranya oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dianggap tidak sesuai dengan semangat pemerintah memberantas korupsi yang selama ini selalu disampaikan oleh Presiden SBY dalam berbagai kesempatan. Selain itu juga melukai rasa keadilan publik.
Wakil Ketua KPK M Jasin, menilai pemberian remisi terhadap para koruptor itu kontraproduktif dengan sifat pidana korupsi yang termasuk kategori kejahatan luar biasa. Sebuah kejahatan luar biasa harus diselesaikan secara luar biasa dan hal itu sudah ditunjukkan dengan lahirnya UU No 30/2002 tentang KPK yang memberi kewenangan penuh lembaga itu memberantas korupsi.
Terhadap para koruptor, seharusnya tidak ada toleransi. Karena korupsi juga merupakan kejahatan kemanusiaan yang telah merusak sistem demokrasi, ekonomi, dan program ekonomi yang digerakkan pemerintah. Sehingga, semangat yang dibangun pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham juga seharusnya adalah semangat untuk memberangus korupsi dengan semua cara. Termasuk dengan tidak memberikan potongan masa tahanan kepada para terpidana korupsi.
Untuk itu, ke depan Presiden SBY diminta tidak mengabulkan setiap grasi. yang diajukan oleh terpidana korupsi atau remisi/pengurangan hukuman bagi para koruptor. Kareena sekarang kita sedang menghadapi situasi darurat korupsi. Kalau tidak, suatu hari SBY akan kewalahan sendiri menghadapi para koruptor yang berharap dibebaskan seperti mantan Bupati Kutai Kertanegara, HM Syaukani HR, terpidana korupsi Rp 93 miliar yang baru saja dibebaskan dengan grasi. Mereka akan menuntut, "Kalau Syaukani bisa, mengapa kami tidak"
Presiden harusnya tidak begitu drastis dalam pemberian grasi supaya menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Presiden harusnya tidak semata-mata melihat aspek kemanusiaan, tapi juga aspek psikopolitik masyarakat yang sudah diyakinkan dengan pidato Presiden tentang pemberantasan korupsi sebagai program nomor wahid.
Sejumlah kalangan mengusulkan adanya moratorium atau penghentian rermisi bersifat sementara, sampai terjadi penguatan perlawanan terhadap koruptor. Bila nantinya situasi pemberantasan korupsi sudah membaik, pemberian remisi bisa dibuka kembali. Namun sebelum dibuka kembali, ketentuan- ketentuan yang mengatur soal remisi atau grasi perlu direvisi, dengan memperberat persyaratan bagi pemberian grasi atau remisi. Sebab penegakan hukum terletak pada pemidanaannya, sehingga pemidanaannya yang diperberat agar betul-betul bisa memberikan efek jera. (*)
corner, 23 Agustus 2010
Selamat untuk Sani-Soerya
PASANGAN H Muhammad Sani dan HM Soerya Respationo akhirnya resmi dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepri untuk periode 2010-2015 Kamis (19/8). Keduanya dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi atas nama Presiden Republik Indonesia di dalam rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Kepri di halaman Gedung Daerah, Tanjungpinang.
Pelantikan sekaligus pengambilan sumpah jabatan Gubernur dan Wagub Kepri ini sekaligus memungkasi pesta demokrasi Pemilukada Kepri yang berlangsung tertib dan aman, transparan dan demokratis sehingga mendapat apresiasi tinggi dari Mendagri Gamawan Fauzi. Dari tujuh pilkada Gubernur tahun ini, tutur Gamawan, satu-satunya provinsi yang saya turun langsung kelapangan adalah Kepri. Dan terbukti Pilkada di Kepri cukup sukses.
Apresiasi tinggi juga disampaikan kepada para pasangan calon gubernur dan wagub yang telah menunjukkan sikap yang sangat sportif dalam berkompetisi. Hal ini menunjukkan masih dijunjungnya nilai-nilai luhur adat Melayu. Meski gugatan-gugatan juga dilayangkan pasangan yang kalah melalui Mahkamah Konstitusi Gamawan menilai merupakan hal yang wajar di alam demokrasi kali ini.
Pasca pelantikan Gubernur Kepri Drs HM Sani yang sebelumnya adalah Wakil Wubernur Kepri dan Wakil Gubernur Kepri DR HM Soerya Respationo, maka kinilah saatnya bagi keduanya untuk membuktikan kemampuan terbaiknya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dan negara. Sebagai pasangan pemenang pemilukada, mereka adalah pilihan rakyat. Dan kehendak rakyat harus didukung oleh seluruh masyarakat.
Dalam kaitan ini, menarik untuk digarisbawahi sentilan yang disampaikan oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Diakui, terpilihnya HM Sani dan Soerya sebagai orang nomor 1 dan 2 Kepri yang baru tak lepas dari kerja keras Tim Sukses, sehingga wajar jika tim sukses juga mengharapkan balas jasa dari pasangan calon tersebut.
Namun sikap berharap balas jasa ini diminta dapat dihilangkan. Karena dengan dilantiknya Sani-Soerya, maka secara otomatis, keduanya adalah menjadi milik masyarakat Kepri dan bukan lagi milik tim sukses. Untuk itu, tim sukses diharapkan tidak meminta hal-hal yang berlebihan kepada keduanya selama memerintah nanti. Sebab, bila tim sukses selalu berharap balas jasa, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat Kepri sendiri. Hal ini cukup penting mengingat saat ini pemerintah berupaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih
"Setelah mengantar mereka berdua hingga ke pelaminan (pelantikan), saya minta agar cukup sampai disitu sajalah. Sebab kalau tim sukses tidak berhenti (meminta dan berharap jasa), maka rakyat juga yang repot nantinya. Kita lebih baik terbuka disin. Kadang-kadang, ada juga tim sukses yang berpikir selama lima tahun (akan mendapatkan bantuan dari kandidat yang didukungnya-red)," tutur Gamawan menceriterakan pengalamannya Gubernur Sumatera Barat.
Acara pelaminan sudah selesai, dengan demikian selesai pula pengkotak-kotakan masyarakat yang selama pemilukada kemarin terbelah dalam partai pendukung dan tim sukses tiga pasangan kandidat gubernur wakil gubernur Kepri, yakni HM Sani-Soerya Respationo, Nyat Kadir-Zulbahri, dan Aida Ismeth-Eddy Wijaya. Kini saatnya segenap komponan masyarakat bersama gubernur dan wakil gubernur kita yang baru mulai berpikir lurus menatap ke depan, membangun negeri. Tugas berat kini menanti dua figur pemimpin Kepri ini untuk mensejahterakan masyarakat Kepri.
Akhirnya, harian ini mengucapkan selamat bekerja memakmurkan masyarakat Kepri kepada pasangan HM Sani dan HM Soerya Respationo yang telah dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri periode 2010-2015. (*)
Corner, 20 Agustus 2010
Pelantikan sekaligus pengambilan sumpah jabatan Gubernur dan Wagub Kepri ini sekaligus memungkasi pesta demokrasi Pemilukada Kepri yang berlangsung tertib dan aman, transparan dan demokratis sehingga mendapat apresiasi tinggi dari Mendagri Gamawan Fauzi. Dari tujuh pilkada Gubernur tahun ini, tutur Gamawan, satu-satunya provinsi yang saya turun langsung kelapangan adalah Kepri. Dan terbukti Pilkada di Kepri cukup sukses.
Apresiasi tinggi juga disampaikan kepada para pasangan calon gubernur dan wagub yang telah menunjukkan sikap yang sangat sportif dalam berkompetisi. Hal ini menunjukkan masih dijunjungnya nilai-nilai luhur adat Melayu. Meski gugatan-gugatan juga dilayangkan pasangan yang kalah melalui Mahkamah Konstitusi Gamawan menilai merupakan hal yang wajar di alam demokrasi kali ini.
Pasca pelantikan Gubernur Kepri Drs HM Sani yang sebelumnya adalah Wakil Wubernur Kepri dan Wakil Gubernur Kepri DR HM Soerya Respationo, maka kinilah saatnya bagi keduanya untuk membuktikan kemampuan terbaiknya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dan negara. Sebagai pasangan pemenang pemilukada, mereka adalah pilihan rakyat. Dan kehendak rakyat harus didukung oleh seluruh masyarakat.
Dalam kaitan ini, menarik untuk digarisbawahi sentilan yang disampaikan oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Diakui, terpilihnya HM Sani dan Soerya sebagai orang nomor 1 dan 2 Kepri yang baru tak lepas dari kerja keras Tim Sukses, sehingga wajar jika tim sukses juga mengharapkan balas jasa dari pasangan calon tersebut.
Namun sikap berharap balas jasa ini diminta dapat dihilangkan. Karena dengan dilantiknya Sani-Soerya, maka secara otomatis, keduanya adalah menjadi milik masyarakat Kepri dan bukan lagi milik tim sukses. Untuk itu, tim sukses diharapkan tidak meminta hal-hal yang berlebihan kepada keduanya selama memerintah nanti. Sebab, bila tim sukses selalu berharap balas jasa, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat Kepri sendiri. Hal ini cukup penting mengingat saat ini pemerintah berupaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih
"Setelah mengantar mereka berdua hingga ke pelaminan (pelantikan), saya minta agar cukup sampai disitu sajalah. Sebab kalau tim sukses tidak berhenti (meminta dan berharap jasa), maka rakyat juga yang repot nantinya. Kita lebih baik terbuka disin. Kadang-kadang, ada juga tim sukses yang berpikir selama lima tahun (akan mendapatkan bantuan dari kandidat yang didukungnya-red)," tutur Gamawan menceriterakan pengalamannya Gubernur Sumatera Barat.
Acara pelaminan sudah selesai, dengan demikian selesai pula pengkotak-kotakan masyarakat yang selama pemilukada kemarin terbelah dalam partai pendukung dan tim sukses tiga pasangan kandidat gubernur wakil gubernur Kepri, yakni HM Sani-Soerya Respationo, Nyat Kadir-Zulbahri, dan Aida Ismeth-Eddy Wijaya. Kini saatnya segenap komponan masyarakat bersama gubernur dan wakil gubernur kita yang baru mulai berpikir lurus menatap ke depan, membangun negeri. Tugas berat kini menanti dua figur pemimpin Kepri ini untuk mensejahterakan masyarakat Kepri.
Akhirnya, harian ini mengucapkan selamat bekerja memakmurkan masyarakat Kepri kepada pasangan HM Sani dan HM Soerya Respationo yang telah dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri periode 2010-2015. (*)
Corner, 20 Agustus 2010
Malaysia-Indonesia Skore Telak 7:3
SEORANG temen di Tanjungpinang menulis di status facebooknya dengan kalimat yang menggelitik sekaligus membuat kita mengelus dada, karena meskipun pahit kenyataannnya realitas ekonomi politik dan keamanan Indonesia memang kalah pamor dan diplomasi dibanding negeri jiran terdekat kita, Malaysia. Inilah tulisan status temen facebooker, "Salam Olahraga!!! Ibarat pertandingan sepakbola, Malaysia baru saja membantai tim Indonesia dengan skor telak 7-3. Hebatnya lagi, gol-gol tersebut dihasilkan oleh tujuh nelayan Malaysia...."
Ya, itulah gambaran antiklimak insiden di perbatasan dua negeri serumpun, Indonesia-Malaysia yang kini menjadi isu nasional, menggetarkan relung-relung batin sebagian warga bumi pertiwi Indonesia yang terusik jiwa nasionalismenya. Ini menambah daftar panjang kenakalan ini Malaysia dimata publik Indonesia. Mulai dari urusan batas wilayah, pemulangan paksa TKI, klaim lagu dan budaya, hingga pencurian ikan di daerah perbatasan yang nyaris setiap tahun menjadi berita di media Indonesia.
Ketika kita membaca, tiga petugas patroli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kepri ditahan Marine Police Malaysia (MPM) karena menangkap tujuh nelayan tradisional negeri jiran yang menangkap ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepri, kita pun tersinggung dan marah.
Karena jelas-jelas tindakan tujuh nelayan Malaysia mencuri ikan di perairan Indonesia dan aksi polisi air Malaysia mengeluarkan tembakan ke petugas KKP untuk membebaskan tujuh nelayan yang ditangkap merupakan pelanggaran teritorial alias kedaulatan negara. Karena terjadi di wilayah perairan Indonesia.
Ulah nakal aparat keamanan negeri jiran itu semakin publik meradang, karena memperlakukan 3 petugas KKP layaknya tahanan kriminal, dipaksa pakai seragam tahanan, tidak diberi makan untuk sahur, dan salah seorang petugas KKP itu sempat dipukul pakai popor senapan menolak ketika dipaksa untuk mengarahkan perahu nelayan yang ditangkapnya ke perairan Malaysia.
Saat tim negosiator dari Indonesia bernegosiasi untuk membebaskan tiga petugas KKP yang ditahan di Johor, pihak Polisi Di Raja Malaysia (PDRM) meminta 7 nelayan yang mencuri ikan itu harus dibebaskan lebih dulu. Bahkan mereka sempat tidak mau melepas tiga petugas KKP. Ini berbeda jauh dengan perlakuan yang diberikan petugas kita kepada 7 nelayan saat ditahan maupun dipulangkan melalui bak tamu kehormatan melalui ruang VIP pelabuhan Batam Centre.
Pembebasan petugas patroli itu dan 7 nelayan Malaysia lebih tepat disebut sebagai 'tugar guling' atau barter, meski pemerintah membantah. Logikanya, wajar kita minta kepada Malaysia membebaskan 3 petugas patroli KKP itu, mereka ditangkap saat sedang melaksanakan tugas negara, menangkap pelanggar tapal batas negara.
Penangkapan ini sama saja melecehkan Indonesia. Sebaliknya, pelepasan tujuh nelayan pencuri ikan asal Malaysia telah mempertaruhkan masa depan penegakan hukum laut terotorial Indonesia. Ini bisa menjadi preseden buruk, ketidaktegasan dan kelemahan pemerintah Indonesia ini akan membuka peluang Malaysia untuk mengklaim wilayah kita di masa mendatang.
Persoalan perbatasan ini adalah sumber masalah utama yang bersifat jangka panjang. Apalagi wilayah perbatasan laut Indonesia memiliki posisi strategis karena dekat dengan Lautan Pasifik dan Lautan Hindia yang merupakan stok ikan yang nyaris tak terbatas. Anugerah Tuhan ini membuat iri bukan kepalang para nelayan Malaysia, dan negeri jiran lainnya sehingga mereka sangat senang mencuri ikan dil autan Nusantara. Konflik-konflik perbatasan dengan Malaysia tak bisa lagi hanya diselesaikan di tingkat para diplomat kelas bawah. Diperlukan diplomat-diplomat yang canggih untuk merundingkan kembali masalah tapal batas kelautan kedua negara, agar kejadian memalukan, dengan skore 7:3 untuk Malaysia tidak terjadi lagi. (*)
corner, 19 Agustus 2010
Ya, itulah gambaran antiklimak insiden di perbatasan dua negeri serumpun, Indonesia-Malaysia yang kini menjadi isu nasional, menggetarkan relung-relung batin sebagian warga bumi pertiwi Indonesia yang terusik jiwa nasionalismenya. Ini menambah daftar panjang kenakalan ini Malaysia dimata publik Indonesia. Mulai dari urusan batas wilayah, pemulangan paksa TKI, klaim lagu dan budaya, hingga pencurian ikan di daerah perbatasan yang nyaris setiap tahun menjadi berita di media Indonesia.
Ketika kita membaca, tiga petugas patroli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kepri ditahan Marine Police Malaysia (MPM) karena menangkap tujuh nelayan tradisional negeri jiran yang menangkap ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepri, kita pun tersinggung dan marah.
Karena jelas-jelas tindakan tujuh nelayan Malaysia mencuri ikan di perairan Indonesia dan aksi polisi air Malaysia mengeluarkan tembakan ke petugas KKP untuk membebaskan tujuh nelayan yang ditangkap merupakan pelanggaran teritorial alias kedaulatan negara. Karena terjadi di wilayah perairan Indonesia.
Ulah nakal aparat keamanan negeri jiran itu semakin publik meradang, karena memperlakukan 3 petugas KKP layaknya tahanan kriminal, dipaksa pakai seragam tahanan, tidak diberi makan untuk sahur, dan salah seorang petugas KKP itu sempat dipukul pakai popor senapan menolak ketika dipaksa untuk mengarahkan perahu nelayan yang ditangkapnya ke perairan Malaysia.
Saat tim negosiator dari Indonesia bernegosiasi untuk membebaskan tiga petugas KKP yang ditahan di Johor, pihak Polisi Di Raja Malaysia (PDRM) meminta 7 nelayan yang mencuri ikan itu harus dibebaskan lebih dulu. Bahkan mereka sempat tidak mau melepas tiga petugas KKP. Ini berbeda jauh dengan perlakuan yang diberikan petugas kita kepada 7 nelayan saat ditahan maupun dipulangkan melalui bak tamu kehormatan melalui ruang VIP pelabuhan Batam Centre.
Pembebasan petugas patroli itu dan 7 nelayan Malaysia lebih tepat disebut sebagai 'tugar guling' atau barter, meski pemerintah membantah. Logikanya, wajar kita minta kepada Malaysia membebaskan 3 petugas patroli KKP itu, mereka ditangkap saat sedang melaksanakan tugas negara, menangkap pelanggar tapal batas negara.
Penangkapan ini sama saja melecehkan Indonesia. Sebaliknya, pelepasan tujuh nelayan pencuri ikan asal Malaysia telah mempertaruhkan masa depan penegakan hukum laut terotorial Indonesia. Ini bisa menjadi preseden buruk, ketidaktegasan dan kelemahan pemerintah Indonesia ini akan membuka peluang Malaysia untuk mengklaim wilayah kita di masa mendatang.
Persoalan perbatasan ini adalah sumber masalah utama yang bersifat jangka panjang. Apalagi wilayah perbatasan laut Indonesia memiliki posisi strategis karena dekat dengan Lautan Pasifik dan Lautan Hindia yang merupakan stok ikan yang nyaris tak terbatas. Anugerah Tuhan ini membuat iri bukan kepalang para nelayan Malaysia, dan negeri jiran lainnya sehingga mereka sangat senang mencuri ikan dil autan Nusantara. Konflik-konflik perbatasan dengan Malaysia tak bisa lagi hanya diselesaikan di tingkat para diplomat kelas bawah. Diperlukan diplomat-diplomat yang canggih untuk merundingkan kembali masalah tapal batas kelautan kedua negara, agar kejadian memalukan, dengan skore 7:3 untuk Malaysia tidak terjadi lagi. (*)
corner, 19 Agustus 2010
Harga Meroket sebelum Gaji Naik
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Senin 16 Agustus kemarin menyebutkan rencana pemerintah menaikkan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Polisi dan pensiunan rata-rata 10 persen. Pemerintah juga tetap akan memberikan gaji bulan ke-13 bagi PNS/TNI/Polri dan pensiunan mulai tahun anggaran 2011.
Melalui kebijakan ini, penghasilan PNS dengan pangkat terendah, meningkat dari Rp1,89 juta menjadi sekitar Rp2 juta. Bagi anggota TNI/Polri dengan pangkat terendah, penghasilannya meningkat dari Rp2,5 juta menjadi Rp2,62 juta. Khusus bagi guru dengan pangkat terendah pendapatannya meningkat dari Rp2,5 juta menjadi Rp2,65 juta.
Pidato presiden terkait kenaikan gaji PNS/anggota TNI/Polri itu mendapat kritik pedas dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Menurut Megawati usai menghadiri upacara pengibaran bendera HUT ke-65 RI di Kantor Pusat PDI Perjuangan, Jakarta Selatan, Selasa (17/8), disebutkannya kenaikan gaji itu justru akan memancing problem masalah perekonomian.
Problem tersebut yakni kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di pasaran yang sekarang saja sudah sangat tidak bisa dihentikan. Putri sulung proklamator kemerdekaan RI Bung Karno itu khawatir, pernyataan SBY dalam pidato soal kenaikan gaji itu justru bisa memicu inflasi dan keuangan negara defisit yang semakin membengkak. Karena itu pemerintah diminta menghitung efek ini secara matang.
Pernyataan mantan Presiden RI kelima itu ada benarnya. Kritik itu bisa dimaknai sebagai keprihatinan atas ekses negatif yang selalu muncul yang dirasakan masyarakat banyak setiap pemerintah mengumumkan rencana kenaikan gaji PNS. Yakni kenaikan harga-harga barang atau kebutuhan pokok di pasar. Ironisnya, meroketnya harga-harga hampir selalu berlaku lebih dulu, jauh sebelum kenaikan gaji PNS diterapkan.
Bagi pemerintah, pengumuman rencana kenaikan gaji kepada publik sedini mungkin bisa dianggap sebagai cara efektif untuk menunjukkan perhatian yang tinggi dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri, TNI/Polri, dan para pensiunan, serta guru. Perbaikan pendapatan itu diharapkan agar para pegawai negeri/guru dapat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pelayanan masyarakat/pendidik generasi mendatang bangsa.
Sementara bagi setiap pegawai negeri sipil yang saat ini jumlahnya mencapai 4 juta sampai 5 juta orang, Polri atau TNI, kenaikan gaji sangat ditunggu-tunggu. Belum lagi turunnya gaji ke-13 tiap tahun bagi PNS/TNI/Polri dan pensiunan. Entah didasari atau tidak, pemerintah tampaknya hanya ingin merebut hati 4 juta-5 juta PNS saja. Kenaikan gaji ini hanya memberi tambahan rejeki bagi empat juta orang di Indonesia.
Bagaimana dengan pegawai non PNS yang jumlahnnya diperkirakan mencapai 100 juta lebih dari total jumlah penduduk Indonesia yang menurut hasil Sensus Penduduk terakhir Juni 2010 lalu sudah mencapai 237 juta jiwa? Pastinya mereka hanya 'ngedumel' mendengar pengumuman rencana kenaikan gaji PNS. Sebab, meskipun kenaikan gaji PNS itu baru diberlakukan tahun 2011, tetapi diyakini dalam waktu cepat para pedagang mulai menghitung-hitung angka besaran untuk menaikkan harga barang di pasaran.
Untuk itu, karena lebih banyak mudharatnya bagi ratusan juta penduduk, ke depan apabila pemerintah berencana menaikkan gaji PNS, TNI/Polri sebaiknya tidak usah disebutkan atau diumumkan lebih dulu. Cukuplah pembahasan perhitungan kenaikan gaji PNS dan rencana kapan akan diberlakukan menjadi rahasia negara yang cukup diketahui presiden dan menteri terkait. Cukuplah diumumkan pada bulan ketika gaji sudah mulai naik. (*)
corner, 18 agustus 2010
Melalui kebijakan ini, penghasilan PNS dengan pangkat terendah, meningkat dari Rp1,89 juta menjadi sekitar Rp2 juta. Bagi anggota TNI/Polri dengan pangkat terendah, penghasilannya meningkat dari Rp2,5 juta menjadi Rp2,62 juta. Khusus bagi guru dengan pangkat terendah pendapatannya meningkat dari Rp2,5 juta menjadi Rp2,65 juta.
Pidato presiden terkait kenaikan gaji PNS/anggota TNI/Polri itu mendapat kritik pedas dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Menurut Megawati usai menghadiri upacara pengibaran bendera HUT ke-65 RI di Kantor Pusat PDI Perjuangan, Jakarta Selatan, Selasa (17/8), disebutkannya kenaikan gaji itu justru akan memancing problem masalah perekonomian.
Problem tersebut yakni kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di pasaran yang sekarang saja sudah sangat tidak bisa dihentikan. Putri sulung proklamator kemerdekaan RI Bung Karno itu khawatir, pernyataan SBY dalam pidato soal kenaikan gaji itu justru bisa memicu inflasi dan keuangan negara defisit yang semakin membengkak. Karena itu pemerintah diminta menghitung efek ini secara matang.
Pernyataan mantan Presiden RI kelima itu ada benarnya. Kritik itu bisa dimaknai sebagai keprihatinan atas ekses negatif yang selalu muncul yang dirasakan masyarakat banyak setiap pemerintah mengumumkan rencana kenaikan gaji PNS. Yakni kenaikan harga-harga barang atau kebutuhan pokok di pasar. Ironisnya, meroketnya harga-harga hampir selalu berlaku lebih dulu, jauh sebelum kenaikan gaji PNS diterapkan.
Bagi pemerintah, pengumuman rencana kenaikan gaji kepada publik sedini mungkin bisa dianggap sebagai cara efektif untuk menunjukkan perhatian yang tinggi dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri, TNI/Polri, dan para pensiunan, serta guru. Perbaikan pendapatan itu diharapkan agar para pegawai negeri/guru dapat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pelayanan masyarakat/pendidik generasi mendatang bangsa.
Sementara bagi setiap pegawai negeri sipil yang saat ini jumlahnya mencapai 4 juta sampai 5 juta orang, Polri atau TNI, kenaikan gaji sangat ditunggu-tunggu. Belum lagi turunnya gaji ke-13 tiap tahun bagi PNS/TNI/Polri dan pensiunan. Entah didasari atau tidak, pemerintah tampaknya hanya ingin merebut hati 4 juta-5 juta PNS saja. Kenaikan gaji ini hanya memberi tambahan rejeki bagi empat juta orang di Indonesia.
Bagaimana dengan pegawai non PNS yang jumlahnnya diperkirakan mencapai 100 juta lebih dari total jumlah penduduk Indonesia yang menurut hasil Sensus Penduduk terakhir Juni 2010 lalu sudah mencapai 237 juta jiwa? Pastinya mereka hanya 'ngedumel' mendengar pengumuman rencana kenaikan gaji PNS. Sebab, meskipun kenaikan gaji PNS itu baru diberlakukan tahun 2011, tetapi diyakini dalam waktu cepat para pedagang mulai menghitung-hitung angka besaran untuk menaikkan harga barang di pasaran.
Untuk itu, karena lebih banyak mudharatnya bagi ratusan juta penduduk, ke depan apabila pemerintah berencana menaikkan gaji PNS, TNI/Polri sebaiknya tidak usah disebutkan atau diumumkan lebih dulu. Cukuplah pembahasan perhitungan kenaikan gaji PNS dan rencana kapan akan diberlakukan menjadi rahasia negara yang cukup diketahui presiden dan menteri terkait. Cukuplah diumumkan pada bulan ketika gaji sudah mulai naik. (*)
corner, 18 agustus 2010
Misteri Kapolri
SETELAH menghilang sejak Jumat pekan lalu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri (BHD) Senin kemarin hadir di Mabes Polri dan dalam sidang bersama DPR dan DPD di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta untuk mendengarkan pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemunculan kapolri di DPR kemarin, hanya sedikit menjawab 'misteri' keberadaannya. Sebab, Jenderal BHD sedikitpun tidak menjelaskan mengapa dia 'menghilang'. Tentu saja ini masih menyisakan misteri kapolri di tengah-tengah skandal rekaman pembicaraan antara Ade Raharja dan Ary Muladi, dan di tengah klaim-klaim sukses kepolisian membasmi dan menggagalkan terorisme.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal BHD pernah mengatakan di depan Komisi III DPR, bahwa Polri memiliki rekaman percakapan Deputi Direktur Penindakan KPK Ade Raharja dengan Ary Muladi. Begitu juga Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam raker di DPR November 2009 juga mengaku memiliki bukti rekaman itu. Rekaman itu penting karena menjadi bukti menguak dugaan penyuapan pada pimpinan KPK.
Namun hingga tiga kali Pengadilan Tipikor yang menyidangkan perkara Anggodo Widjojo meminta kepada Polri, Polri tidak juga memberikan. Terbaru, Polri menyebutkan bahwa rekaman itu tidak ada, yang ada hanya call data record (CDR) Ade Raharja dan Ary Muladi. Lagi-lagi klaim pihak Polri itu dimentahkan oleh KPK. Sebab dari hasil pemeriksaan bagian pengawasan internal KPK terhadap CDR tersebut tidak ditemukan pembicaraan antara Ade dan Ari. Begitu juga dari pemeriksaan CDR Ari Muladi juga menunjukkan tidak ada kontak ke ponsel Ade.
Tak heran DPR pun merasa dilecehkan oleh Kapolri. Bahkan berbagai pihak, antara lain Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia berpendapat tidak adanya rekaman antara Ade dan Ary membuat kapolri dapat dituding terlibat dalam kriminalisasi pimpinan KPK, khususnya ikut dugaan merekayasa kasus Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Tak adanya rekaman itu semakin menguatkan dugaan adanya rekayasa kasus Bibit-Chandra.
Belum lagi kapolri bisa memberikan penjelasan langsung seputar tidak adanya rekaman Ade-Ary yang pernah diklaimnya ada itu, Jenderal BHD kembali membuat misteri dengan menghilang pada Jumat (13/8) lalu. Hari itu seharusnya kapolri hadir melantik empat perwira tinggi di lingkungan kepolisian. Namun ditunggu-tunggu sampai siang Dia tak datang dan acara pun batal.
Dari sinilah kesimpangsiuaran tentang keberadaan Kapolri dimulai. Semula Wakadiv Humas Mabes Polri Kombes Pol I Ketut Untung Yoga mengatakan Kapolri dipanggil ke Istana. Tapi, Jubir Istana dan Menko Polkam membantah. Menurut penasihat ahli kapolri, Kastorius Sinaga, kapolri Jumat beristirahat seharian di rumah dinasnya, karena sakit muntah-muntah dan kelelahan. Kesimpangsiuran isu memaksa Edward Aritonang angkat suara. Dia membantah seluruh informasi yang berkembang terkait kapolri. "Nggak. Nggak. kapolri baik-baik saja. Beliau sehat," jelas jenderal bintang dua itu.
Pertanyaannya, ada apa dengan Kapolri Jenderal BHD? Untuk mencegah rumor liar terkait menghilangnya kapolri, maka Kapolri BHD harus bicara langsung dan terbuka kepada publik, apa yang sebenarnya terjadi sejak Jumat lalu. Sebab tidak ada seorang pun yang tahu selain Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Tuhan YME. Mengapa dia menghilang, sempat dikatakan sakit tapi dibantah. Pasti ada sesuatu. Bila tidak Kapolri BHD tetap membisu, dia bisa dianggap sembunyi dari publik dan karenanya bisa dicap pengecut.
Mungkinkah, Kepala Polri mengalami tekanan psikis akibat kontroversi rekaman percakapan Ade Raharja dengan Ary Muladi dalam kasus Wakil Ketua KPK Bibit-Chandra, sehingga jatuh sakit, wallahu a'lam. Hanya Kapolri yang bisa memberi penjelasan, bukan anak buahnya yang jawabannya simpang siur, sehingga malah membingungkan publik. (*)
corner, 17 Agustus 2010
Kemunculan kapolri di DPR kemarin, hanya sedikit menjawab 'misteri' keberadaannya. Sebab, Jenderal BHD sedikitpun tidak menjelaskan mengapa dia 'menghilang'. Tentu saja ini masih menyisakan misteri kapolri di tengah-tengah skandal rekaman pembicaraan antara Ade Raharja dan Ary Muladi, dan di tengah klaim-klaim sukses kepolisian membasmi dan menggagalkan terorisme.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal BHD pernah mengatakan di depan Komisi III DPR, bahwa Polri memiliki rekaman percakapan Deputi Direktur Penindakan KPK Ade Raharja dengan Ary Muladi. Begitu juga Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam raker di DPR November 2009 juga mengaku memiliki bukti rekaman itu. Rekaman itu penting karena menjadi bukti menguak dugaan penyuapan pada pimpinan KPK.
Namun hingga tiga kali Pengadilan Tipikor yang menyidangkan perkara Anggodo Widjojo meminta kepada Polri, Polri tidak juga memberikan. Terbaru, Polri menyebutkan bahwa rekaman itu tidak ada, yang ada hanya call data record (CDR) Ade Raharja dan Ary Muladi. Lagi-lagi klaim pihak Polri itu dimentahkan oleh KPK. Sebab dari hasil pemeriksaan bagian pengawasan internal KPK terhadap CDR tersebut tidak ditemukan pembicaraan antara Ade dan Ari. Begitu juga dari pemeriksaan CDR Ari Muladi juga menunjukkan tidak ada kontak ke ponsel Ade.
Tak heran DPR pun merasa dilecehkan oleh Kapolri. Bahkan berbagai pihak, antara lain Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia berpendapat tidak adanya rekaman antara Ade dan Ary membuat kapolri dapat dituding terlibat dalam kriminalisasi pimpinan KPK, khususnya ikut dugaan merekayasa kasus Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Tak adanya rekaman itu semakin menguatkan dugaan adanya rekayasa kasus Bibit-Chandra.
Belum lagi kapolri bisa memberikan penjelasan langsung seputar tidak adanya rekaman Ade-Ary yang pernah diklaimnya ada itu, Jenderal BHD kembali membuat misteri dengan menghilang pada Jumat (13/8) lalu. Hari itu seharusnya kapolri hadir melantik empat perwira tinggi di lingkungan kepolisian. Namun ditunggu-tunggu sampai siang Dia tak datang dan acara pun batal.
Dari sinilah kesimpangsiuaran tentang keberadaan Kapolri dimulai. Semula Wakadiv Humas Mabes Polri Kombes Pol I Ketut Untung Yoga mengatakan Kapolri dipanggil ke Istana. Tapi, Jubir Istana dan Menko Polkam membantah. Menurut penasihat ahli kapolri, Kastorius Sinaga, kapolri Jumat beristirahat seharian di rumah dinasnya, karena sakit muntah-muntah dan kelelahan. Kesimpangsiuran isu memaksa Edward Aritonang angkat suara. Dia membantah seluruh informasi yang berkembang terkait kapolri. "Nggak. Nggak. kapolri baik-baik saja. Beliau sehat," jelas jenderal bintang dua itu.
Pertanyaannya, ada apa dengan Kapolri Jenderal BHD? Untuk mencegah rumor liar terkait menghilangnya kapolri, maka Kapolri BHD harus bicara langsung dan terbuka kepada publik, apa yang sebenarnya terjadi sejak Jumat lalu. Sebab tidak ada seorang pun yang tahu selain Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Tuhan YME. Mengapa dia menghilang, sempat dikatakan sakit tapi dibantah. Pasti ada sesuatu. Bila tidak Kapolri BHD tetap membisu, dia bisa dianggap sembunyi dari publik dan karenanya bisa dicap pengecut.
Mungkinkah, Kepala Polri mengalami tekanan psikis akibat kontroversi rekaman percakapan Ade Raharja dengan Ary Muladi dalam kasus Wakil Ketua KPK Bibit-Chandra, sehingga jatuh sakit, wallahu a'lam. Hanya Kapolri yang bisa memberi penjelasan, bukan anak buahnya yang jawabannya simpang siur, sehingga malah membingungkan publik. (*)
corner, 17 Agustus 2010
Insinden Perbatasan
UNTUK kesekian kalinya terjadi insiden di perbatasan antara dua negeri serumpun; Indonesia dan Malaysia. Kali ini sekitar 10 petugas pengawas perikanan dari Dinas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kepulauan Riau (Kepri) terlibat insiden kontak bersenjata dengan Petugas Marine Police Malaysia di wilayah Perairan Tanjung Berakit Pulau Bintan, Kepri, Jumat (13/8) malam.
Polisi Malaysia sempat menembaki kapal patroli DKKP yang hendak mengamankan tujuh nelayan asal Malaysia setelah kedapatan melakukan illegal fishing di Perairan Bintan. Buntut dari insiden tersebut, tiga petugas pengawas perikanan Dinas KKP kini ditahan di Malaysia. Sebaliknya, tujuh nelayan Malaysia yang mengaku terbawa ombak dan tidak tahu posisinya di mana saat berada di perairan Berakit kini ditahan di Mapolda Kepri.
Insiden berawal ketika aparat KKP yang sedang berpatroli di wilayah perairan utara Pulau Bintan sekitar pukul 21.00 WIB, mendapati lima buah kapal nelayan asal Malaysia. Saat itu pula petugas yang menggunakan kapal patroli Dolphin 015 berusaha menangkap nelayan-nelayan tersebut. Setelah dikejar, kapal Dolphin pun berhasil merapat. Malam itu juga tujuh nelayan bersama lima kapal miliknya akan dibawa ke Batam untuk diproses secara hukum.
Sementara tiga petugas KKP berpindah ke kapal milik nelayan untuk membawanya ke Batam sebagai barang bukti dalam tindak kejahatan illegal fishing. Namun berselang sekitar 45 menit perjalanan menuju Pulau Batam, tiba-tiba mereka disergap sebuah kapal patroli dari Police Marine Malaysia (PMM) yang masuk wilayah Indonesia untuk pembebasan tujuh nelayan yang telah diamankan kapal KKP. Karena pihak KKP tak mau menyerahkan, pihak PPM langsung melepaskan tembakan ke udara sebelum menangkap tiga petugas KKP dan membawanya ke Johor Malaysia beserta lima kapal nelayan yang gagal dibawa ke Batam.
Jajaran Ditpolair Polda Kepri langsung melakukan negosiasi untuk melepaskan para tahanan tersebut dengan menghubungi Polisi Diraja Malaysia. Namun mereka menjawab bahwa urusan pembebasan bukan lagi menjadi tanggung jawab antara polisi dua negara. Namun proses hukumnya sudah mengarah pada hubungan bilateral kedua negara, melalui Departemen Luar Negeri.
Insiden di perbatasan negeri jiran yang diwarnai dengan aksi kekerasan berupa penembakan terhadap aparat KKP Kepri oleh Polisi Diraja Malaysia di wilayah perairan Indonesia tersebut menunjukkan adanya arogansi negeri jiran tersebut. Sebab meskipun maksudnya untuk membebaskan nelayan warga negaranya yang ditangkap aparat Kepri karena melakukan illegal fishing, tetapi dengan mereka nekat memasuki wilayah perairan Indonesia dan menangkap tiga petugas KKP menunjukkan watak asli rezim negeri jiran tersebut.
Seperti diketahui, insiden-insiden yang terjadi di perbatasan kedua negara serumpun ini, antara lain di perairan Ambalat Kalimantan Timur selalu didahului dengan provokasi dari kapal- kapal Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Karena itu sudah sepantasnya pemerintah RI mengirim nota protes kepada pemerintah Malaysia, karena telah melanggar aturan perbatasan.
Kita mengapresiasi sikap Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang bertindak cepat dengan memerintahkan anak buahnya di Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dan Konsulat Jenderal RI di Johor Baru untuk menangani kasus penangkapan sekaligus mengupayakan pembebasan tiga petugas KKP Kepri yang ditangkap PMM saat patroli di wilayah perairan Indonesia. Kita harus bersikap tegas terhadap Malaysia, agar mereka tidak memandang remeh Indonesia.
Insiden perbatasan ini menjadi momentum untuk merundingkan kembali permasalahan perbatasan yang tak kunjung tuntas antara kedua negara yang berbatasan laut dan daratan itu. Proses perundingan didalamnya harus didukung oleh bargaining position yang kuat yaitu pertahanan. Artinya pertahanan sebagai alat diplomasi yang tidak hanya dimaknai sebagai tujuan perang tetapi juga sebagai sarana perdamaian untuk tercapainya kesejahteraan. (*)
corner, 15 Agustus 2010
UNTUK kesekian kalinya terjadi insiden di perbatasan antara dua negeri serumpun; Indonesia dan Malaysia. Kali ini sekitar 10 petugas pengawas perikanan dari Dinas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kepulauan Riau (Kepri) terlibat insiden kontak bersenjata dengan Petugas Marine Police Malaysia di wilayah Perairan Tanjung Berakit Pulau Bintan, Kepri, Jumat (13/8) malam.
Polisi Malaysia sempat menembaki kapal patroli DKKP yang hendak mengamankan tujuh nelayan asal Malaysia setelah kedapatan melakukan illegal fishing di Perairan Bintan. Buntut dari insiden tersebut, tiga petugas pengawas perikanan Dinas KKP kini ditahan di Malaysia. Sebaliknya, tujuh nelayan Malaysia yang mengaku terbawa ombak dan tidak tahu posisinya di mana saat berada di perairan Berakit kini ditahan di Mapolda Kepri.
Insiden berawal ketika aparat KKP yang sedang berpatroli di wilayah perairan utara Pulau Bintan sekitar pukul 21.00 WIB, mendapati lima buah kapal nelayan asal Malaysia. Saat itu pula petugas yang menggunakan kapal patroli Dolphin 015 berusaha menangkap nelayan-nelayan tersebut. Setelah dikejar, kapal Dolphin pun berhasil merapat. Malam itu juga tujuh nelayan bersama lima kapal miliknya akan dibawa ke Batam untuk diproses secara hukum.
Sementara tiga petugas KKP berpindah ke kapal milik nelayan untuk membawanya ke Batam sebagai barang bukti dalam tindak kejahatan illegal fishing. Namun berselang sekitar 45 menit perjalanan menuju Pulau Batam, tiba-tiba mereka disergap sebuah kapal patroli dari Police Marine Malaysia (PMM) yang masuk wilayah Indonesia untuk pembebasan tujuh nelayan yang telah diamankan kapal KKP. Karena pihak KKP tak mau menyerahkan, pihak PPM langsung melepaskan tembakan ke udara sebelum menangkap tiga petugas KKP dan membawanya ke Johor Malaysia beserta lima kapal nelayan yang gagal dibawa ke Batam.
Jajaran Ditpolair Polda Kepri langsung melakukan negosiasi untuk melepaskan para tahanan tersebut dengan menghubungi Polisi Diraja Malaysia. Namun mereka menjawab bahwa urusan pembebasan bukan lagi menjadi tanggung jawab antara polisi dua negara. Namun proses hukumnya sudah mengarah pada hubungan bilateral kedua negara, melalui Departemen Luar Negeri.
Insiden di perbatasan negeri jiran yang diwarnai dengan aksi kekerasan berupa penembakan terhadap aparat KKP Kepri oleh Polisi Diraja Malaysia di wilayah perairan Indonesia tersebut menunjukkan adanya arogansi negeri jiran tersebut. Sebab meskipun maksudnya untuk membebaskan nelayan warga negaranya yang ditangkap aparat Kepri karena melakukan illegal fishing, tetapi dengan mereka nekat memasuki wilayah perairan Indonesia dan menangkap tiga petugas KKP menunjukkan watak asli rezim negeri jiran tersebut.
Seperti diketahui, insiden-insiden yang terjadi di perbatasan kedua negara serumpun ini, antara lain di perairan Ambalat Kalimantan Timur selalu didahului dengan provokasi dari kapal- kapal Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Karena itu sudah sepantasnya pemerintah RI mengirim nota protes kepada pemerintah Malaysia, karena telah melanggar aturan perbatasan.
Kita mengapresiasi sikap Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang bertindak cepat dengan memerintahkan anak buahnya di Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dan Konsulat Jenderal RI di Johor Baru untuk menangani kasus penangkapan sekaligus mengupayakan pembebasan tiga petugas KKP Kepri yang ditangkap PMM saat patroli di wilayah perairan Indonesia. Kita harus bersikap tegas terhadap Malaysia, agar mereka tidak memandang remeh Indonesia.
Insiden perbatasan ini menjadi momentum untuk merundingkan kembali permasalahan perbatasan yang tak kunjung tuntas antara kedua negara yang berbatasan laut dan daratan itu. Proses perundingan didalamnya harus didukung oleh bargaining position yang kuat yaitu pertahanan. Artinya pertahanan sebagai alat diplomasi yang tidak hanya dimaknai sebagai tujuan perang tetapi juga sebagai sarana perdamaian untuk tercapainya kesejahteraan. (*)
corner, 15 Agustus 2010
Mewaspadai Daging Oplosan
MENYAMBUT bulan puasa Ramadan dan lebaran tahun ini, warga Batam dan sekitarnya dipusingkan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama daging sapi dan daging ayam yang mengalami kenaikan tinggi, rata-rata Rp 10 ribu dalam dua hari belakangan. Harga daging sapi segar dibandrol pedagang kisaran Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram (kg), dari sebelumnya di kisaran Rp 60 ribu hingga Rp 65 ribuan. Daging ayam potong pada kisaran Rp 33 ribu dari sebelumnya Rp 25 ribu.
Kekhawatiran semakin bertambah, menyusul minimnya pasokan daging tersebut yang menyusut hingga 80 persen. Minimnya pasokan daging ini akibat dari kebijakan pemerintah yang menerapkan kuota impor terhitung awal September 2010 mendatang. Para importir di Batam memperkirakan harga daging sapi bakal naik mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram. Aturan ini berlaku di seluruh Indonesia, kecuali bagi Batam dimana diatur dalam bentuk jumlah atau kuota impor daging yang diperbolehkan pada kisaran 120 ton per enam bulan untuk seluruh importir.
Kuota yang hanya 120 ton ini masih akan dibagi lagi untuk delapan perusahaan importir daging di Batam. Setelah di bagi, maka kami satu importir hanya mendapatkan 20 ton untuk 6 bulan. Padahal sebelumnya rata-rata satu importir memasok 300 ton daging untuk 6 bulan. Ini jelas akan berdampak pada pasokan daging sapi menjelang Idul Fitri mendatang. Karena itu mereka langsung mengajukan permohonan penambahan kuota impor daging ke Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian.
Namun dampak dari kenaikan atau berkurang daging sapi impor dan segar di Batam ini diperkirakan akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum nakal, baik oknum aparat atau perorangan untuk memasukkan daging impor secara ilegal, sehingga diperkirakan penyelundupan daging bakal marak.
Maraknya penyelundupan daging sapi ilegal inilah yang perlu diwaspadai. Sebab, tidak menutup kemungkinan daging impor ilegal itu, khususnya daging merek Allana yang datang dari negara seperti Malaysia, India, dan Brazil yang belum bebas dari penyakit kuku dan mulut (PKM). Apalagi beberapa pedagang daging sapi yang dihubungi koran ini mengakui mencampur atau mengoplos daging tersebut dengan daging segar atau daging lokal sehingga pembeli sulit membedakan.
Di samping itu dikhawatirkan, di satu sisi pasokan dan kuota daging sapi berkurang, di sisi lain permintaan masyarakat yang daging tinggi akan dimanfaatkan para pedagang untuk menggunakan formalin, bahan yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, untuk mengawetkan dagangannya atau menjual daging gelonggongan. Memang sejauh ini belum ditemukan kasus penjualan daging berformalin atau daging gelonggongan (daging diisi air agar beratnya bertambah), namun apa salahnya kita waspada.
Untuk itulah Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pedagang di setiap pasar, dan tempat penyimpanan daging milik importir. Warga juga perlu berhati- hati dengan daging oplosan ini. Biasakan memilih dengan cermat dan ekstra hati-hati saat membeli daging agar tidak salah beli daging yang dilarang beredar, dan jangan hanya menurut pada pilihan pedagang. Jika warna daging sapi yang akan dibeli lebih pekat merahnya, maka diimbau untuk tidak membelinya.
Pilihlah daging sapi dengan warna merah muda yang merupakan daging segar. Selain itu konsistennya kenyal dan aromatisnya masih segar jika dicium. Kemudian masbling atau lemaknya lebih sedikit, dan jika digantung maka cairannya lebih sedikit yang jatuh jika dibandingkan dengan daging ilegal. (*)
corner, 13 Agustus 2010
MENYAMBUT bulan puasa Ramadan dan lebaran tahun ini, warga Batam dan sekitarnya dipusingkan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama daging sapi dan daging ayam yang mengalami kenaikan tinggi, rata-rata Rp 10 ribu dalam dua hari belakangan. Harga daging sapi segar dibandrol pedagang kisaran Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram (kg), dari sebelumnya di kisaran Rp 60 ribu hingga Rp 65 ribuan. Daging ayam potong pada kisaran Rp 33 ribu dari sebelumnya Rp 25 ribu.
Kekhawatiran semakin bertambah, menyusul minimnya pasokan daging tersebut yang menyusut hingga 80 persen. Minimnya pasokan daging ini akibat dari kebijakan pemerintah yang menerapkan kuota impor terhitung awal September 2010 mendatang. Para importir di Batam memperkirakan harga daging sapi bakal naik mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram. Aturan ini berlaku di seluruh Indonesia, kecuali bagi Batam dimana diatur dalam bentuk jumlah atau kuota impor daging yang diperbolehkan pada kisaran 120 ton per enam bulan untuk seluruh importir.
Kuota yang hanya 120 ton ini masih akan dibagi lagi untuk delapan perusahaan importir daging di Batam. Setelah di bagi, maka kami satu importir hanya mendapatkan 20 ton untuk 6 bulan. Padahal sebelumnya rata-rata satu importir memasok 300 ton daging untuk 6 bulan. Ini jelas akan berdampak pada pasokan daging sapi menjelang Idul Fitri mendatang. Karena itu mereka langsung mengajukan permohonan penambahan kuota impor daging ke Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian.
Namun dampak dari kenaikan atau berkurang daging sapi impor dan segar di Batam ini diperkirakan akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum nakal, baik oknum aparat atau perorangan untuk memasukkan daging impor secara ilegal, sehingga diperkirakan penyelundupan daging bakal marak.
Maraknya penyelundupan daging sapi ilegal inilah yang perlu diwaspadai. Sebab, tidak menutup kemungkinan daging impor ilegal itu, khususnya daging merek Allana yang datang dari negara seperti Malaysia, India, dan Brazil yang belum bebas dari penyakit kuku dan mulut (PKM). Apalagi beberapa pedagang daging sapi yang dihubungi koran ini mengakui mencampur atau mengoplos daging tersebut dengan daging segar atau daging lokal sehingga pembeli sulit membedakan.
Di samping itu dikhawatirkan, di satu sisi pasokan dan kuota daging sapi berkurang, di sisi lain permintaan masyarakat yang daging tinggi akan dimanfaatkan para pedagang untuk menggunakan formalin, bahan yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, untuk mengawetkan dagangannya atau menjual daging gelonggongan. Memang sejauh ini belum ditemukan kasus penjualan daging berformalin atau daging gelonggongan (daging diisi air agar beratnya bertambah), namun apa salahnya kita waspada.
Untuk itulah Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pedagang di setiap pasar, dan tempat penyimpanan daging milik importir. Warga juga perlu berhati- hati dengan daging oplosan ini. Biasakan memilih dengan cermat dan ekstra hati-hati saat membeli daging agar tidak salah beli daging yang dilarang beredar, dan jangan hanya menurut pada pilihan pedagang. Jika warna daging sapi yang akan dibeli lebih pekat merahnya, maka diimbau untuk tidak membelinya.
Pilihlah daging sapi dengan warna merah muda yang merupakan daging segar. Selain itu konsistennya kenyal dan aromatisnya masih segar jika dicium. Kemudian masbling atau lemaknya lebih sedikit, dan jika digantung maka cairannya lebih sedikit yang jatuh jika dibandingkan dengan daging ilegal. (*)
corner, 13 Agustus 2010
Efek Domino Pemanasan Global
BELAKANGAN ini telah terjadi beberapa bencana yang oleh para ilmuwan dikaitkan dengan pemanasan global, berupa perubahan ekstrem cuaca yang antara lain menimbulkan gelombang panas dan kebakaran hutan di Rusia serta bencana banjir dahsyat di beberapa negara Asia. Bencana banjir bandang di Pakistan telah memakan korban tewas lebih dari 1.500 orang, di Cina 2000 orang kehilangan tempat tinggal, 130 orang tewas.
Sebuah penelitian terbaru dari Universitas Colorado (UC) Boulder menunjukkan iklim yang makin panas yang memicu naiknya permukaan laut secara regional adalah ancaman bagi para penduduk di daerah pesisir. Permukaan laut di wilayah Samudera Hindia mengalami kenaikan signifikan -- sebagai akibat dari makin banyaknya gas rumah kaca -- sebagai hasil dari aktivitas manusia -- yang dilepaskan ke atmosfer.
Hasil studi tim peneliti dari UC itu menunjukkan efek pemanasan antropogenik di kolam hangat Indo-Pasifik bisa mengakibatkan pulau-pulau seperti Kepulauan Mascarenhas, pantai Indonesia, Sumatera dan Samudera Hindia bagian utara berpotensi mengalami kenaikan permukaan laut secara signifikan, dari rata-rata global.
Kabar terbaru yang dilansir Associated Press dan dikutip vivanews Rabu (11/8), sebuah bongkahan es berukuran hampir setengahnya Jakarta mengapung di Laut Arktik di Kutub Utara setelah memisahkan diri dari sebuah gletser di Greenland. Dua fasilitas yang kemungkinan berada di jalur yang akan dilewati bongkahan es raksasa ini adalah kilang minyak dan jalur pelayaran.
Kerusakan yang bisa ditimbulkan belum bisa diperkirakan. Dalam skenario terburuk, bongkahan es ini akan mencapai kawasan perairan padat lalu lintas di mana bongkahan es lain dari Greenland pernah menenggelamkan kapal Titanic pada 1912. Beberapa gambar menampilkan bongkahan es berukuran 260 kilometer persegi tersebut. Bongkahan itu terlepas dari dataran es Greenland, sumber air segar yang apabila mencair akan menaikkan level permukaan air laut global sebesar enam meter.
Pemanasan global yang menimbulkan gelombang panas di Rusia utara sampai ibukota negara Rusia, Moskow mencapai sekitar 40 derajat celcius telah menimbulkan kebakaran hebat hutan dan ladang gandum. Wilayah Rusia utara yang selama ini lebih dikenal sebagai daerah dingin dan lebih banyak tertutup oleh salju itu pun tiba-tiba kini berubah menjadi daerah panas.
Dampak dari gelombang panas itu bukan hanya dirasakan oleh rakyat Rusia, tetapi penduduk belahan dunia lainnya, termasuk Indonesia. Sebab buruknya cuaca tersebut telah mengakibatkan gagal panen gandum di Rusia yang merupakan produsen gandum terbesar ketiga dunia setelah Amerika Serikat dan Kanada. Sehingga Rusia mengambil sikap melarang ekspor gandum mulai 15 Agustus sampai akhir 2010.
Krisis gandum di Rusia melahirkan efek domino bagi kenaikan harga pangan. Di Indonesia, harga terigu diprediksi naik sekitar 10 persen Kenaikan harga gandum ini pantas diwaspadai. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adi Lukman memprediksi kenaikan harga gandum juga akan memicu naiknya harga komoditas subsitusinya, seperti jagung dan kedelai (Kontan, 11/8).
Jika ini terjadi maka bukan hanya produk makanan berbagai bahan terigu, seperti mie instan dan biskuit yang akan naik, tapi juga harga daging dan telur. Sebab industri pakan ternak juga pakai gandum sebagai bahan baku. Karena itu bersiap-siaplah menghadapi melonjaknya harga berbagai bahan pangan, serta perubahan cuaca yang tak menentu. (*)
corner, 12 Agustus 2010
Sebuah penelitian terbaru dari Universitas Colorado (UC) Boulder menunjukkan iklim yang makin panas yang memicu naiknya permukaan laut secara regional adalah ancaman bagi para penduduk di daerah pesisir. Permukaan laut di wilayah Samudera Hindia mengalami kenaikan signifikan -- sebagai akibat dari makin banyaknya gas rumah kaca -- sebagai hasil dari aktivitas manusia -- yang dilepaskan ke atmosfer.
Hasil studi tim peneliti dari UC itu menunjukkan efek pemanasan antropogenik di kolam hangat Indo-Pasifik bisa mengakibatkan pulau-pulau seperti Kepulauan Mascarenhas, pantai Indonesia, Sumatera dan Samudera Hindia bagian utara berpotensi mengalami kenaikan permukaan laut secara signifikan, dari rata-rata global.
Kabar terbaru yang dilansir Associated Press dan dikutip vivanews Rabu (11/8), sebuah bongkahan es berukuran hampir setengahnya Jakarta mengapung di Laut Arktik di Kutub Utara setelah memisahkan diri dari sebuah gletser di Greenland. Dua fasilitas yang kemungkinan berada di jalur yang akan dilewati bongkahan es raksasa ini adalah kilang minyak dan jalur pelayaran.
Kerusakan yang bisa ditimbulkan belum bisa diperkirakan. Dalam skenario terburuk, bongkahan es ini akan mencapai kawasan perairan padat lalu lintas di mana bongkahan es lain dari Greenland pernah menenggelamkan kapal Titanic pada 1912. Beberapa gambar menampilkan bongkahan es berukuran 260 kilometer persegi tersebut. Bongkahan itu terlepas dari dataran es Greenland, sumber air segar yang apabila mencair akan menaikkan level permukaan air laut global sebesar enam meter.
Pemanasan global yang menimbulkan gelombang panas di Rusia utara sampai ibukota negara Rusia, Moskow mencapai sekitar 40 derajat celcius telah menimbulkan kebakaran hebat hutan dan ladang gandum. Wilayah Rusia utara yang selama ini lebih dikenal sebagai daerah dingin dan lebih banyak tertutup oleh salju itu pun tiba-tiba kini berubah menjadi daerah panas.
Dampak dari gelombang panas itu bukan hanya dirasakan oleh rakyat Rusia, tetapi penduduk belahan dunia lainnya, termasuk Indonesia. Sebab buruknya cuaca tersebut telah mengakibatkan gagal panen gandum di Rusia yang merupakan produsen gandum terbesar ketiga dunia setelah Amerika Serikat dan Kanada. Sehingga Rusia mengambil sikap melarang ekspor gandum mulai 15 Agustus sampai akhir 2010.
Krisis gandum di Rusia melahirkan efek domino bagi kenaikan harga pangan. Di Indonesia, harga terigu diprediksi naik sekitar 10 persen Kenaikan harga gandum ini pantas diwaspadai. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adi Lukman memprediksi kenaikan harga gandum juga akan memicu naiknya harga komoditas subsitusinya, seperti jagung dan kedelai (Kontan, 11/8).
Jika ini terjadi maka bukan hanya produk makanan berbagai bahan terigu, seperti mie instan dan biskuit yang akan naik, tapi juga harga daging dan telur. Sebab industri pakan ternak juga pakai gandum sebagai bahan baku. Karena itu bersiap-siaplah menghadapi melonjaknya harga berbagai bahan pangan, serta perubahan cuaca yang tak menentu. (*)
corner, 12 Agustus 2010
Ramadan dan Sadar Zakat
IBADAH puasa Ramadan 1431 H yang insyaallah akan diawali pada Rabu, 11 Agustus selain bisa menjadi sarana untuk pematangan emosi, intelektual, dan spiritual, juga mendorong kita matang berkomunikasi secara sosial. Puasa memotivasi kita untuk melakukan kesalehan sosial, mengajarkan kebajikan, berperilaku produktif, berlatih sabar, dan memberi maaf.
Dan setiap Ramadan tiba, maka yang menjadi bahan perbincangan tentu saja perubahan perilaku manusianya. Umat Islam diminta untuk hijrah, dari kesalehan individu meningkat menjadi kesalehan sosial. Antara lain dengan membantu kaum lemah/dhuafa dan mendorong bagi terciptanya lingkungan yang sehat secara lahir maupun batiniahnya.
Karena itu umat Islam yang telah memenuhi syarat diwajibkan untuk melaksanakan zakat. Sayangnya, pemahaman dan kesadaran umat tentang kewajiban menunaikan zakat, dan pemahaman para pengelola dana zakat untuk menggalang dan memanfaatkan dana zakat sejauh ini masih rendah. Umat Islam baru memperbincangkan zakat ketika Ramadan tiba.
Tak heran bila hingga saat ini, peran zakat dalam membangun kesejahteraan masyarakat masih sangat kurang. Padahal, potensi zakat ini sangat besar. Contoh, potensi zakat di kota Batam diperkirakan mencapai sekitar 35 miliar per tahun, tetapi yang sudah terkumpul baru sekitar 17 miliar pertahunnya.
Maraknya lembaga amil zakat akhir-akhir ini yang bahkan ada yang mengiklankan lembaganya melalui televisi belumlah menjadikan pemahaman umat Islam terhadap zakat meningkat. Salah satu indikasinya, umat Islam umumnya baru membayarkan zakatnya pada bulan Ramadan.
Padahal zakat harta (maal) yang diperuntukkan bagi delapan asnaf, yakni fakir, miskin, amil, muaallaf, ghorim (penghutang), sabilillah, ibnu sabil, dan hamba sahaya harus dikeluarkan pada masa tertentu dan tidak mesti pas di bulan Ramadan.
Berbeda halnya dengan zakat fitrah yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan dan utamanya pada malam Idul Fitri. Zakat fitrah, entah berupa bahan makanan pokok atau uang, harus disalurkan pada saat itu juga dan tidak boleh ditunda. Dan penerima zakat fitrah ini tertentu pada fakir miskin saja.
Bila zakat fitrah hanya membutuhkan panitia saja yang bertugas menghimpun dan menyalurkan untuk lingkup masyarakat yang kecil seperti kelurahan, untuk zakat maal inilah yang membutuhkan amil. Selanjutnya amil yang menentukan pola penyalurannya
Pertanyaannya, mengapa pemahaman dan kesadaran tentang kewajiban zakat ini umumnya baru muncul saat Ramadan, sehingga potensi zakat yang demikian besar menjadi tidak tergarap?
Bisa jadi lembaga-lembaga zakatnya hanya buka jika memasuki bulan Ramadan, kecuali untuk lembaga amil zakat yang sudah mempunyai jaringan nasional. sehingga umat kesulitan juga untuk menyalurkan zakatnya. Contoh, ketika musim panen tiba. Tidak ada yang nama lembaga zakat terdekat atau di lingkungan petani. Akhirnya, petani yang ingat akan kewajibannya, membagikan zakat kepada siapa saja yang menurutnya layak menerima.
Selanjutnya jika ada yang hendak menunaikan zakat perniagaan atau zakat harta, kemana mereka mau menyalurkan? Karena kurang sosialisasi tentang zakat dan cara penyalurannya serta minimnya lembaga atau katakanlah konter-konter zakat di daerah, wajar bila giliran pada mau zakat bingung.
Kini untuk menarik masyarakat agar mau mengeluarkan zakat tidaklah cukup dengan ceramah saja, tapi harus kreatif memanfaatkan media. Sebab banyak orang yang mau berzakat tapi tidak tahu harus melalui badan apa. Momentum bulan Ramadan ini bisa dimanfaatkan oleh ormas-ormas Islam semacam NU atau Muhammadiyah dan lainnya untuk membangun kembali kesadaran umat Islam untuk berzakat, dan bertindak konkret dengan membentuk konter-konter zakat, yang online tiap hari. Baik di mal-mal, super market atau tempat-tempat yang dianggap strategis sampai ke pelosok-pelosok desa. Akhirnya selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan, dan menghitung-hitung kembali kewajiban zakat yang harus dibayarkan. (*)
corner, 10 Agustus 2010
Dan setiap Ramadan tiba, maka yang menjadi bahan perbincangan tentu saja perubahan perilaku manusianya. Umat Islam diminta untuk hijrah, dari kesalehan individu meningkat menjadi kesalehan sosial. Antara lain dengan membantu kaum lemah/dhuafa dan mendorong bagi terciptanya lingkungan yang sehat secara lahir maupun batiniahnya.
Karena itu umat Islam yang telah memenuhi syarat diwajibkan untuk melaksanakan zakat. Sayangnya, pemahaman dan kesadaran umat tentang kewajiban menunaikan zakat, dan pemahaman para pengelola dana zakat untuk menggalang dan memanfaatkan dana zakat sejauh ini masih rendah. Umat Islam baru memperbincangkan zakat ketika Ramadan tiba.
Tak heran bila hingga saat ini, peran zakat dalam membangun kesejahteraan masyarakat masih sangat kurang. Padahal, potensi zakat ini sangat besar. Contoh, potensi zakat di kota Batam diperkirakan mencapai sekitar 35 miliar per tahun, tetapi yang sudah terkumpul baru sekitar 17 miliar pertahunnya.
Maraknya lembaga amil zakat akhir-akhir ini yang bahkan ada yang mengiklankan lembaganya melalui televisi belumlah menjadikan pemahaman umat Islam terhadap zakat meningkat. Salah satu indikasinya, umat Islam umumnya baru membayarkan zakatnya pada bulan Ramadan.
Padahal zakat harta (maal) yang diperuntukkan bagi delapan asnaf, yakni fakir, miskin, amil, muaallaf, ghorim (penghutang), sabilillah, ibnu sabil, dan hamba sahaya harus dikeluarkan pada masa tertentu dan tidak mesti pas di bulan Ramadan.
Berbeda halnya dengan zakat fitrah yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan dan utamanya pada malam Idul Fitri. Zakat fitrah, entah berupa bahan makanan pokok atau uang, harus disalurkan pada saat itu juga dan tidak boleh ditunda. Dan penerima zakat fitrah ini tertentu pada fakir miskin saja.
Bila zakat fitrah hanya membutuhkan panitia saja yang bertugas menghimpun dan menyalurkan untuk lingkup masyarakat yang kecil seperti kelurahan, untuk zakat maal inilah yang membutuhkan amil. Selanjutnya amil yang menentukan pola penyalurannya
Pertanyaannya, mengapa pemahaman dan kesadaran tentang kewajiban zakat ini umumnya baru muncul saat Ramadan, sehingga potensi zakat yang demikian besar menjadi tidak tergarap?
Bisa jadi lembaga-lembaga zakatnya hanya buka jika memasuki bulan Ramadan, kecuali untuk lembaga amil zakat yang sudah mempunyai jaringan nasional. sehingga umat kesulitan juga untuk menyalurkan zakatnya. Contoh, ketika musim panen tiba. Tidak ada yang nama lembaga zakat terdekat atau di lingkungan petani. Akhirnya, petani yang ingat akan kewajibannya, membagikan zakat kepada siapa saja yang menurutnya layak menerima.
Selanjutnya jika ada yang hendak menunaikan zakat perniagaan atau zakat harta, kemana mereka mau menyalurkan? Karena kurang sosialisasi tentang zakat dan cara penyalurannya serta minimnya lembaga atau katakanlah konter-konter zakat di daerah, wajar bila giliran pada mau zakat bingung.
Kini untuk menarik masyarakat agar mau mengeluarkan zakat tidaklah cukup dengan ceramah saja, tapi harus kreatif memanfaatkan media. Sebab banyak orang yang mau berzakat tapi tidak tahu harus melalui badan apa. Momentum bulan Ramadan ini bisa dimanfaatkan oleh ormas-ormas Islam semacam NU atau Muhammadiyah dan lainnya untuk membangun kembali kesadaran umat Islam untuk berzakat, dan bertindak konkret dengan membentuk konter-konter zakat, yang online tiap hari. Baik di mal-mal, super market atau tempat-tempat yang dianggap strategis sampai ke pelosok-pelosok desa. Akhirnya selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan, dan menghitung-hitung kembali kewajiban zakat yang harus dibayarkan. (*)
corner, 10 Agustus 2010
Preseden Buruk Pemilukada
PERKEMBANGAN demokrasi kita terkait perilaku korupsi, khususnya dalam penyelenggaraan pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) langsung kian mengkhawatirkan. Praktik politik uang terjadi di hampir dalam semua pemilukada. Biasanya para kandidat melakukan politik uang, baik menjelang kampanye, saat kampanye maupun menjelang pemilihan. Indikasinya, setidaknya terlihat dari perkara pemilukada yang masuk di Mahkamah Konstitusi, semua mengandung kecurangan terkait pemberian uang atau natura.
Selain itu butuh biaya yang besar, dan besarnya biaya kampanye seringkali tak wajar, yang bila dihitung tidak sebanding dengan penghasilan sebagai kepala daerah. Hakim konstitusi Hamdan Zoelva menyebutkan pemilukada yang berlangsung saat ini merupakan wujud demokrasi yang minus aturan. Demokrasi tanpa aturan sama dengan tirani (Kompas, 7/8/2010).
Bahkan, kini muncul satu fenomena yang memprihatinkan, yakni partisipasi incumbent (kepala daerah yang ikut dalam pemilihan) yang terjerat kasus korupsi membuktikan bahwa pemilukada masih memberi ruang bagi koruptor. Ironisnya, meskipun sudah ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka, mereka tetap terpilih sebagai pemenang pemilukada.
Indonesia Corruption Watch mencatat, setidaknya terdapat lima incumbent yang menjadi tersangka korupsi dan memenangi pemilukada periode 2010-2015. Mereka adalah Bupati Rembang Mochamad Salim, Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, Bupati Lampung Timur Satono, Wakil Bupati Bangka Selatan Jamro H Jalil, dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin. Sebagian dari tersangka kasus korupsi yang menang dalam Pemilukada 2010 itu sudah dilantik oleh Mendagri Gamawan Fauzi.
Tentu saja ini merupakan preseden buruk demokrasi di tingkat lokal karena Pemilukada masih memberikan ruang untuk koruptor dan gagal menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pemilukada belum berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik, bersih, dan jujur. Bahkan, banyak sekali kepala daerah hasil Pemilukada yang menjadi tersangka atau terdakwa saat masih menjabat.
Masalahnya, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi acuan pelaksanaan Pemilukada juga memberi ruang bagi para koruptor untuk tampil kembali sebagai calon kepala daerah. Bagaimana mungkin pemimpin yang mempunyai cacat integritas dapat memimpin pemerintah yang bersih dan sejahtera.
Wajar bila publik khawatir kepala daerah tersebut akan mengulangi tindak korupsi karena merasa dilegalkan dan dilindungi oleh Negara. Dengan kekuasaan yang mereka pegang kembali, para tersangka bukan tidak mungkin akan berupaya mengangkangi hukum hingga bebas dari segala sangkaan dan tuduhan.
Untuk itu ke depan diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk menentukan seseorang bisa memenuhi syarat sebagai calon yang akan bertarung dalam pemilukada. Para legislator perlu didorong untuk mengambil inisiatif merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi acuan pelaksanaan Pemilukada agar tidak memberi ruang bagi seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka untuk maju dalam pemilukada.
Selanjutnya rambu-rambu disertai sanksi yang tegas untuk mencegah terjadinya praktik korupsi pada saat acara demokrasi lima tahunan di tingkat lokal itu perlu dipertegas di dalam regulasi yang baru. Seperti penggunaan anggaran negara, manipulasi dana kampanye, dan politik uang. Kebiasaan buruk yang dipelihara dalam roda demokrasi di tingkat lokal ini harus dikikis. Sehingga sistem pemilukada langsung yang bertujuan menciptakan pemerintahan yang demokratis dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat bisa diwujudkan. Semoga. (*)
corner, 9 Agustus 2010
Selain itu butuh biaya yang besar, dan besarnya biaya kampanye seringkali tak wajar, yang bila dihitung tidak sebanding dengan penghasilan sebagai kepala daerah. Hakim konstitusi Hamdan Zoelva menyebutkan pemilukada yang berlangsung saat ini merupakan wujud demokrasi yang minus aturan. Demokrasi tanpa aturan sama dengan tirani (Kompas, 7/8/2010).
Bahkan, kini muncul satu fenomena yang memprihatinkan, yakni partisipasi incumbent (kepala daerah yang ikut dalam pemilihan) yang terjerat kasus korupsi membuktikan bahwa pemilukada masih memberi ruang bagi koruptor. Ironisnya, meskipun sudah ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka, mereka tetap terpilih sebagai pemenang pemilukada.
Indonesia Corruption Watch mencatat, setidaknya terdapat lima incumbent yang menjadi tersangka korupsi dan memenangi pemilukada periode 2010-2015. Mereka adalah Bupati Rembang Mochamad Salim, Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, Bupati Lampung Timur Satono, Wakil Bupati Bangka Selatan Jamro H Jalil, dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin. Sebagian dari tersangka kasus korupsi yang menang dalam Pemilukada 2010 itu sudah dilantik oleh Mendagri Gamawan Fauzi.
Tentu saja ini merupakan preseden buruk demokrasi di tingkat lokal karena Pemilukada masih memberikan ruang untuk koruptor dan gagal menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pemilukada belum berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik, bersih, dan jujur. Bahkan, banyak sekali kepala daerah hasil Pemilukada yang menjadi tersangka atau terdakwa saat masih menjabat.
Masalahnya, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi acuan pelaksanaan Pemilukada juga memberi ruang bagi para koruptor untuk tampil kembali sebagai calon kepala daerah. Bagaimana mungkin pemimpin yang mempunyai cacat integritas dapat memimpin pemerintah yang bersih dan sejahtera.
Wajar bila publik khawatir kepala daerah tersebut akan mengulangi tindak korupsi karena merasa dilegalkan dan dilindungi oleh Negara. Dengan kekuasaan yang mereka pegang kembali, para tersangka bukan tidak mungkin akan berupaya mengangkangi hukum hingga bebas dari segala sangkaan dan tuduhan.
Untuk itu ke depan diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk menentukan seseorang bisa memenuhi syarat sebagai calon yang akan bertarung dalam pemilukada. Para legislator perlu didorong untuk mengambil inisiatif merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi acuan pelaksanaan Pemilukada agar tidak memberi ruang bagi seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka untuk maju dalam pemilukada.
Selanjutnya rambu-rambu disertai sanksi yang tegas untuk mencegah terjadinya praktik korupsi pada saat acara demokrasi lima tahunan di tingkat lokal itu perlu dipertegas di dalam regulasi yang baru. Seperti penggunaan anggaran negara, manipulasi dana kampanye, dan politik uang. Kebiasaan buruk yang dipelihara dalam roda demokrasi di tingkat lokal ini harus dikikis. Sehingga sistem pemilukada langsung yang bertujuan menciptakan pemerintahan yang demokratis dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat bisa diwujudkan. Semoga. (*)
corner, 9 Agustus 2010
Penyederhanaan Rupiah
HARI-hari ini publik di tanah air dikejutkan oleh wacana redenominasi rupiah yang dilontarkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution saat rapat dengar pendapat dengan DPR akhir Juli lalu. Gagasan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah itu dilakukan Bank Indonesia dengan meniadakan tiga angka nol terakhir sehingga menjadi seperseribu dari nilai semula. Jika gagasan BI itu disetujui, mulai 2013 redenominasi siap digulirkan.
Alasannya adalah demi menyederhanakan perhitungan sehingga nilai rupiah menjadi sejalan dengan kehidupan, tetapi bukan sanering atau pemotongan nilai uang. BI mengingatkan nilai pecahan mata uang Indonesia sebesar Rp 100.000 merupakan angka pecahan terbesar di dunia. Pecahan mata uang Indonesia itu hanya kalah dari dong Vietnam yang memiliki pecahan 500.000 dong. Dengan pecahan yang amat besar itu, rupiah menjadi tidak efisien, tidak bergengsi, dan terkesan lemah di mata internasional.
Nantinya pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1, sedangkan Rp 1 juta menjadi Rp 1.000. BI akan membuat pecahan koin sen seperti zaman dulu dan kembali diedarkan. BI memberikan contoh dengan mata uang lama, membeli barang dengan harga Rp 300.000 sama dengan Rp 300 dengan mata uang baru. Jumlah barang yang diperoleh juga sama.
Menurut BI, kebijakan seperti itu mengikuti kebijakan Turki pada Januari 2005 yang menggantikan 1.000.000 lira dengan 1 lira baru. Berikutnya pada Juli 2005 Romania menggantikan 10.000 leu lama dengan 1 leu baru.
Meski gagasan ini nawaitunya bagus, namun karena wacana penyederhanaan rupiah ini terkesan tiba-tiba, tak pelak memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Apalagi
pemerintah sendiri seperti disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, tidak pernah diajak BI untuk membahas persoalan itu dan Pemerintah tidak punya agenda itu.
Namun karena wacana telanjur bergulir di masyarakat, maka munculnya polemik dan keresahan pun tak terhindarkan. Banyak yang terkejut. Karena tidak mengerti, banyak yang menolak, karena masyarakat sudah berpikir salah bahwa itu sanering atau pemotongan uang rupiah. Hal ini bisa dimaklumi, karena pemerintah Indonesia pernah melakukan pemotongan uang tahun 1950-an maupun sanering tahun 1965 di saat ekonomi Indonesia dilanda inflansi yang sangat tinggi, 650 persen.
Padahal, dari aspek pengawasan dari pemerintah, pemberlakuan redenominasi nilai rupiah akan menguntungkan, karena akan meringankan. Dengan redenominasi, maka pengawasan menjadi lebih praktis, karena jumlahnya lebih kecil.
Hanya saja agar redenominasi rupiah ini berhasil, maka sebelum diterapkan, BI dan pemerintah harus mengatasi masalah pokok ekonomi Indonesia. Mengutip mantan Deputir Gubernur BI, Anwar Nasution, antara lain menyehatkan industri perbankan sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian. Meningkatkan pengawasan bank agar dapat memenuhi ketentuan nasional, mengendalikan kurs riil devisa agar bisa merangsang daya saing perekonomian nasional agar dapat menciptakan lapangan kerja, terutama industri manufaktur yang berada di pulau Jawa.
Sekali lagi kita mengapresiasi rencana menyederhanakan mata uang rupiah. Hanya saja soal timingnya sekarang belum tepat. Sebab masih masih banyak persoalan yang membelit perekonomian dan bangsa ini. Terutama menghadapi era perdagangan bebas, dengan masuknya barang-barang murah dari negeri jiran, terutama Cina, sejauh ini pemerintah belum berbuat banyak untuk melindungi pengusaha lokal yang kian terjepit. (*)
corner, 7 Agustus 2010
Alasannya adalah demi menyederhanakan perhitungan sehingga nilai rupiah menjadi sejalan dengan kehidupan, tetapi bukan sanering atau pemotongan nilai uang. BI mengingatkan nilai pecahan mata uang Indonesia sebesar Rp 100.000 merupakan angka pecahan terbesar di dunia. Pecahan mata uang Indonesia itu hanya kalah dari dong Vietnam yang memiliki pecahan 500.000 dong. Dengan pecahan yang amat besar itu, rupiah menjadi tidak efisien, tidak bergengsi, dan terkesan lemah di mata internasional.
Nantinya pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1, sedangkan Rp 1 juta menjadi Rp 1.000. BI akan membuat pecahan koin sen seperti zaman dulu dan kembali diedarkan. BI memberikan contoh dengan mata uang lama, membeli barang dengan harga Rp 300.000 sama dengan Rp 300 dengan mata uang baru. Jumlah barang yang diperoleh juga sama.
Menurut BI, kebijakan seperti itu mengikuti kebijakan Turki pada Januari 2005 yang menggantikan 1.000.000 lira dengan 1 lira baru. Berikutnya pada Juli 2005 Romania menggantikan 10.000 leu lama dengan 1 leu baru.
Meski gagasan ini nawaitunya bagus, namun karena wacana penyederhanaan rupiah ini terkesan tiba-tiba, tak pelak memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Apalagi
pemerintah sendiri seperti disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, tidak pernah diajak BI untuk membahas persoalan itu dan Pemerintah tidak punya agenda itu.
Namun karena wacana telanjur bergulir di masyarakat, maka munculnya polemik dan keresahan pun tak terhindarkan. Banyak yang terkejut. Karena tidak mengerti, banyak yang menolak, karena masyarakat sudah berpikir salah bahwa itu sanering atau pemotongan uang rupiah. Hal ini bisa dimaklumi, karena pemerintah Indonesia pernah melakukan pemotongan uang tahun 1950-an maupun sanering tahun 1965 di saat ekonomi Indonesia dilanda inflansi yang sangat tinggi, 650 persen.
Padahal, dari aspek pengawasan dari pemerintah, pemberlakuan redenominasi nilai rupiah akan menguntungkan, karena akan meringankan. Dengan redenominasi, maka pengawasan menjadi lebih praktis, karena jumlahnya lebih kecil.
Hanya saja agar redenominasi rupiah ini berhasil, maka sebelum diterapkan, BI dan pemerintah harus mengatasi masalah pokok ekonomi Indonesia. Mengutip mantan Deputir Gubernur BI, Anwar Nasution, antara lain menyehatkan industri perbankan sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian. Meningkatkan pengawasan bank agar dapat memenuhi ketentuan nasional, mengendalikan kurs riil devisa agar bisa merangsang daya saing perekonomian nasional agar dapat menciptakan lapangan kerja, terutama industri manufaktur yang berada di pulau Jawa.
Sekali lagi kita mengapresiasi rencana menyederhanakan mata uang rupiah. Hanya saja soal timingnya sekarang belum tepat. Sebab masih masih banyak persoalan yang membelit perekonomian dan bangsa ini. Terutama menghadapi era perdagangan bebas, dengan masuknya barang-barang murah dari negeri jiran, terutama Cina, sejauh ini pemerintah belum berbuat banyak untuk melindungi pengusaha lokal yang kian terjepit. (*)
corner, 7 Agustus 2010
Sabtu, 31 Juli 2010
Mbolosisasi DPR
PRILAKU anggota DPR yang rajin membolos kembali menjadi sorotan. Kali ini sifatnya otokritik datang dari pimpinan DPR yang jengah atas sikap anggota suka mangkir dari tanggung jawabnya menghadiri sidang-sidang yang menjadi tugas utama mereka di Senayan itu. Prilaku sebagian besar anggota dewan yang memakan gaji buta di atas 40 juta, dan menikmati bermacam fasilitas mewah itu membuat pimpinan mereka gerah.
Seperti dikeluhkan oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso kepada pers di Gedung DPR, dan dikutip koran ini Sabtu (24/7). "Terus terang, kami pimpinan dewan sudah jengah dan getir dengan prilaku membolos teman-teman. Kami sudah susah payah membangun citra dewan. Namun, tetap saja banyak rapat yang tidak kuorum. Akibat prilaku mbolosisasi ini, hancur semua!"
Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDIP, Pramono Anung juga mengakui tingkat kehadiran anggota DPR sekarang sangat memprihatinkan. Bila dulu biasanya anggota DPR mulai malas di kala kampanye pemilu dimulai, kini baru tujuh bulan mereka dilantik sudah menunjukkan sikap malas. "Dulu sepinya kalau sudah enam bulan sebelum pemilu, sekarang baru sisa empat tahun sudah sepi," keluh Pramono.
Kita pun ikut prihatin dan sangat menyesalkan atas seringnya anggota dewan membolos. Sebab ini merupakan cermin buruknya mentalitas terhadap pelaksanaan kinerja dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Mereka cenderung hanya rajin datang kalau ada maunya saja yaitu saat terima uang dan tunjangan.
Ketika ada rapat-rapat penting, seperti rapat komisi dan paripurna yang menyangkut tugas-tugas legislasi mereka mangkir, tak sedikit anggota DPR yang hanya titip absen kepada sesama anggota DPR. Sehingga tak jarang meskipun dari daftar absensi, sidang sudah bisa dimulai karena sudah memenuhi kuorum, tetapi secara fisik sebenarnya tidak kuorum.
Karena itu demi tegaknya keadilan dan demi nama baik anggota DPR yang nota bene menjadi wakil dari rakyat, bila mangkir dalam acara sidang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan wajib diberikan skorsing. Hal ini merupakan wujud kedisiplinan. Bukankah perjuangan mereka selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat dan dibayar oleh uang rakyat.
Disadari atau tidak, sikap dan perilaku anggota Dewan yang terhormat ini sebagai cermin bagi generasi penerus dan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Jangan didik generasi muda hanya untuk mencari yang enak-enak saja tanpa kerja keras dan rasa tanggung jawab pada diri, negara, Tuhan dan masa depan generasinya.
Entah apa yang terlintas di benak anggota DPR yang suka bolos itu ketika melihat sindiran pada karikatur di Kompas kemarin (25/7), malu lalu mau introspeksi, atau menganggapnya hiburan semata. "Ayo sekolah, Terong jangan mangkir lagi", "Baru jadi Anak TK kok suka mangkir", cetus bapaknya. "Maju jadi apa kamu nanti, sayang," sela ibunya. Dengan entengnya sambil cengengesan Terong bilang, "Jadi Anggota DPR Dong!!!!"
Karena ini menunjukkan kredibilitas parlemen, maka pimpinan dewan harus berani memberikan sanksi terhadap anggota dewan yang indisipliner dan jarang masuk, apapun alasannya. Karena hal ini termasuk bagian dari pelanggaran etika. Partai dan juga fraksi harus berani memberikan peringatan keras. Bila perlu menarik atau mencopot kadernya yang duduk sebagai anggota dewan yang tingkat kehadirannya rendah.
Gagasan menggunakan mesin sidik jari (finger print) agar tidak ada lagi anggota yang hanya menitip absen juga harus diwujudkan, termasuk wacana pemotongan renumerasi anggota dewan yang tidak hadir dalam setiap agenda rapat DPR.
Di sisi lain, publik agar jeli melihat dan mencatat sikap wakilnya di DPR yang hobi pembolos, maupun yang kinerjanya buruk. Pastikan, jangan memilih anggota dewan yang suka makan gaji buta pada pemilu berikutnya. (*)
corner tribun, 26 Juli 2010
Seperti dikeluhkan oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso kepada pers di Gedung DPR, dan dikutip koran ini Sabtu (24/7). "Terus terang, kami pimpinan dewan sudah jengah dan getir dengan prilaku membolos teman-teman. Kami sudah susah payah membangun citra dewan. Namun, tetap saja banyak rapat yang tidak kuorum. Akibat prilaku mbolosisasi ini, hancur semua!"
Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDIP, Pramono Anung juga mengakui tingkat kehadiran anggota DPR sekarang sangat memprihatinkan. Bila dulu biasanya anggota DPR mulai malas di kala kampanye pemilu dimulai, kini baru tujuh bulan mereka dilantik sudah menunjukkan sikap malas. "Dulu sepinya kalau sudah enam bulan sebelum pemilu, sekarang baru sisa empat tahun sudah sepi," keluh Pramono.
Kita pun ikut prihatin dan sangat menyesalkan atas seringnya anggota dewan membolos. Sebab ini merupakan cermin buruknya mentalitas terhadap pelaksanaan kinerja dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Mereka cenderung hanya rajin datang kalau ada maunya saja yaitu saat terima uang dan tunjangan.
Ketika ada rapat-rapat penting, seperti rapat komisi dan paripurna yang menyangkut tugas-tugas legislasi mereka mangkir, tak sedikit anggota DPR yang hanya titip absen kepada sesama anggota DPR. Sehingga tak jarang meskipun dari daftar absensi, sidang sudah bisa dimulai karena sudah memenuhi kuorum, tetapi secara fisik sebenarnya tidak kuorum.
Karena itu demi tegaknya keadilan dan demi nama baik anggota DPR yang nota bene menjadi wakil dari rakyat, bila mangkir dalam acara sidang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan wajib diberikan skorsing. Hal ini merupakan wujud kedisiplinan. Bukankah perjuangan mereka selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat dan dibayar oleh uang rakyat.
Disadari atau tidak, sikap dan perilaku anggota Dewan yang terhormat ini sebagai cermin bagi generasi penerus dan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Jangan didik generasi muda hanya untuk mencari yang enak-enak saja tanpa kerja keras dan rasa tanggung jawab pada diri, negara, Tuhan dan masa depan generasinya.
Entah apa yang terlintas di benak anggota DPR yang suka bolos itu ketika melihat sindiran pada karikatur di Kompas kemarin (25/7), malu lalu mau introspeksi, atau menganggapnya hiburan semata. "Ayo sekolah, Terong jangan mangkir lagi", "Baru jadi Anak TK kok suka mangkir", cetus bapaknya. "Maju jadi apa kamu nanti, sayang," sela ibunya. Dengan entengnya sambil cengengesan Terong bilang, "Jadi Anggota DPR Dong!!!!"
Karena ini menunjukkan kredibilitas parlemen, maka pimpinan dewan harus berani memberikan sanksi terhadap anggota dewan yang indisipliner dan jarang masuk, apapun alasannya. Karena hal ini termasuk bagian dari pelanggaran etika. Partai dan juga fraksi harus berani memberikan peringatan keras. Bila perlu menarik atau mencopot kadernya yang duduk sebagai anggota dewan yang tingkat kehadirannya rendah.
Gagasan menggunakan mesin sidik jari (finger print) agar tidak ada lagi anggota yang hanya menitip absen juga harus diwujudkan, termasuk wacana pemotongan renumerasi anggota dewan yang tidak hadir dalam setiap agenda rapat DPR.
Di sisi lain, publik agar jeli melihat dan mencatat sikap wakilnya di DPR yang hobi pembolos, maupun yang kinerjanya buruk. Pastikan, jangan memilih anggota dewan yang suka makan gaji buta pada pemilu berikutnya. (*)
corner tribun, 26 Juli 2010
Ledakan Gas Tanggung Jawab Pemerintah
WAJAH Ridho, bocah yang masih berusia 4 tahun itu rusak setelah terkena ledakan tabung gas ukuran 3 Kg. Tabung itu meledak saat Susi Hariani, ibunya, sedang memasak untuk menyiapkan sarapan untuknya, 24 Maret 2010. Akibat ledakan tabung gas tersebut, bukan hanya sakit fisik saja ya ia alami, namun Ridho diyakini juga mengalami tekanan psikologis.
Ridho dan Susi masih bernasib baik. Berkat keberaniannya datang langsung ke Istana Negara untuk meminta bantuan presiden demi kesembuhan anaknya, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih yang diutus SBY menjenguk Ridho akhirnya menjamin semua biaya operasi akan ditanggung oleh Kemenkes dan Pertamina.
Sebelumnya ada begitu banyak korban, termasuk anak-anak yang tidak dapat diselamatkan akibat ledakan tabung gas yang tentu amat mengerikan itu. Sudah begitu, para korban tabung gas meleduk itu harus menanggung sendiri biaya pengobatan dan kerugian yang dialaminya.
Dari hari ke hari, pemberitaan ledakan gas dan air mata sepertinya tak pernah putus menghiasi media kita dalam kurun waktu empat bulan terakhir ini. Media melaporkan cerita pilu korban ledakan tabung gas dari berbagai daerah yang putus asa memikirkan nasibnya, bingung memikirkan biaya, siapa yang harus menanggung akibatnya.
Tabung gas mirip buah melon yang pada masa-masa awal diberlakukannya konversi minyak tanah menjadi gas begitu dibanggakan -- selain karena praktis dan lebih menghemat biaya dan bisa menekan subsidi pemerintah -- itu kini justru menghantui puluhan jutaan masyarakat. Catatan Pertamina, setidaknya 50 juta masyarakat Indonesia sudah menggunakan tabung gas ukuran 3 Kg.
Ironisnya, meski hampir setiap hari terjadi kasus tabung gas yang bocor meledak, antarinstansi pemerintah sejauh ini -- kecuali untuk kasus Ridho-- hanya bisa saling menyalahkan, atau hanya mengaku prihatin atas maraknya insiden tabung gas meledak yang menimpa rakyatnya. Tetapi soal bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen tabung gas, semuanya cenderung mengelak.
Untuk menjawab persoalan itu, didalam ilmu hukum ada teori yang disebut teori risiko. Teori itu lahir mungkin bisa untuk menjawab persoalan yang selama ini tidak dapat dijawab oleh teori kesalahan ketika ada orang yang sungguh dirugikan oleh orang lain yang bersifat onrechtmatige (melawan hukum), maka ia berhak atas ganti rugi.
Menurut teori risiko tersebut, kewajiban untuk menanggung risiko tidak didasarkan pada kesalahan. Teori risiko ini telah digunakan oleh hakim dalam memutus perkara ”de Lekkende Kruik” atau ‘JUMBO’ yang sangat terkenal (Arrest HR 2 Februari 1973). Dalam kasus tersebut pada intinya HR menyatakan bahwa perusahaan J yang memproduksi dan telah melempar ke pasaran produk berupa ranjang bayi dengan alat pemanas (bedkruik). Karena alat pemanas itu bocor sehingga mengakibatkan luka pada bayi Tuan U, berarti produsennya harus siap bertanggung jawab untuk memikul risiko atas segala kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh produk tersebut (Disertasi Sari Murti, 2007: 175-177).
Kalaupun ada berbagai spekulasi yang berkembang selama ini, seperti adanya kejahatan pemalsuan tabung yang tidak memenuhi standar, kejahatan berupa pemindahan isi gas dari tabung gas 3 kg yang bersubsidi ke dalam tabung gas 12 kg yang tidak bersubsidi sehingga mengakibatkan kerusakan yang membuat tabung tetap ‘ngesos’ walau regulator telah terpasang atau berbagai spekulasi lainnya, maka hendaknya hal itu tidak menjadi excuse untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab.
Memang, selain faktor alat (kompor, tabung dan regulator) masih ada faktor manusia yang turut andil dalam persoalan ini. Bisa jadi masyarakat belum cukup teredukasi dalam penggunaan kompor dan tabung gas. Namun bagaimana pun pemerintah yang telah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas harus bertanggung jawab atas musibah yang menimpa rakyatnya. (*)
corner tribun, 24 Juli 2010
Ridho dan Susi masih bernasib baik. Berkat keberaniannya datang langsung ke Istana Negara untuk meminta bantuan presiden demi kesembuhan anaknya, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih yang diutus SBY menjenguk Ridho akhirnya menjamin semua biaya operasi akan ditanggung oleh Kemenkes dan Pertamina.
Sebelumnya ada begitu banyak korban, termasuk anak-anak yang tidak dapat diselamatkan akibat ledakan tabung gas yang tentu amat mengerikan itu. Sudah begitu, para korban tabung gas meleduk itu harus menanggung sendiri biaya pengobatan dan kerugian yang dialaminya.
Dari hari ke hari, pemberitaan ledakan gas dan air mata sepertinya tak pernah putus menghiasi media kita dalam kurun waktu empat bulan terakhir ini. Media melaporkan cerita pilu korban ledakan tabung gas dari berbagai daerah yang putus asa memikirkan nasibnya, bingung memikirkan biaya, siapa yang harus menanggung akibatnya.
Tabung gas mirip buah melon yang pada masa-masa awal diberlakukannya konversi minyak tanah menjadi gas begitu dibanggakan -- selain karena praktis dan lebih menghemat biaya dan bisa menekan subsidi pemerintah -- itu kini justru menghantui puluhan jutaan masyarakat. Catatan Pertamina, setidaknya 50 juta masyarakat Indonesia sudah menggunakan tabung gas ukuran 3 Kg.
Ironisnya, meski hampir setiap hari terjadi kasus tabung gas yang bocor meledak, antarinstansi pemerintah sejauh ini -- kecuali untuk kasus Ridho-- hanya bisa saling menyalahkan, atau hanya mengaku prihatin atas maraknya insiden tabung gas meledak yang menimpa rakyatnya. Tetapi soal bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen tabung gas, semuanya cenderung mengelak.
Untuk menjawab persoalan itu, didalam ilmu hukum ada teori yang disebut teori risiko. Teori itu lahir mungkin bisa untuk menjawab persoalan yang selama ini tidak dapat dijawab oleh teori kesalahan ketika ada orang yang sungguh dirugikan oleh orang lain yang bersifat onrechtmatige (melawan hukum), maka ia berhak atas ganti rugi.
Menurut teori risiko tersebut, kewajiban untuk menanggung risiko tidak didasarkan pada kesalahan. Teori risiko ini telah digunakan oleh hakim dalam memutus perkara ”de Lekkende Kruik” atau ‘JUMBO’ yang sangat terkenal (Arrest HR 2 Februari 1973). Dalam kasus tersebut pada intinya HR menyatakan bahwa perusahaan J yang memproduksi dan telah melempar ke pasaran produk berupa ranjang bayi dengan alat pemanas (bedkruik). Karena alat pemanas itu bocor sehingga mengakibatkan luka pada bayi Tuan U, berarti produsennya harus siap bertanggung jawab untuk memikul risiko atas segala kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh produk tersebut (Disertasi Sari Murti, 2007: 175-177).
Kalaupun ada berbagai spekulasi yang berkembang selama ini, seperti adanya kejahatan pemalsuan tabung yang tidak memenuhi standar, kejahatan berupa pemindahan isi gas dari tabung gas 3 kg yang bersubsidi ke dalam tabung gas 12 kg yang tidak bersubsidi sehingga mengakibatkan kerusakan yang membuat tabung tetap ‘ngesos’ walau regulator telah terpasang atau berbagai spekulasi lainnya, maka hendaknya hal itu tidak menjadi excuse untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab.
Memang, selain faktor alat (kompor, tabung dan regulator) masih ada faktor manusia yang turut andil dalam persoalan ini. Bisa jadi masyarakat belum cukup teredukasi dalam penggunaan kompor dan tabung gas. Namun bagaimana pun pemerintah yang telah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas harus bertanggung jawab atas musibah yang menimpa rakyatnya. (*)
corner tribun, 24 Juli 2010
Korupsi Sistemik di Lahan Basah
MARAKNYA korupsi dan ulah culas yang dilakukan oknum pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, misalnya Gayus HP Tambunan, Bahasyim Assyifie, penanganan kasus pajak Paulus Tumewu, pemalsuan data- data pajak, juga kasus penyimpangan yang terjadi di Ditjen Bea Cukai membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kecewa dan geram.
Kekesalannya itu dicurahkan dalam pengarahannya kepada jajaran Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/7). Presiden menilai, masih adanya petugas pajak yang melakukan kejahatan luar biasa sehingga merugikan negara itu sebagai perbuatan kreatif tetapi keliru.
Oleh sebab itu, SBY memberikan tiga instruksi kepada kedua Ditjen tersebut. "Ini adalah kontrak dan pakta integritas antara saudara dan saya. Tidak perlu menunggu sampai reformasi selesai, sekarang juga," perintah SBY di depan para petinggi Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Tiga instruksi itu; pertama, segera menghentikan segala bentuk kejahatan dan penyimpangan perpajakan, kepabeanan dan cukai. Kedua, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai harus meneruskan reformasi birokrasi demi meningkatkan kinerja mereka. Hal yang perlu dibenahi terutama pelayanan publik yang cepat dan murah.
Ketiga, SBY meminta Menteri Keuangan Agus Martomardoyo mendukung pembenahan kinerja dan menjalankan reformasi birokrasi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Untuk mengawasi pelaksanaan ketiga instruksi tersebut, Presiden akan memantau dari dekat dengan bantuan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Kegusaran Presiden SBY bisa dimaklumi mengingat di dua instansi 'basah' tersebut belakangan ini memang sedang menjadi sorotan publik, khususnya penyimpangan di Ditjen Pajak. Terutama sejak terungkapnya kasus maker pajak Gayus yang bukan hanya dilakoni seorang diri, tetapi masalahnya ditengarai sudah menggurita. Peran Gayus membuktikan ada masalah sistemik di Ditjen Pajak.
Perintah Presiden SBY itu merupakan warning keras bagi aparat petugas di dua direktorat jenderal yang berada di lingkungan Kemenkeu tersebut untuk tidak mencoba-coba melakukan kejahatan dan penyimpangan yang berpotensi merugikan negara. Sebab bila ini diabaikan maka siap-siap untuk bernasib sama seperti Gayus dan aparat pajak lainnya yang harus merasakan dinginnya tembok rumah tahanan.
Seperti ramai diberitakan di media massa, pasca tertangkapnya Gayus Tambunan, beberapa aparat Ditjen Pajak di berbagai daerah menyusul ditangkap polisi maupun KPK, antara lain Bahasyim Assyifie di Jakarta, dan beberapa aparat pajak di Surabaya dengan nilai kerugian negara mencapai ratusan miliar, pegawai pajak di Bekasi dan lainnya.
Bahkan KPK seperti disampaikan Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Kantornya, Kamis (22/7), kembali menjebloskan empat tersangka kasus suap pajak ke tahanan. Mereka adalah tiga tersangka pemeriksa pajak Kantor Pajak Bandung I, Jawa Barat dan mantan Direktur Kepatuhan Bank Jabar Herry Achmad Buchori terkait kasus dugaan suap Bank Jabar ke pemeriksa pajak Kantor Pemeriksa Pajak Bandung I, pada 2001-2002.
Tiga orang pemeriksa pajak itu, yakni Roy Yuliandri, Muhammad Yazid, dan Dien Rajana Mulya. Dalam kasus ini, Buchori bersama mantan Dirut Bank Jabar, Umar Syarifuddin, diduga memberikan uang suap Rp 2,5 miliar kepada mantan Kepala Pemeriksa Pajak Bandung I, Edi Setiadji, pada 2004 sebagai imbalan atas pengurangan jumlah nilai pajak Bank Jabar pada 2001 dan 2002. Sedangkan, Yazied, Dien, dan Buchori diduga bersama-sama dengan atasannya Edi Setiadji ikut menikmati pemberian, masing-masing Rp550 juta. Sebelumnya, KPK juga telah menahan mantan Supervisor Pemeriksa Pajak Dedy Suwardi dan Edi Setiadi. Artinya, KPK telah menahan seluruh tersangka yang terkait kasus ini.
Sebuah peringatan yang patut menjadi bahan perenungan bagi seluruh aparat birokrasi, bukan hanya yang berada di lingkungan kedua institusi tersebut, tetapi juga instansi pemerintah lainnya. (*)
corner tribun, 23 Juli 2010
Kekesalannya itu dicurahkan dalam pengarahannya kepada jajaran Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/7). Presiden menilai, masih adanya petugas pajak yang melakukan kejahatan luar biasa sehingga merugikan negara itu sebagai perbuatan kreatif tetapi keliru.
Oleh sebab itu, SBY memberikan tiga instruksi kepada kedua Ditjen tersebut. "Ini adalah kontrak dan pakta integritas antara saudara dan saya. Tidak perlu menunggu sampai reformasi selesai, sekarang juga," perintah SBY di depan para petinggi Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Tiga instruksi itu; pertama, segera menghentikan segala bentuk kejahatan dan penyimpangan perpajakan, kepabeanan dan cukai. Kedua, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai harus meneruskan reformasi birokrasi demi meningkatkan kinerja mereka. Hal yang perlu dibenahi terutama pelayanan publik yang cepat dan murah.
Ketiga, SBY meminta Menteri Keuangan Agus Martomardoyo mendukung pembenahan kinerja dan menjalankan reformasi birokrasi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Untuk mengawasi pelaksanaan ketiga instruksi tersebut, Presiden akan memantau dari dekat dengan bantuan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Kegusaran Presiden SBY bisa dimaklumi mengingat di dua instansi 'basah' tersebut belakangan ini memang sedang menjadi sorotan publik, khususnya penyimpangan di Ditjen Pajak. Terutama sejak terungkapnya kasus maker pajak Gayus yang bukan hanya dilakoni seorang diri, tetapi masalahnya ditengarai sudah menggurita. Peran Gayus membuktikan ada masalah sistemik di Ditjen Pajak.
Perintah Presiden SBY itu merupakan warning keras bagi aparat petugas di dua direktorat jenderal yang berada di lingkungan Kemenkeu tersebut untuk tidak mencoba-coba melakukan kejahatan dan penyimpangan yang berpotensi merugikan negara. Sebab bila ini diabaikan maka siap-siap untuk bernasib sama seperti Gayus dan aparat pajak lainnya yang harus merasakan dinginnya tembok rumah tahanan.
Seperti ramai diberitakan di media massa, pasca tertangkapnya Gayus Tambunan, beberapa aparat Ditjen Pajak di berbagai daerah menyusul ditangkap polisi maupun KPK, antara lain Bahasyim Assyifie di Jakarta, dan beberapa aparat pajak di Surabaya dengan nilai kerugian negara mencapai ratusan miliar, pegawai pajak di Bekasi dan lainnya.
Bahkan KPK seperti disampaikan Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Kantornya, Kamis (22/7), kembali menjebloskan empat tersangka kasus suap pajak ke tahanan. Mereka adalah tiga tersangka pemeriksa pajak Kantor Pajak Bandung I, Jawa Barat dan mantan Direktur Kepatuhan Bank Jabar Herry Achmad Buchori terkait kasus dugaan suap Bank Jabar ke pemeriksa pajak Kantor Pemeriksa Pajak Bandung I, pada 2001-2002.
Tiga orang pemeriksa pajak itu, yakni Roy Yuliandri, Muhammad Yazid, dan Dien Rajana Mulya. Dalam kasus ini, Buchori bersama mantan Dirut Bank Jabar, Umar Syarifuddin, diduga memberikan uang suap Rp 2,5 miliar kepada mantan Kepala Pemeriksa Pajak Bandung I, Edi Setiadji, pada 2004 sebagai imbalan atas pengurangan jumlah nilai pajak Bank Jabar pada 2001 dan 2002. Sedangkan, Yazied, Dien, dan Buchori diduga bersama-sama dengan atasannya Edi Setiadji ikut menikmati pemberian, masing-masing Rp550 juta. Sebelumnya, KPK juga telah menahan mantan Supervisor Pemeriksa Pajak Dedy Suwardi dan Edi Setiadi. Artinya, KPK telah menahan seluruh tersangka yang terkait kasus ini.
Sebuah peringatan yang patut menjadi bahan perenungan bagi seluruh aparat birokrasi, bukan hanya yang berada di lingkungan kedua institusi tersebut, tetapi juga instansi pemerintah lainnya. (*)
corner tribun, 23 Juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)