Minggu, 05 September 2010

Mewaspadai Daging Oplosan

MENYAMBUT bulan puasa Ramadan dan lebaran tahun ini, warga Batam dan sekitarnya dipusingkan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama daging sapi dan daging ayam yang mengalami kenaikan tinggi, rata-rata Rp 10 ribu dalam dua hari belakangan. Harga daging sapi segar dibandrol pedagang kisaran Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram (kg), dari sebelumnya di kisaran Rp 60 ribu hingga Rp 65 ribuan. Daging ayam potong pada kisaran Rp 33 ribu dari sebelumnya Rp 25 ribu.
Kekhawatiran semakin bertambah, menyusul minimnya pasokan daging tersebut yang menyusut hingga 80 persen. Minimnya pasokan daging ini akibat dari kebijakan pemerintah yang menerapkan kuota impor terhitung awal September 2010 mendatang. Para importir di Batam memperkirakan harga daging sapi bakal naik mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram. Aturan ini berlaku di seluruh Indonesia, kecuali bagi Batam dimana diatur dalam bentuk jumlah atau kuota impor daging yang diperbolehkan pada kisaran 120 ton per enam bulan untuk seluruh importir.
Kuota yang hanya 120 ton ini masih akan dibagi lagi untuk delapan perusahaan importir daging di Batam. Setelah di bagi, maka kami satu importir hanya mendapatkan 20 ton untuk 6 bulan. Padahal sebelumnya rata-rata satu importir memasok 300 ton daging untuk 6 bulan. Ini jelas akan berdampak pada pasokan daging sapi menjelang Idul Fitri mendatang. Karena itu mereka langsung mengajukan permohonan penambahan kuota impor daging ke Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian.
Namun dampak dari kenaikan atau berkurang daging sapi impor dan segar di Batam ini diperkirakan akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum nakal, baik oknum aparat atau perorangan untuk memasukkan daging impor secara ilegal, sehingga diperkirakan penyelundupan daging bakal marak.
Maraknya penyelundupan daging sapi ilegal inilah yang perlu diwaspadai. Sebab, tidak menutup kemungkinan daging impor ilegal itu, khususnya daging merek Allana yang datang dari negara seperti Malaysia, India, dan Brazil yang belum bebas dari penyakit kuku dan mulut (PKM). Apalagi beberapa pedagang daging sapi yang dihubungi koran ini mengakui mencampur atau mengoplos daging tersebut dengan daging segar atau daging lokal sehingga pembeli sulit membedakan.
Di samping itu dikhawatirkan, di satu sisi pasokan dan kuota daging sapi berkurang, di sisi lain permintaan masyarakat yang daging tinggi akan dimanfaatkan para pedagang untuk menggunakan formalin, bahan yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, untuk mengawetkan dagangannya atau menjual daging gelonggongan. Memang sejauh ini belum ditemukan kasus penjualan daging berformalin atau daging gelonggongan (daging diisi air agar beratnya bertambah), namun apa salahnya kita waspada.
Untuk itulah Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pedagang di setiap pasar, dan tempat penyimpanan daging milik importir. Warga juga perlu berhati- hati dengan daging oplosan ini. Biasakan memilih dengan cermat dan ekstra hati-hati saat membeli daging agar tidak salah beli daging yang dilarang beredar, dan jangan hanya menurut pada pilihan pedagang. Jika warna daging sapi yang akan dibeli lebih pekat merahnya, maka diimbau untuk tidak membelinya.
Pilihlah daging sapi dengan warna merah muda yang merupakan daging segar. Selain itu konsistennya kenyal dan aromatisnya masih segar jika dicium. Kemudian masbling atau lemaknya lebih sedikit, dan jika digantung maka cairannya lebih sedikit yang jatuh jika dibandingkan dengan daging ilegal. (*)

corner, 13 Agustus 2010

Tidak ada komentar: