MEMASUKI bulan Ramadan atau menjelang lebaran, saat aktivitas perbankan dan pegadaian serta pusat perdagangan semakin sibuk, aksi perampokan juga semakin mengganas, baik secara kuantitas maupun kualitas, dan dilakukan pada siang hari. Dalam bulan Agustus 2010 saja setidaknya terjadi 10 kali perampokan di berbagai tempat, dengan sasaran umumnya kantor perbankan, pegadaian, toko emas, dengan kerugian total lebih dari Rp 1 miliar. Aksi kejahatan ini membuat kita semakin ngeri, karena para begundal itu tak segan-segan melukai dan menembak mati orang yang menghalangi niatnya.
Seperti aksi perampokan Bank CIMB Medan 18 Agustus lalu oleh 16 orang bersenjata api laras panjang dan pistol yang berhasil membawa kabur satu karung uang senilai Rp 400 juta setelah menewaskan 1 anggota Brimob, 2 satpam kritis tertembak. Bahkan Senin (23/8) kemarin dalam sehari terjadi lima perampokan besar bersenjata api dan tajam, di antaranya menimpa pengusaha SBPU di Cirebon, Jabar dengan kerugian 366 juta, dan Koperasi PT Telkom Tanjungpriok, Jakarta, kerugian Rp 744 juta.
Pemicu maraknya perampokan akhir-akhir ini, bisa dua kemungkinan. Pertama, didorong oleh meningkatnya kebutuhan uang tunai menjelang lebaran, para pencoleng memilih jalan yang mudah untuk mendapatkan duit banyak dengan cara merampok, ketimbang mencuri. Perampok, juga mempertimbangkan faktor kesempatan dalam melancarkan aksinya, terutama melihat dari sisi kelemahan pengamanan target yang akan disasar.
Apalagi, sekarang banyak masyarakat yang mahir menggunakan senjata api, terbiasa menembak, baik untuk tujuan baik, maupun tujuan jahat. Ditambah lagi, peredaran senjata api di masyarakat juga marak, yang kemungkinan besar berasal senjata api yang dipakai di daerah-daerah konflik.
Seperti gerombolan perampok bank CIMB di Medan. Mereka terlihat sudah terlatih dan terorganisir. Dan itu terbukti dari pengakuan seorang tersangka perampok bank CIMB, Mr (25) yang berhasil ditangkap Senin (23/8), tersangka merupakan buronan Polda Nangroe Aceh Darussalam dalam kasus perampokan bersenjata di Aceh Timur, dan biasa menyewakan senjata api untuk merampok.
Kedua, kemungkinan dilakukan kelompok jaringan teroris. Mereka terlatih, bersenjata berat,dan sangat dingin melumpuhkan petugas. Kecil kemungkinan perampokan tersebut dilakukan oleh perampok-perampok biasa. Ini perampokan luar biasa, yang meraup jumlah sangat besar dibanding untuk sekadar kebutuhan lebaran. Pelakunya terlihat profesional dan terorganisir. Punya skill tertentu. Pelaku sudah memperhitungkan keuntungan dan kerugian aksi yang dilakukan, mempelajari target, pola pengamanan, kelemahan target, serta rutinitas target.
Mengutip analisis Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala di koran ini kemarin, aparat kepolisian jangan menganggap perampokan di Medan sebagai kejahatan biasa. Sebab jika melihat cara kerjanya, diperkirakan kelompok tersebut merupakan kelompok teroris militan dari Aceh yang lolos dari penyergapan polisi beberapa waktu lalu. Kemungkinan besar, para perampok tersebut bergerak dari Aceh ke Medan untuk mengumpulkan dana setelah tergencet operasi terorisme.
Lepas dari motif perampokan, yang pasti maraknya aksi-aksi perampokan telah membuat masyarakat waswas dan ngeri, terutama perbankan, pegadaian, toko-toko perhiasan, pusat perdagangan. Sehingga sudah seharusnya dijadikan pelajaran oleh penyelenggara bank atau toko untuk lebih waspada. Sisi preventif atau pencegahan dengan melengkapi alat-alat pengaman harus menjadi perhatian penyelenggara bank atau lokasi lain yang rentan menjadi target.
Kita berikan apresiasi kepada Kapolri yang telah memerintahkan aparatnya di seluruh Indonesia untuk turun ke lapangan melakukan pengamanan secara intensif ke bank, mal, pegadaian, pusat keramaian. Memang sudah seharusnya aparat keamanan segera menggerakkan personelnya untuk menutup ruang gerak kelompok tersebut. Sebab mereka sangat berbahaya dan tentu akan mengancam rasa aman masyarakat. (*)
25 Agustus 2010
Minggu, 05 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar