MENJELANG Idul Fitri atau lebaran, dan juga hari besar keagamaan lainnya seperti Natal, sebagian masyarakat khususnya kalangan pengusaha mempunyai kebiasaan untuk mengirim parsel kepada relasi atau pejabat instansi pemerintah. Sehubungan dengan perayaan lebaran tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau para penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil (PNS) menghindari gratifikasi dalam bentuk apa pun, termasuk pemberian parsel.
Lembaga antikorupsi itu memperingatkan, pemberian hadiah atau uang yang terkait dengan jabatan maupun kewenangan penyelenggara negara dan PNS dikategorikan sebagai suap atau rasuah. Karena, penyelenggara negara atau PNS penerima hadiah tersebut bisa dipidanakan. Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin seperti dilansir dalam website KPK Senin (30/8) lalu gratifikasi bisa berbentuk apa saja. Di antaranya, uang, barang, diskon pembelian secara tidak wajar, Sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 B Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 juncto Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi kepada penyelenggara negara atau PNS dianggap suap jika berhubungan dengan jabatan. Juga, yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara. Karena itu, pejabat negara atau PNS diwajibkan untuk melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK. Pelaporan itu selambat-lambatnya dilakukan 30 hari setelah yang bersangkutan menerima gratifikasi.
Selanjutnya KPK akan menetapkan status gratifikasi itu, menjadi milik penerima atau negara. Sesuai dengan ketentuan UU tersebut, semua parsel yang diterima pejabat negara harus dilaporkan. Namun, parsel yang bernilai di bawah Rp 500 ribu bisa ditentukan sebagai milik penerima. Yang di atas itu akan dipertimbangkan oleh KPK, apakah menjadi milik negara atau penerima.
Imbauan atau lebih tepatnya peringatan untuk tidak menerima grafitifikasi itu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Artinya, instansi pemerintah maupun swasta sudah lama paham dengan hal tersebut. Persoalannya sebagian masyarakat masih belum bisa menghentikan budaya memberikan bingkisan berupa parsel kepada para penyelenggara negara.
Karena itulah beberapa instansi pemerintah sudah mengumumkan soal larangan ini melalui media massa. Misalnya, Pertamina memasang iklan setengah halaman di harian Kompas beberapa waktu lalu berisi pengumuman larangan bagi pejabat Pertamina dari semua eselon baik di hulu maupun hilir untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatannya.
Kita juga memberikan apresiasi kepada Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan seperti diberitakan koran ini kemarin (1/9) yang telah menginstruksikan jajaran pejabat dibawahnya untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun, termasuk parsel menjelang Idul Fitri 1431 Hijriah.
Kabag Humas Pemko Batam Yusfa Hendri menuturkan, bila sudah terlanjur diterima, kemudian merasa tidak enak untuk dikembalikan, maka hendaknya disalurkan kepada yang berhak menerima, misalnya ke panti asuhan atau orang yang tidak mampu. Sesuai ketentuan dari KPK, bila nilainya lebih dari Rp 500 ribu harus dilaporkan ke KPK.
Koran ini sependapat dengan lembaga superbodi itu yang menegaskan daripada memberi pejabat negara, lebih baik dana itu disalurkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan bantuan.Bertepatan dengan momen Lebaran, tentu akan lebih mulia dan tepat sasaran bila para pejabat negara yang seharusnya memberikan parsel kepada bawahan. Harga parsel paling tinggi pun sebaiknya Rp 500 ribu. (*)
Tajuk Tribun Batam, 2 September 2010
Minggu, 05 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar