Minggu, 05 September 2010

TKI Yang Malang

SEBANYAK 345 Warga Negara Indonesia (WNI) terancam jiwanya dengan ancaman hukuman mati di Malaysia. Bahkan informasi teranyar didapat, dari 345 WNI yang terkena hukuman mati tersebut, sebanyak tujuh orang sudah dieksekusi. Data mengejutkan tersebut dirilis pekan lalu oleh Migrant Care (Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat) bersama Komisi untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Infid mengenai 345 WNI. Mereka terancam hukuman mati dengan tuduhan penyelundupan narkoba dan pembunuhan. Ini belum termasuk nasib 14 TKI di Arab Saudi yang juga dikabarkan terancam hukuman mati.
Namun data yang dirilis organisasi nonpemerintah tersebut dibantah oleh pemerintah. Pemerintah mengeluarkan data resmi terkait Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di Malaysia. Menurut pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/8), WNI yang terancam hukuman mati sebanyak 177 orang, yang terdiri atas 142 orang dengan kasus narkoba dan 35 orang kasus nonnarkoba.
Meskipun jumlah yang dilansir versi pemerintah hanya separonya dari tiga LSM tersebut, angka tersebut tetap mengejutkan bagi kita. Menurut hemat kita, bila benar data tersebut berarti pemerintah dinilai tidak tanggap dan melanggar perundangan yang berlaku. Sebab sebagai WNI mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negaranya sebagaimana termaktub dalam UUD-45 agar tidak diperlakukan semena-mena di negara asing. Tidak hanya untuk TKI illegal di Malaysia tapi juga TKI legal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab.
Kabar buruk tersebut direspon pemerintah dengan berencana membentuk tim terpadu untuk bisa menyelamatkan 177 WNI yang saat ini sedang menjalani proses hukum di Malaysia. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Ruang Komisi I DPR RI Rabu (25/8), Presiden SBY pada sidang kabinet beberapa hari lalu sudah memberi arahan, agar ada suatu tim secara terpadu membahas masalah ini terutama memfokuskan diri terhadap upaya pengampunan bagi kasus-kasus yang sudah di penghujung proses hukum.
Kita berharap Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur bersama-sama dengan Departemen Tenaga kerja, Kementerian Hukum dan HAM benar-benar memberi perhatian serius dan melakukan upaya hukum untuk membela nasib WNI yang terancam hukuman mati. Negara harus tegas melakukan pembelaan agar WNI tidak dizalimi secara fisik dan psikis. Tim terpadu harus segera turun ke TKP melihat sembari mendata semuanya.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia segera membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Malaysia dan jikalau memungkinkan negara negara penerima TKI lainnya, dengan substansi mengadopsi dari Konvensi Pekerja Migran. Perjanjian bilateral ini wajib mengakomodasi lebih banyak tentang perlindungan terhadap TKI. Isi perjanjian bilateral adalah pengaturan hak-hak dasar TKI yang harus dihormati baik oleh warga Malaysia maupun aparat penegak hukum. Demikian pula harus dimuat ketentuan tentang kesamaan kedudukan para TKI di depan hukum, layaknya warga setempat.
Adalah menjadi hak TKI untuk dihormati martabatnya sebagai manusia dan kehidupan pribadinya. Juga hak untuk berhubungan dengan dan dihubungi oleh perwakilan Indonesia. Kedua hal ini perlu dimasukkan dalam perjanjian. Tak kalah pentingnya, diatur juga tentang hak TKI untuk mendapatkan putusan dari otoritas yang mempunyai kewenangan memeriksa sengketa kontrak kerja.
Dengan perjanjian bilateral ini, akan membuat status hukum TKI dapat menjadi instrumen hukum yang mengikat negara-negara pengirim dan penerima. Dengan demikian, diharapkan tak akan ada lagi anggapan bahwa hanya orang Indonesia yang butuh Malaysia untuk mencari pekerjaan di sana. Tetapi bagaimana membuat Malaysia merasa membutuhkan Indonesia untuk menjadi tenaga kerja. Karena faktanya saat ini jumlah TKI yang mengais Ringgit di Malaysia diperkirakan mencapai 2,5 juta orang. Adanya perjanjian bilateral ini selain akan menguatkan prinsip simbiosis mutualisme, maka hubungan ini akan mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. (*)

Corner, 26 Agustus 2010

Tidak ada komentar: