IBADAH puasa Ramadan 1431 H yang insyaallah akan diawali pada Rabu, 11 Agustus selain bisa menjadi sarana untuk pematangan emosi, intelektual, dan spiritual, juga mendorong kita matang berkomunikasi secara sosial. Puasa memotivasi kita untuk melakukan kesalehan sosial, mengajarkan kebajikan, berperilaku produktif, berlatih sabar, dan memberi maaf.
Dan setiap Ramadan tiba, maka yang menjadi bahan perbincangan tentu saja perubahan perilaku manusianya. Umat Islam diminta untuk hijrah, dari kesalehan individu meningkat menjadi kesalehan sosial. Antara lain dengan membantu kaum lemah/dhuafa dan mendorong bagi terciptanya lingkungan yang sehat secara lahir maupun batiniahnya.
Karena itu umat Islam yang telah memenuhi syarat diwajibkan untuk melaksanakan zakat. Sayangnya, pemahaman dan kesadaran umat tentang kewajiban menunaikan zakat, dan pemahaman para pengelola dana zakat untuk menggalang dan memanfaatkan dana zakat sejauh ini masih rendah. Umat Islam baru memperbincangkan zakat ketika Ramadan tiba.
Tak heran bila hingga saat ini, peran zakat dalam membangun kesejahteraan masyarakat masih sangat kurang. Padahal, potensi zakat ini sangat besar. Contoh, potensi zakat di kota Batam diperkirakan mencapai sekitar 35 miliar per tahun, tetapi yang sudah terkumpul baru sekitar 17 miliar pertahunnya.
Maraknya lembaga amil zakat akhir-akhir ini yang bahkan ada yang mengiklankan lembaganya melalui televisi belumlah menjadikan pemahaman umat Islam terhadap zakat meningkat. Salah satu indikasinya, umat Islam umumnya baru membayarkan zakatnya pada bulan Ramadan.
Padahal zakat harta (maal) yang diperuntukkan bagi delapan asnaf, yakni fakir, miskin, amil, muaallaf, ghorim (penghutang), sabilillah, ibnu sabil, dan hamba sahaya harus dikeluarkan pada masa tertentu dan tidak mesti pas di bulan Ramadan.
Berbeda halnya dengan zakat fitrah yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan dan utamanya pada malam Idul Fitri. Zakat fitrah, entah berupa bahan makanan pokok atau uang, harus disalurkan pada saat itu juga dan tidak boleh ditunda. Dan penerima zakat fitrah ini tertentu pada fakir miskin saja.
Bila zakat fitrah hanya membutuhkan panitia saja yang bertugas menghimpun dan menyalurkan untuk lingkup masyarakat yang kecil seperti kelurahan, untuk zakat maal inilah yang membutuhkan amil. Selanjutnya amil yang menentukan pola penyalurannya
Pertanyaannya, mengapa pemahaman dan kesadaran tentang kewajiban zakat ini umumnya baru muncul saat Ramadan, sehingga potensi zakat yang demikian besar menjadi tidak tergarap?
Bisa jadi lembaga-lembaga zakatnya hanya buka jika memasuki bulan Ramadan, kecuali untuk lembaga amil zakat yang sudah mempunyai jaringan nasional. sehingga umat kesulitan juga untuk menyalurkan zakatnya. Contoh, ketika musim panen tiba. Tidak ada yang nama lembaga zakat terdekat atau di lingkungan petani. Akhirnya, petani yang ingat akan kewajibannya, membagikan zakat kepada siapa saja yang menurutnya layak menerima.
Selanjutnya jika ada yang hendak menunaikan zakat perniagaan atau zakat harta, kemana mereka mau menyalurkan? Karena kurang sosialisasi tentang zakat dan cara penyalurannya serta minimnya lembaga atau katakanlah konter-konter zakat di daerah, wajar bila giliran pada mau zakat bingung.
Kini untuk menarik masyarakat agar mau mengeluarkan zakat tidaklah cukup dengan ceramah saja, tapi harus kreatif memanfaatkan media. Sebab banyak orang yang mau berzakat tapi tidak tahu harus melalui badan apa. Momentum bulan Ramadan ini bisa dimanfaatkan oleh ormas-ormas Islam semacam NU atau Muhammadiyah dan lainnya untuk membangun kembali kesadaran umat Islam untuk berzakat, dan bertindak konkret dengan membentuk konter-konter zakat, yang online tiap hari. Baik di mal-mal, super market atau tempat-tempat yang dianggap strategis sampai ke pelosok-pelosok desa. Akhirnya selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan, dan menghitung-hitung kembali kewajiban zakat yang harus dibayarkan. (*)
corner, 10 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar