AKHIR-akhir ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya sedikit lebih sensitif terhadap kritik, dan rumor. Terakhir yang saat ini sedang hangat adalah Presiden SBY memperingatkan para elite TNI dan Polri untuk tidak partisan dalam pemilu dan pemilihan presiden, menyusul berhembusnya kabar tak sedap bahwa sejumlah petinggi aktif di TNI Angkatan Darat dan Polri diduga membentuk tim sukses untuk partai tertentu. Apalagi disebut-sebut para perwira TNI AD dan Polri dimaksud mengampanyekan asal bukan presiden "S".
Informasi yang menyebut adanya perwira TNI ikut dalam politik praktis tak pelak lagi membuat KSAD TNI Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo kebakaran jenggot. Agustadi kemarin menegaskan isu adanya gerakan asal bukan capres berinisial S alias ABS di lembaganya sekadar SMS biasa. Namun, dirinya telah meminta para perwira tingginya untuk tetap menjaga netralitas dalam Pemilu dan Pilpres mendatang. Bila ada yang tidak netral pihaknya akan menindak tegas, dicopot dari jabatannya.
Demikian juga dengan Kapolri Bambang Hendarso Danuri membantah keras adanya gerakan di Kepolisian yang mengarahkan untuk mendukung salah satu bakal capres dan menolak bakal capres lainnya seperti dilansir Presiden SBY dalam pidato menerima rapim TNI dan rakor Polri di Istana Presiden, Jakarta Kamis (29/1). Kepada wartawan, Kapolri menegaskan, Polri netral pada Pemilu 2009 dan tidak punya kepentingan apa-apa. Kalau ada yang tak netral, Kapolri berjanji siap menindak bawahannya.
Terlepas dari kecurigaan pihak yang mensinyalir apa yang dilontarkan SBY itu justru merupakan kampanye terselubung untuk mencari simpati sebagai capres 2009, maupun memberi kesan Presiden panik serta kurang percaya diri, kita akan melihat dari aspek positifnya bahwa sentilan Presiden SBY itu didasari niat baik untuk memperoleh penegasan dan meyakinkan diri tentang sikap netralitas TNI/Polri terhadap politik praktis. Apalagi mengingat, dalam pemilu kali ini, banyak purnawirawan TNI/Polri yang terjun dalam aktivitas politik melalui dukungan dan atau wadah partai-partai politik, dan beberapa purnawirawan jenderal bahkan menjadi cawapres.
Penegasan kembali komitmen netralitas TNI/Polri dalam kancah politik praktis saat ini mutlak diperlukan. Karena, TNI/Polri adalah penjaga ketertiban negara. Netralitas TNI dibutuhkan untuk menjaga arah demokrasi dan menjaga kehidupan berbangsa dan bermasyarakat pada masa mendatang agar semakin baik. Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto maupun Kapolri (sebelumnya) Jenderal Polisi Sutanto di beberapa even juga menyatakan bahwa anggotanya "belum menggunakan hak pilih pada Pemilu 2009 walaupun dalam pasal 93 ayat (2) UU Pemilu dinyatakan bahwa 'anggota TNI dan Polri mempunyai hak memilih'."
Kebijakan yang arif, dan cerdas tersebut hendaknya dapat dimaknai lebih lanjut sebagai upaya penciptaan kondisi kondusif dalam pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu 2009. Kebijakan TNI dan Polri untuk tidak menggunakan hak pilih mempunyai makna dan persepsi yang dikaitkan dengan sifat pekerjaan dan tuntutan tugas TNI dan Polri. Baik hal itu ditinjau dari aspek sejarah, kewenangan, maupun proses reformasi yang dituntut harus bersikap netral dalam tugas maupun aktivitasnya. Dengan demikian, kedua institusi ini harus berada di atas kepentingan semua golongan maupun kekuatan politik.
TNI/Polri harus menjunjung tinggi semangat reformasi i tubuh TNI/Polri yang telah bergulir sejak 1998, saat kedua lembaga itu dipisahkan. (ahmad suroso)
Tajuk, Tribun Batam, Sabtu, 31 Jan 2009
Sabtu, 31 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar