Rabu, 21 Januari 2009

Menyoal Tabiat Wakil Rakyat

MENGHERANKAN sekaligus menggelikan. Itulah kesan yang muncul saat mendengar alasan yang disampaikan 24 anggota DPRD Tanjungpinang, dalam sidang kasus dugaan korupsi dana APBD 2005 sebesar Rp 1,3 Miliar, dengan terdakwa bendahara dewan, Ady Purwanto di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu (21/1).

Ke-24 anggota DPRD tersebut kemarin diperiksa untuk memberikan kesaksian terhadap uang yang mereka pinjam dari Bendahara DPRD Ady Purwanto. Mereka meminjam uang APBD total berjumlah Rp 727 juta. Besarnya bervariasi, mulai dari Rp 9 juta hingga Rp 102,5 juta. Saat ditanya majelis hakim mengapa mereka meminjam uang APBD yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah, para wakil rakyat terhormat tersebut walaupun sudah menjabat anggota DPRD minimal empat tahun, tetapi mereka mengaku masih miskin, sehingga meminjam uang tersebut.

Alasan yang disampaikan anggota DPRD Tanjungpinang mengaku miskin sehingga terpaksa meminjam dana APBD ke bendahara dewan itu patut disayangkan, sekaligus menggelikan. Karena tidak mungkin anggota dewan tidak mengetahui kalau itu dana APBD yang tidak dibenarkan dipinjam untuk keperluan pribadi.

Kasus yang terjadi di DPRD Tanjungpinang itu hanyalah contoh kecil dari tabiat wakil rakyat di tanah air yang memprihatinkan. Karena cukup banyak kasus-kasus korupsi baik di pusat maupun daerah yang melibatkan anggota dewan yang terhormat, antara lain Al Amin Nasution, Hamka Yandhu. Ada yang menerima aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp31,5 miliar dan ada yang terjerat kasus suap alih fungsi hutan lindung Bintan, dan Bagan Siapi-api Palembang.

Masyarakat juga kecewa dengan perilaku anggota dewan yang sering membolos dari sidang. Seperti diberitakan media, sidang paripurna DPR RI, Senin (19/1) lalu hanya dihadiri 199 anggota DPR dari 550 total anggota DPR. Kritik pedas yang sering dialamatkan ke DPR seakan tidak pernah didengar. Begitu juga imbauan pimpinan DPR yang berulang kali disampaikan ke anggotanya untuk menghadiri persidangan, tidak diindahkan. Sebagian terbesar tetap membolos. Mangkirnya anggota dewan dari rapat-rapat DPR itu termasuk korupsi politik yang harus segera dihentikan.

Kritik bukan hanya datang dari media, tapi juga sampaikan oleh orang dalam DPR sendiri, yakni Idrus Marham. Anggota DPR dari Partai Golkar itu dalam disertasi doktor berjudul Demokrasi Setengah Hati, Studi Kasus Elit Politik di DPR RI 1999-2004, yang dipertahankannya di depan Senat Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Sabtu (17/1) lalu, mengkritik bahwa proses legislasi di DPR RI tidak disertai perdebatan konseptual.

Hal itu terjadi karena lebih dari 60% anggota DPR tidak berkualitas. Artinya, anggota DPR hanya menjalankan tugas konstitusional tanpa kontribusi pemikiran yang orientasinya pada perdebatan konseptual. Tidak lebih dari 40% anggota DPR RI berkualitas dan memiliki kontribusi pemikiran yang orientasinya perdebatan konseptual.

Dari sini, kita menjadi lebih paham bahwa perdebatan di DPR selama ini bukan perdebatan konseptual, melainkan perdebatan tentang sikap politik sehingga hasilnya hanya untuk mencari pembenaran atas sikap politik dari tiap-tiap parpol. Elite politik di DPR bekerja tidak optimal dalam memenuhi aspirasi demokrasi. Yang terjadi adalah negosiasi dan barter politik yang diwarnai intrik dalam mencari titik temu kepentingan antarkelompok politik sehingga rapat-rapat di DPR lebih merupakan formalitas.

Kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Karena itu, moment pemilu 2009 mendatang harus bisa dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki kualitas para calon anggota dewan di masa mendatang. Partai politik adalah pihak yang paling bertanggung jawab memperbaiki kualitas DPR dengan menempatkan kader yang benar-benar bermutu, baik dalam wawasan maupun dalam tabiat dan perilaku.

Namun mengingat, terpilihnya caleg sekarang bukan didasarkan pada nomor urut, tetapi suara terbanyak, maka harapan dialamatkan kepada masyarakat supaya betul-betul lebih selektif memilih caleg. Pilih caleg bukan berdasar popularitas, tetapi yang berkualitas, dari kedalaman wawasannya, kematangan pribadinya, dan rekam jejaknya. (ahmad suroso)

Tajuk (corner) Tribun Batam, Kamis (22/1/2009)

Tidak ada komentar: