Aksi-aksi gempuran Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza terus berlanjut, menggunakan semua kekuatan pembunuhan dan penghancur. Memasuki hari ke-20 (Kamis, 15/1/2009) agresi brutal Israel itu lebih tepat disebut aksi Genosida atau pembersihan etnis secara massal.itu mengingat jumlah korban sampai kemarin sudah mencapai lebih dari 1035 Palestina tewas dan 5000 lainnya terluka, dimana 333 di antaranya anak-anak dan 95 wanita. Selebihnya sebagian besar adalah warga sipil.
Pesawat-pesawat tempur dan artileri darat Israel melancarkan serangan ke rumah-rumah warga dan wilayah-wilayah pada penduduk. Angkatan Darat Israel kemarin juga menjadikan warga sipil Palestina sebagai tameng atau benteng hidup untuk menghadapi pejuang-pejuang militan Hamas. Akibatnya ribuan warga sipil justru yang menjadi korban kebiadan serangan Israel, khususnya anak-anak, perempuan, dan orangtua. Bukan, pejuang Hamas, yang selama ini menjadi tujuan dari agresi militer Zionis-Israel ke Gaza.
Dalam situasi kemanusiaan yang demikian genting di Gaza; sudah tidak ada lagi tempat yang aman untuk berlindung, persediaan makanan berkurang, aliran listrik putus, infrastruktur hancur, rumah sakit dan tim medis kekurangan obat-obatan dan sarana kedokteran untuk menangani ribuan korban yang terluka atau gugur, eskalasi serangan militer Zionis-Israel justru semakin membabi buta ditambah lagi kengototannya untuk tetap memblokade Gaza dari dunia luar. Akibatnya bantuan kemanusiaan dari berbagai penjuru dunia sulit masuk ke wilayah Gaza.
Seperti terlihat Kamis (15/1) kemarin, Angkatan Laut Israel mengusir kapal Siprus pembawa bantuan kemanusiaan dan obat-obatan untuk korban perang di Jalur Gaza. Sehari sebelumnya Angkatan Laut Israel juga menghentikan kapal Iran yang membawa obat-obatan, makanan dan pakaian dengan tujuan Gaza memaksa untuk mengubah rute ke Pelabuhan Mesir, dengan mengatakan bahwa Gaza merupakan wilayah tertutup.
Agaknya yang perlu mendapatkan perhatian masyarakat dunia, adalah tindakan Israel yang secara sengaja membunuhi anak-anak. Karena Zionis mempunyai pandangan bahwa anak-anak itu, kelak akan menjadi teroris. Anak-anak muda Palestina itu, menurut persepsi kalangan militer Israel, bukan hanya menjadi ancaman keamanan, tapi akan mengakhiri segala eksistensi zionis Israel.
Pertumbuhan populasi anak-anak Palestina yang mencapai 3% setiap tahunnya itu, menyebabkan rejim zionis Israel mengidap paranoid. Setidaknya, setiap keluarga Palestina, mereka mempunyai anak rata-rata lima. Ini berbeda dengan populasi penduduk Yahudi di Israel yang rata-rata satu keluarga hanya mempunyai 1-2 anak. Sehingga, pertumbuhan populasi rakyat Palestina, terus meningkat dengan tajam. Inilah yang tak dapat dibendung dengan senjata.
Perlu diingat, target Israel melakukan agresi ke Gaza, dan menggunakan kekuatan militer dan mesin perang, dan melakukan penghancuran yang sangat luas, serta membunuhi anak-anak Palestina, tak akan pernah bisa mengakhiri cita-cita yang dimiliki rakyat Palestina, yang akan terus tumbuh, dan menjadi dorongan yang sangat hebat, bagi mereka yang sekarang menghadapi agresi. Cita-cita ingin menegakkan negara, seperti sebuah magma yang terus berproses dalam diri dan dada setiap warga Palestina, yang tidak pernah pupus hanya oleh agresi militer.
Tak heran bila perang yang sudah memasuki minggu ketiga ini, tak juga berhasil memaksa Hamas, mengibarkan `bendera putih' sebagai tanda menyerah. Hamas, sebagai gerakan, yang sekarang menjadi fenomena, tak akan mudah menggadaikan cita-citanya, sekumpulan orang yang menegaskan tentang jati dirinya serta karakternya, yang tak berkompromi dengan zionis Yahudi, yang telah mencap Hamas sebagai gerombolan teroris. Melihat sikap keras Hamas dan Israel tampaknya perang tersebut masih akan berlangsung lama.
Namun demi mencegah berlarutnya aksi genosida tersebut, kiranya dunia internasional, mulai dari PBB, dunia Arab, OKI, dan negara-negara barat harus melakukan segala upaya untuk memaksa Israel menghentikan agresinya ke Israel, dan tentu saja Hamas juga menghentikan serangannya roketnya ke wilayah Israel. Jangan sampai aksi genosida massal di luar batas-batas kemanusiaan seperti terjadi di Bosnia terulang kembali. Tidak ada kata lain yang lebih tepat selain menghentikan serangan, baik oleh tentara Israel maupun Hamas, meskipun harus diakui ini tidaklah mudah. (ahmad suroso)
Dimuat di Corner, Tribun Batam, 16 Januari 2009
Kamis, 15 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar