Selasa, 20 Januari 2009

Hindari Sengketa Gas Blok Natuna

BENANG kusut pengelolaan Blok Natuna memasuki babak baru, setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menegaskan kontrak ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) di Blok Natuna D-Alpha sudah berakhir. Selain itu Pemerintah RI juga mengancam akan memidanakan kontraktor migas EMOI bila tidak bersedia menyerahkan data lengkap hasil eksplorasi ladang gas alam Blok Natuna D Alpha.

ExxonMobil balik merencanakan mengajukan gugatan arbritase atas penolakan tersebut. Seperti disampaikan Wakil Direktur EMOI Maman Budiman, pihaknya tetap berketetapan kontrak Exxon di Natuna masih berlaku. Exxon juga tetap berkomitmen mengembangkan Natuna secara efisien bersama Pertamina seperti yang tercantum dalam kontrak tertulis. Pihaknya akan membawa kemampuan teknologi dan pengalaman mengelola proyek gas skala besar dan sulit seperti Natuna.

Alasan pemerintah menghentikan kontrak, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, karena tenggat waktu (penyerahan data hasil pengembangan) sudah berakhir sejak 2005 sebagaimana diatur dalam kontrak. Pemerintah yang berhak menentukan segalanya. Tidak boleh orang merasa punya republik ini, padahal dia (EMOI) tidak melaksanakan kewajiban dalam kontrak sejak 30 tahun lalu.

Sesuai ketentuan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, data hasil eksplorasi dan eksploitasi adalah milik dan dikuasai negara. Pelanggaran diancam hukuman denda Rp 10 miliar dan kurungan satu tahun. Pemerintah melalui rapat kabinet terbatas, sudah memberi tugas kepada Pertamina untuk menyusun rencana pengelolaannya. Jadi, bila ada kontraktor termasuk Exxon yang tidak mengembalikan data, maka bisa dipidanakan.

Keputusan pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan Blok Natuna kepada Pertamina memang merupakan langkah tepat. Tetapi mengingat Exxon Mobil sudah puluhan tahun mengelola blok Natuna dan pengalaman mengelola Migas-nya bagus, seyogianya lebih jernih di dalam memetakan persoalan, dan menyelesaikan masalah itu.

Pengalaman aplikasi dan teknologi Exxon Mobile di dalam mengelola Migas seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk bisa mendorong kedua belah pihak, antara PT Pertamina dan Exxon Mobil melakukan negosiasi bisnis secara all out dalam pengelolaan lahan Blok Natuna, sehingga diharapkan ada solusi terbaik untuk pengembangan Blok Natuna tersebut. Di sisi lain, kita juga menuntut EMOI segera memberikan penawaran yang serius. Kalau tidak, seperti ditegaskan Wapres Jusuf Kalla, silakan hengkang!

Seperti diketahui, kandungan gas di Natuna diperkirakan mencapai hingga 222 TCF (triliun kubik kaki), tiga kali dari kandungan gas Arun, Aceh. Kandungan gas di blok yang dikenal dengan istilah Natuna D Alpha itu hanya 46,2 TCF yang bisa digunakan, karena 75%-nya adalah CO2 (karbon dioksida). Delapan perusahaan sudah menyatakan minatnya terhadap Blok Natuna. Antara lain, ExxonMobil (AS), Total Indonesie (Perancis), Chevron (AS), StatOil (Orwegia), Shell (Inggris-Belanda), ENI (Italia), Petronas ( Malaysia ), dan China National Petroleum Corporation (Tiongkok).

Pertamina seperti dikatakan Pengamat Migas Kurtubi bisa menggandeng tujuh perusahaan lain yang ada dalam daftar. Masalahnya, pilihan ini akan menghadapkan Pertamina pada kemungkinan arbitrase maupun tertundanya jadwal eksplorasi. Karena tujuh perusahaan tersebut tidak punya data. Cuma Exxon Mobil yang punya data. Ini berarti prosesnya mulai dari nol lagi. Karena itu sekali lagi, pilihan yang paling rasional adalah Pertamina dan EMOI segera melakukan negosiasi all out agar blok mempercepat proses transaksi dan segera bisa berproduksi. (ahmad suroso)

Corner, Tribun Batam, Senin, 19 Januari 2009

Tidak ada komentar: