Senin, 22 Desember 2008

Tuntaskan RUU Pengadilan Tipikor

NASIB Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai lembaga yang getol mengadili para koruptor berada diujung tanduk! Demikian kekhawatiran yang dilontarkan lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi nasib Rancangan Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai RUU Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebab sampai saat ini belum ada upaya atau tanda-tanda untuk dibahas di DPR. Karena itu Koordinator bidang Monitoring Hukum dan Peradilan Emerson Juntho ICW kepada di Jakarta, Jumat (20/12) meminta DPR mempercepat proses pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.

Memang tenggat pembentukan UU Pengadilan Tipikor sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi paling lambat masih sampai pada 19 Desember 2009. Padahal, seperti diungkapkan Ketua DPR RI Agung Laksono dalam paripurna DPR, Jumat (19/12), untuk tahun 2009 mendatang DPR punya tugas harus menetapkan 35 RUU.

Masalahnya, anggota DPR yang saat ini terlibat dalam pembahasan RUU Pengadilan Tipikor diduga telah kehabisan tenaga untuk mempersiapkan diri pada Pemilu Legislatif 9 April 2009. Mungkinkah DPR mampu menuntaskan pembahasan 35 RUU tersebut termasuk RUU Pengadilan Tipikor?

Indikasi diabaikannya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor cukup kuat. Sebab meskipun, RUU ini sudah lama diajukan, kenyataannya sampai sekarang belum ada progres yang terlihat dari pembahasan RUU tersebut. Hal ini menguatkan asumsi banyak pihak bahwa selama ini DPR kurang pro kepada pemberantasan korupsi.

Kita khawatir, jika tidak segera dirampungkan payung hukumnya, maka Pengadilan Tipikor akan segera menjadi kenangan. Akibatnya, korupsi kembali ditangani oleh pengadilan umum yang kredibilitasnya selama ini dipertanyakan. Sudah menjadi rahasia umum jika reputasi Pengadilan Umum dalam menangai perkara korupsi kurang mumpuni. Fakta yang terjadi, tren vonis bebas justru meningkat dari tahun ke tahun.

Dengan tidak adanya Peradilan Tipikor maka berpotensi melemahkan KPK yang selama ini getol melakukan pemberantasan korupsi. Seperti diungkapkan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Hariono, jika dalam melakukan pemberantasan korupsi saja KPK tidak memiliki patner handal seperti yang dilakukan Pengadilan Tipikor selama ini maka dikhawatirkan tindak pemberantasan korupsi di Indonesia akan melemah.

Harus diakui bahwa KPK telah menjadi lembaga yang sangat ditakuti koruptor, tidak terkecuali anggota DPR dan Kejaksaan Agung. Saking takutnya sehingga muncul upaya-upaya untuk melucuti kewenangannya. Berbagai kalangan terus berupaya dengan berbagai jalan dan cara untuk melemahkan peranan KPK dalam memberantas korupsi.

Di antaranya upaya mengganti komposisi majelis hakim Pengadilan Tipikor yang selama ini terdiri atas dua hakim karier dan tiga hakim ad hoc, dibalik menjadi tiga hakim karir, dua hakim adhoc. Yang paling aktual, Komisi III DPR menolak anggaran Rp90 miliar yang diajukan KPK untuk membangun gedung baru dan rumah tahanan. Padahal KPK memang memerlukan anggaran untuk membangun gedung dan ruang tahanan, mengingat banyaknya perkara korupsi yang masuk ke KPK.

Supaya posisi KPK yang kuat dan berwibawa seperti sekarang ini dapat dipertahankan, maka DPR harus secepatnya merampungkan pembahasan dan mengesahkan RUU Pengadilan Tipikor. Sebab bila sampai akhir 2009 tidak juga disahkan, pengadilan Tipikor akan tinggal kenangan, dan nasib KPK akan menjadi seperti macan ompong.

Dimuat di Corner Tribun Batam, 22 Desember 2008

Tidak ada komentar: