Senin, 15 Desember 2008

BBM Turun, Elpiji Menghilang

TIDAK seperti biasanya, pada saat hari libur Minggu kemarin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin rapat terbatas dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Keputusan penting yang dihasilkan dari rapat kabinet terbatas tersebut adalah pemerintah memutuskan menurunkan lagi harga BBM jenis premium.

Setelah 1 Desember 2008 lalu turun dari Rp 6.000 per liter menjadi Rp 5.500, kini premium diturunkan lagi Rp 500 menjadi Rp 5.000 perliter. Pemerintah juga memenuhi janjinya menurunkan harga solar yang dipandang sebagai sektor komersial (untuk kepentingan transportasi umum dan industri), turun Rp 700, dari Rp 5.500 perliter menjadi Rp 4.800 perliter.
Harga baru itu berlaku efektif mulai pukul 00.00 tadi malam, 15 Desember 2008.

Keputusan tersebut sedikit mengejutkan, karena dilakukan mendadak. Sebab, seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah pada 10 Desember lalu mengumumkan akan menurunkan lagi harga BBM pada Januari 2009 mendatang.

Keputusan tersebut patut disambut gembira dan diapresiasi. Ini menunjukkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cukup responsif terhadap keluhan dan desakan yang disampaikan masyarakat, dunia usaha, para wakil rakyat di DPR.

Meskipun nilainya kecil, kita berharap semoga penurunan harga BBM jenis premium dan khususnya solar itu dapat memberikan kekuatan stimulus, yakni terkoreksinya tarif transportasi yang selama ini dirasakan cukup mahal oleh masyarakat. Selama ini sektor transportasilah yang paling banyak menyedot BBM jenis solar, begitu juga sektor industri.
Bila penurunan harga solar tersebut ternyata masih dinilai belum signifikan menjadi kekuatan stimulus oleh para pengusaha angkutan terutama yang tergabung dalam Organda (organisasi pengusaha angkutan darat), maka tak ada salahnya pemerintah memanggil atau melibatkan Organda untuk mencari titik temu dalam penentuan besaran penurunan harga solar. Dalam menentukan penurunan lagi harga BBM, seyogianya pemerintah dan pengusaha angkutan lebih mempertimbangkan dari sisi kepentingan masyarakat luas, bukan hanya dari perhitungan bisnis atau pemerintah.

Setelah menurunkan harga bensin premium dan solar tersebut, kini menjadi kewajiban pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan kelangkaan bahan bakar elpiji di berbagai daerah di Jawa maupun luar Jawa, baik elpiji konversi bersubsidi ukuran 3 Kg, maupun BBM ukuran 12 Kg.

Dari pemberitaan di media massa sepekan terakhir ini bisa kita lihat kepanikan masyarakat yang kesulitan mendapatkan elpiji. Masyarakat serba salah. Ketika sudah beralih ke elpiji, pasokan dan distribusi elpiji tersendat. Mau beralih ke minyak tanah lagi, sudah tidak ada di pasaran.

Pemerintah, khususnya PT Pertamina selaku produsen sekaligus pemasok elpiji jangan hanya berpolemik soal sebab-sebab kelangkaan elpiji yang kini menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat seperti halnya sembako. Tetapi bagaimana mencari solusi agar kelangkaan elpiji tersebut secepatnya bisa teratasi. Jangan sampai kasus yang terjadi selama ini muncul lagi di kemudian hari.

Jangan menyederhanakan persoalan kelangkaan elpiji. Seperti ungkapan Wakil Presiden M Jusuf Kalla di Jakarta kemarin, yang menyatakan langkanya pasokan gas elpiji 3 kilogram sebagai dilema keberhasilan kebijakan pemerintah. Menurutnya, prosesnya distribusi gas elpiji 3 kilogram lebih panjang dibandingkan minyak tanah. Mulai produksi sampai ke kapal, ke kilang, ke kereta, dan ke stasiun pengisian membutuhkan langkan panjang.

Ini artinya pemerintah saat memutuskan kebijakan konversi gas elpiji ini masih diliputi keraguan apakah akan berhasil. Ketika ternyata berhasil, permintaan gas elpiji dari masyarakat semakin melonjak tinggi melampaui kemampuan distribusi, pemerintah tak siap. Maaf, logika Jusuf Kalla bila diikuti, kebijakan pemerintah itu seperti makan buah simalakama. Rakyat sendiri disuruh pindah dari minyak tanah ke gas. Tapi sekarang gasnya susah didapat. Pakai minyak tanah rakyat susah, konversi ke gas rakyat sengsara. (ahmad suroso)

Dimuat di Tribun Corner, 15 Desember 2008

Tidak ada komentar: