Kamis, 11 Desember 2008

Ekstradisi Koruptor BLBI dan Dananya

TERTANGKAPNYA satu dari puluhan pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Adrian Kiki Ariawan, yang selama enam tahun lebih buron dan berhasil ditangkap aparat keamanan Australia pada Jumat 28 November lalu cukup melegakan. Apalagi pemerintah Australia berjanji bakal segera mengektradisi Adrian ke Indonesia, tentu sangat menggembirakan.

Tidak berlebihan bila Presiden SBY mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri Australia Kevin Rudd di sela-sela acara Bali Democracy Forum di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Rabu (10/12). Presiden SBY berharap, Adrian segera dapat diekstradisi agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya mengemplang dana BLBI yang tidak kecil, Rp 1,9 triliun.

Seperti diketahui, kasus Adrian berawal pada 1989 hingga 1998. Di kantor PT Bank Surya, terpidana Adrian Kiki Ariawan, Bambang Sutrisno dan kawan-kawannya melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp1,9 triliun dengan menyalurkan kredit kepada 166 perusahaan/debitor kelompok yang dibentuk terpidana yang tidak melakukan kegiatan operasional.

Pada persidangan 8 Juli 2002, para terpidana tidak hadir sehingga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan sidang dilanjutkan secara in absentia. Amar putusan PN Jakarta Pusat No. 899/Pid.B/2002/PN Jkt.Pst, tertanggal 13 November 2002, menyatakan terdakwa Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Selain Adrian, sejumlah terpidana kasus korupsi kakap yang kabur antara lain; Sudjiono Timan (kasus PT BPUI) dan Eko Adi Putranto (kasus Bank Harapan Santosa). Para koruptor lainnya yang masih buron, Eddy Tansil (pemilik PT Golden Key). Kasus Bapindo, kerugian negara Rp 1,3 triliun. Bambang Sutrisno (Direktur Utama Bank Surya) Kasus BLBI Bank Surya, kerugian negara Rp 1,5 triliun.

Kemudian, Sherny Konjongiang (Direktur Bank BHS). Kasus BLBI Bank BHS, kerugian Rp 2,659 triliun, Samadikun Hartono (pemilik Bank Modern). Kasus BLBI Bank Modern, kerugian Rp 169 miliar, Agus Anwar (pemilik Bank Pelita). Kasus BLBI Bank Pelita, kerugian Rp 1,989 triliun serta Irawan Salim (Pemilik Bank Global). Kasus Reksa dana, kerugian sekitar Rp 600 miliar dan Maria Pauline Lumowa (PT Gramarindo). Kasus Kredit fiktif Bank BNI, kerugian Rp 1,3 triliun.

Mereka itulah antara lain yang telah menjarah duit negara yang datang melalui BLBI sekitar Rp 144 triliun dan Obligasi Rekap sekitar Rp 430 triliun beserta kewajiban pembayaran bunga yang
minimum Rp 600 triliun, saat Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1997/1998. Mereka yang kebagian hasil hujan duit BLBI itu ada yang sial, namun tak sedikit pula yang dan mujur. Mereka yang buntung, saat ini ada yang telah meringkuk di balik jeruji penjara, ada pula yang masih kabur tak diketahui rimbanya. Namun ada pula yang sudah tertangkap dan diekstradisi, seperti koruptor BLBI David Nusa Wijaya, yang menilep uang negara Rp 1,29 triliun itu diekstradisi oleh pemerintah Amerika Serikat tahun 2006.

Mengingat besarnya dana BLBI yang dikemplang oleh para koruptor kakap tersebut, maka yang menjadi tantangan buat pemerintah, selain harus terus berusaha keras menangkap para koruptor BLBI tersebut lewat kerjasama dengan negara-negara yang menjadi tempat bersembunyi para koruptor tersebut, juga berapa uang yang dapat ditarik kembali untuk kas Negara. Masuknya kembali ke kas negara ini kiranya lebih penting daripada perbuatan kriminalnya. Toh kita mengenal adanya release and discharge (R & D) yang tercantum dalam perjanjian perdata dengan nama Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).

Koruptor BLBI lainnya yang sudah tertangkap atau menyerahkan diri mendapat apa yang tercantum dalam MSAA karena mereka kooperatif dan bersedia membayar kembali dengan aset yang mereka serahkan, walaupun nilainya hanya sekitar 15 persen dari utangnya. Intinya MSAA ialah bila bankir nakal mau disidik dan mau berunding dengan pemerintah tentang berapa yang sanggup dibayarnya, pemerintah memberikan pernyataan pelunasan dan pembebasan yang istilahnya dalam MSAA R and D itu tadi.

Di sisi lain, pengungkapan kembali kasus dana BLBI tersebut hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi para bankir sekarang untuk lebih hati-hati dalam menjaga likuiditas bank dan rasio kecukupan modal. Demikian juga dengan pemerintah cq Bank Indonesia jangan royal mengucurkan bantuan likuiditas kepada bank yang bermasalah.

Artikel Tribun Corner, 11 Desember 2008

Tidak ada komentar: