Selasa, 23 Desember 2008

Menolong Korban PHK

BADAI krisis ekonomi global yang terjadi tahun ini menunjukkan grafik yang semakin mengkhawatirkan. Ibarat tsunami, gelombang dahsyat krisis finansial global ini menghantam seluruh negara-negara di muka planet bumi, baik di Amerika, Eropa, Asia, tak terkecuali Indonesia.

Kondisi ini perekonomian dunia yang buruk ini akan berlanjut sampai tahun 2009. Seperti diingatkan oleh Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Dominique Strauss-Kahn Senin (22/12), bahwa tahun 2009 akan merupakan tahun buruk bagi ekonomi global. Perkiraan pertumbuhan tahunan bulan Januari 2009 diperkirakan akan lebih buruk dari sebelumnya.

Tak pelak lagi, kondisi perekonomian yang suram ini memaksa banyak perusahaan di Indonesia, termasuk di Batam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), seiring dengan melemahnya daya beli konsumen dalam arti korporasi maupun masyarakat.

Salah satunya dilakukan oleh PT Satnusa Persada Tbk, perusahaan perakitan elektronik di Batam yang terpaksa memPHK 3000 karyawannya secara bertahap mulai Desember ini sampai Maret 2009 mendatang. Setelah itu PHK masih akan terus berlanjut, karena seperti disampaikan Dirut PT Satnusa Persada yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Abidin Hasibuan, krisis ekonomi global mengakibatkan penurunan order sampai 50 persen, sehingga PHK tak bisa dihindari.

Menurut informasi yang disampaikan oleh beberapa Human Resourches and Development (HRD) industri di Batam saat talkshow "Strategi Mengoptimalkan Tenaga Kerja dalam Krisis Global" yang diselenggarakan Harian Tribun, di Hotel Pacific Jumat (19/12) lalu, beberapa perusahaan di kawasan industri terbesar di Kepri, Batamindo juga sudah berancang-ancang melakukan PHK.

Provinsi Kepri menurut Menakertrans Eman Suparno juga merupakan satu dari 9 provinsi di Indonesia yang terberat terkena dampak krisis global. Ini bisa dibuktikan dari analisis yang dilakukan Apindo bahwa korban PHK di Batam sendiri diperkirakan akan mencapai 750.000 sampai 1 juta orang. Sedangkan di tingkat nasional mencapai 4,5 juta pekerja.

Kita tidak bisa menyalahkan perusahaan-perusahaan yang terpaksa melakukan kebijakan PHK tersebut. Karena order menurun drastis. Sehingga untuk menghindari dari kebangkrutan tidak ada pilihan selain merumahkan atau PHK karyawan. Bisa saja PHK dihindari, dengan cara melalukan penggiliran kerja. Misalnya, pekerja yang selama ini seminggu masuk lima hari, kini diperpendek menjadi tiga atau dua hari kerja. Tentu saja ini akan menurunkan upah, tetapi pekerja masih bisa dipekerjakan.

Bila PHK tak bisa dihindari, persoalannya, apa yang harus dilakukan terhadap para karyawan korban PHK massal, dan menjadi tanggungjawab siapa untuk menolong mereka? Salah satu strategi yang bisa ditempuh, pemerintah harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi domestik. Karena pasar ekspor sudah tidak bisa lagi diandalkan lagi pada tahun 2009 saat ekonomi global yang diperkirakan justru semakin memburuk.

Dalam kaitan ini kita patut memberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan urban base economy untuk meningkatkan daya beli masyarakat demi menggairahkan pasar domestik melalui berbagai program seperti PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri, KUR, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Program PNPM mandiri, yaitu bantuan senilai Rp 3 miliar per kecamatan yang anggaran sudah disiapkan dalam APBN. Program ini ditujukan membantu masyarakat untuk bekerja. Selain itu, dana ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat, dan menggerakkan ekonomi lokal. PNPM ibarat kail untuk memberdayakan masyarakat agar keluar dari kemelaratan secara mandiri.

Program untuk menggairahkan pasar domestik sudah selayaknya kita dukung. Kita menunggu langkah-langkah konkret dari pemerintah daerah untuk merealisasikan program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat tersebut. (roso)

Tidak ada komentar: