Jumat, 26 Desember 2008

Kemenangan Suara Rakyat

MAHKAMAH Konstitusi (MK) membuat keputusan bersejarah dalam proses pemilu di Indonesia. Dalam sidangnya, Selasa (23/12) lalu, MK memutuskan menghapuskan sistem nomor urut, serta menetapkan calon legislatif melalui prosedur suara terbanyak. Ketentuan baru itu berdasarkan keputusan MK yang mengabulkan uji materiil atas pasal 214 Huruf a,b,c, d, dan e UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.

MK memutuskan, caleg terpilih dalam pemilu 2009 tak boleh lagi menggunakan standar ganda, memakai nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg seperti diatur dalam pasal 214 tersebut. Tegasnya, penetapan caleg harus didasarkan pada suara terbanyak. Menurut MK, ketentuan pasal 214 inkonstitusional karena bertentangan dengan makna kedaulatan rakyat dan bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. Penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut melanggar kedaulatan rakyat karena tidak mengindahkan kehendak rakyat dalam penetapan caleg, dan hanya ditentukan oleh elit partai.

Putusan MK ini secara umum disambut gembira oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan hampir seluruh parpol peserta pemilu, kecuali PDIP. PPP yang semula keberatan, Kamis kemarin melalui Ketua Umum DPP Suryadharma Ali menyatakan, partainya siap melaksanakan putusan MK tersebut, meskipun waktunya dinilai kurang tepat lagi, karena tahapan penyusunan caleg sudah selesai sebelumnya

Sementara PDIP menilai, putusan MK menjungkirbalikkan mekanisme sistem proporsional dalam pemilu yang ditetapkan UU sebab bukan distrik murni. Seharusnya tetap ada kebebasan partai untuk menentukan sistem yang dipakai dan dihormati sebab ada kedaulatan partai menentukan caleg.

Sudah sepantasnya kita menyambut baik putusan MK tersebut. Karena bagaimana pun ini merupakan keputusan yang sangat bagus bagi rakyat, penghormatan terhadap suara rakyat. Putusan ini juga bisa dinilai sebagai kemenangan suara rakyat. Karena setiap wakil yang terpilih akan ditentukan dari perolehan suara terbanyak. Tidak ada lagi caleg yang merasa dirugikan dengan adanya sistem nomor urut.

Hikmahnya, dengan suara terbanyak para caleg akan berusaha keras mencari dukungan dan simpati dari masyarakat untuk memberikan dukungan kepadanya. Karena pemegang jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh satu partai berhak untuk langsung duduk di parlemen. Jadi misalkan ada satu partai yang mendapatkan dua jatah kursi di DPR, maka akan dipilih caleg yang mempunyai suara terbanyak. Atau suaranya sekurang-kurangnya 30 persen, dari total suara partai yang didapat dalam dapil tersebut.

Namun, syarat mutlak lainnya yang harus dipenuhi seperti diungkapkan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary suara partai harus sesuai ketentuan perolehan suara nasional sebanyak 2,5 persen. Karena meskipun caleg mempunyai suara terbanyak, tapi bila partainya tidak memenuhi kuota 2,5 persen maka suaranya dianggap hangus dan tidak dapat menjadi anggota parlemen.

Ini sekaligus menjadi tantangan bagi semua caleg, baik yang berada di nomor urut jadi maupun nomor urut sepatu untuk melaksanakan kampanye bagi dirinya maupun partainya dengan cara yang cerdas dan efektif. Sebab, percuma saja, caleg mendapatkan suara terbanyak, tetapi suara partainya tidak memenuhi kuota 2,5 persen sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-undang.

Penerapan sistem suara terbanyak ini juga mempermudah kerja KPU dalam penghitungan perolehan suara caleg. KPU juga sudah menegaskan akan mengikuti putusan MK tersebut dan akan segera mengeluarkan peraturan KPU terkait dengan keputusan tersebut. Pasca keluarnya keputusan MK tersebut, untuk menyamakan langkah dalam mengimplementasikan putusan MK tersebut, pemerintah, DPR dan KPU harus segera melakukan pertemuan konsultasi yang bisa menjadi pegangan bagi semua pihak. (***)

Dimuat di Corner Tribun Batam, 26/12/2008

Tidak ada komentar: