Rabu, 10 Desember 2008

Kekuatan Stimulus Penurunan BBM

SETELAH menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium per 1 Desember 2008 Rp 500 perliter, dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500 perliter, kini pemerintah kembali menjadwalkan akan menurunkan lagi harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar mulai Januari 2009. Namun berapa besar penurunan harganya belum ditentukan.

Rencana penurunan itu menyusul harga minyak mentah dunia yang terjun bebas ke angka terendah dalam empat tahun terakhir. Harga minyak mentah dunia yang diperdagangkan Jumat (5/12), turun menjadi 40,81 dolar AS per barrel (1 barel 159 liter), atau level yang terakhir kali terlihat pada Desember 2004.

Kalangan pengusaha pun menyambut baik rencana penurunan BBM tersebut, seperti disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Soesatyo. Tetapi yang terpenting dari penurunan harga BBM tersebut adalah skala muatan dari rencana penurunan harga yang mempunyai kekuatan stimulus jika tarif transportasi otomatis terkoreksi (diturunkan).

Selama ini sektor transportasi yang paling banyak menggunakan BBM jenis solar, begitu juga dengan sektor industri. Sektor komersial inilah yang paling banyak menyedot solar. Karena itu pemerintah akan mengalihkan subsidi BBM ke jenis solar. Merespon rencana pemerintah tersebut, menurut Bambang, Selasa (9/12), DPR maupun para ahli secara tak langsung merekomendasikan penurunan BBM bersubsidi antara Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per liter.

Menurut Pengamat perminyakan DR Kurtubi dengan harga minyak dunia yang saat ini di bawah 50 dolar AS per barel, sesungguhnya harga premium saat ini sebesar Rp 5.500 per liter, sudah tidak disubsidi lagi oleh pemerintah. Sebaliknya pemerintah justru untung Rp 1.000 per liter. Sehingga menurut Kurtubi, seharusnya harga premium menjadi Rp 4.500 per liter.

Usulan dari DPR dan para ahli yang dikutip Bambang tersebut kiranya tidaklah berlebihan, bila kita mau membandingkannya dengan harga bensin di negara-negara lain yang lebih maju. Pemerintah selama ini sering mengatakan bahwa bensin kita paling murah. Benarkah harga bensin kita paling murah? Bandingkan dengan harga ketika pemerintah menaikkan harga BBM akhir Mei 2008 lalu, bensin dari Rp 4.500 per liter naik jadi Rp 6.000, solar dari Rp 4.300 menjadi Rp 5.500 perliter.

Kemudian bandingan dengan harga bensin di beberapa negara anggota OPEC saat itu. Di Venezuela harganya hanya Rp 460/liter, di Saudi Arabia Rp 1.104/liter, di Nigeria Rp 920/liter, di Iran Rp 828/liter, di Mesir Rp 2.300/liter, dan di Malaysia Rp 4.876/liter. Rata-rata pendapatan per kapita di negara-negara tersebut lebih tinggi dari kita. Sebagai contoh Malaysia sekitar 4 kali lipat dari negara kita.

Jelas sekali bedanya. Negara-negara tersebut lebih mementingkan kepentingan rakyat. Kita tidak bermaksud menuding bahwa pemerintah Indonesia tidak mementingkan rakyat atau hanya pro pada spekulan pasar yang hanya mengikuti harga minyak Internasional. Tetapi faktanya harga BBM di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara tersebut.
Contoh, Amerika Serikat dan Cina adalah importer minyak terbesar dan ketiga di dunia. Tapi harga minyak di AS cuma Rp 8.464/liter sementara Cina Rp 5.888/liter. Padahal penduduk kedua negara lebih besar dari Indonesia (Cina penduduknya 1,3 miliar).
Indonesia meski premium pada akhir Mei 2008 Rp 6.000/liter namun harga Pertamax mencapai Rp 8.700/liter. Lebih tinggi dari harga di AS. Padahal UMR di Indonesia cuma US$ 95/bulan, sementara di AS US$ 980/bulan. Indonesia cenderung mengikuti kemauan spekulan pasar.

Kita tunggu langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk bisa menurunkan harga BBM yang signifikan seperti diharapkan oleh para wakil rakyat dan para ahli tersebut. Yakni penurunan yang bisa memberikan stimulus sektor transportasi menurunkan biaya angkutan transportasi umum, sehingga sektor riil bisa bergairah kembali di tengah keterpurukan ekonomi dunia. Begitu juga sektor industri bisa tumbuh kembali sehingga kekhawatiran terjadinya PHK besar- besaran di tahun 2009 tidak terjadi. Semoga.

Artikel Tribun Corner, 10 Desember 2008

Tidak ada komentar: