Sabtu, 31 Juli 2010

Teror terhadap Pers

PENGEKANGAN terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi serta perlakuan intimidasi dan teror terhadap pers kembali terjadi. Selasa (6/7) dinihari kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Menteng, Jakarta Pusat dilempar bom molotov oleh dua pengendara motor tak
dikenal. Tiga bom molotov meledak tepat di depan kantor Tempo tersebut berjarak sekitar dua meter dari pintu masuk.
Adanya pelemparan bom molotov di kantor Tempo menyusul pemberitaan Majalah Tempo dalam edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang menurunkan laporan utama "Rekening Gendut Perwira Polri" disertai dan sempat menjadi polemik antara pihak Polri dengan Redaksi Majalah Tempo itu pun mengundang kecaman sekaligus menyisakan pertanyaan bagi masyarakat, apakah ada orang-orang terterntu yang mencoba memanfaatkan situasi tersebut, kesengajaan untuk mengadu domba antara institusi Polri dengan Tempo.
Sebab sebelumnya ada ketersinggungan pihak Polri atas cover karikatur seorang perwira Polri menarik celengan babi Majalah Tempo dan Laporan Utama Majalah Tempo yang berujung pada ancaman Kapolri ingin memperkarakan Majalah Tempo baik secara perdata maupun pidana ke pengadilan. Namun kemudian Polri Senin (5/7) mengurungkan niatnya memidanakan Tempo, dan memilih menempuh jalur di luar pengadilan.
Sinyalemen adanya adu domba itu diungkapkan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jendral Edward Aritonang. Menurut Edward peristiwa itu sangat merugikan kepolisian karena pihaknya juga sedang ada permasalahan dengan Majalah Tempo. Pelaku pelemparan bom molotov juga memanfaatkan momen syukuran Hari Bhayangkara yang juga digelar pada hari Selasa kemarin.
Apapun motifnya dan siapapun pelakunya, tindakan pelaku pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Majalah Tempo itu merupakan tindakan biadab yang mengancam kebebasan pers. Ini merupakan tindakan teror yang bukan sekadar menjadi persoalan Tempo, tetapi menjadi ancaman serius terhadap media, pers pada umumnya.
Karena itu kita menuntut kepada pihak Kepolisian untuk segera mengusut tuntas peristiwa pelemparan bom Molotov terhadap kantor Majalah Tempo dan mengusut pelaku. serta membongkar motif penyerangan. Sebab tindakan intimidasi untuk membungkam kebebasan pers di Indonesia tersebut bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi pers sebagai pilar keempat demokrasi..
Apalagi bila mengingat pengekangan terhadap kebebasan pers serta kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh aparat keamanan maupun organisasi masyarakat seperti dilansir LBH Pers dalam siaran persnya kemarin mencatat, dalam kurun waktu Februari 2010-Juni 2010, menunjukkan kenaikkan yang cukup mengkhawatirkan bagi kebebasan pers di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa belum ada kesadaran semua pihak untuk menghormati pers dalam
melaksanakan peran dan fungsi dalam melakukan pengawasan, kritik dan koreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Meski demikian, diharapkan pers tetap menjalankan tugas jurnalistik yang kritis dan korektif dalam rangka melayani kebutuhan publik terhadap informasi. Kebebasan pers dan keterbukaan informasi harus selalu dijaga. Tak boleh takut dengan tindakan teror dan intimidasi. Kebebasan pers tidak bisa ditekan dengan kekuatan apa pun baik oleh para penguasa ataupun polisi.
Koran ini untuk kesekian kalinya menyerukan kepada pihak-pihak yang merasa berkeberatan dengan
pemberitaan supaya menempuh prosedur sesuai dengan UU Pers yaitu melalui hak jawab atau mediasi Dewan Pers. Segala bentuk teror, intimidasi dan kekerasan bukan lagi cara yang patut ditempuh di alam demokrasi ini. (*)

corner tribun, 7 Juli 2010

Tidak ada komentar: