Jumat, 28 Agustus 2009

Selamat Menjalankan Amanat Rakyat

HARI INI, Sabtu, 29 Agustus, anggota DPRD Kota Batam periode 2009-2014 dilantik. Lembaran baru legislatif berjumlah 45 orang ini lebih banyak diiisi wajah-wajah baru yang akan mewakili kita, rakyat, untuk menjadi lokomotif penyeimbang pembangunan daerah. Kendati ada sembilan wajah lama yang duduk kembali, kita berharap mereka punya citra baru, semangat baru, etos kerja baru, pemikiran baru untuk memajukan Batam, memenuhi harapan rakyat hingga lima tahun ke depan.

Pelantikan ini menjadi lebih bermakna bagi mereka, karena dilaksanakan di tengah kesibukan rakyat mengisi Ramadan. Kita berharap moment Ramadan ini dapat menjadi titik tolak bagi para wakil rakyat yang terhormat untuk memulai masa tugasnya untuk selalu menjunjung moral, etika, dan budaya sesuai lima sila Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia yang majemuk.

Beberapa catatan penting kita sampaikan terkait dengan para wakil rakyat terhormat tersebut yang akan memulai masa tugasnya hari ini. Pertama, selamat dan sukses kita sampaikan kepada para anggota DPRD yang terpilih melalui pesta demokrasi Pemilu Legislatif 9 April 2009. Kita berdoa dan berharap, mereka dapat mengemban amanah mewakili rakyat dengan bertanggung jawab, selalu mengingat janji-janjinya pada saat kampanye kepada konstituen untuk bekerja maksimal yang bermuara untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Kenapa hal ini kita tekankan! Karena, meskipun anggota anggota legislatif telah disumpah saat pelantikan, tak sedikit di antara mereka yang kemudian lupa diri. Enaknya berbagai fasilitas dan privilege yang diterima serta sejuknya ruang kabin mobil dinas yang diterima pimpinan dan anggota dewan kadang bisa membuat mereka lupa membawakan aspirasi rakyat. Tak sedikit yang terjerumus sampai masuk penjara gara-gara godaan uang dan jabatan.

Kita juga ingin mengingatkan, pada era otonomi daerah ini, publik menunggu peran yang lebih aktif para anggota DPRD dalam menelurkan peraturan-peraturan daerah yang bisa mempercepat pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sayang, tugas strategis tersebut justru sering terabaikan. Terbukti dari banyaknya raperda di berbagai daerah yang saat ini mangkrak di gedung dewan karena tak kunjung disentuh.

Hal lain yang perlu disadari, dalam pemilu 9 April lalu, seleksi internal partai politik yang kurang ketat dan tidak melibatkan calon pemilih, menyisakan jarak antara caleg terpilih dan konstituen. Banyak caleg sulit dilacak rekam jejaknya sehingga boleh jadi dipilih karena ketidaktahuan pemilih tentang sosok caleg yang sesungguhnya.

Menghadapi kenyataan ini, tak ada cara terbaik untuk menepis semua keraguan tadi, kecuali menjawabnya lewat unjuk kerja yang baik dan komitmen yang tak tergoyahkan. Istiqomah (kukuh) mengemban amanah dan memelihara kemurnian niat akan menjadi kompas dalam mengarungi medan politik yang kelabu.

Kita juga berharap, para anggota dewan terpilih yang baru dilantik untuk belajar cepat untuk memahami persoalan yang dihadapi masyarakat dan berikhtiar sepenuh hati mencari solusi terbaik untuk menanganinya. Ini akan menjadi kartu truf yang menentukan kinerja wakil rakyat. Lebih dari itu, penghayatan wakil rakyat atas masalah keseharian konstituennya akan menolong mereka dalam mengalkulasi tindakan politik yang benar-benar mungkin dari tindakan yang sekadar perjudian politik belaka.

Terakhir, para wakil rakyat harus membuka saluran dan menjalin komunikasi yang efektif serta memelihara kontak dengan pemilih. Penyakit 'kacang lupa kulit' harus dibuang jauh-jauh agar kehormatan tetap melekat. Semoga (*)

Tribun Corner, 30 Agustus 2009

Misteri Aliran Dana Terorisme

SUDAH hampir sepekan penyelidikan tim Densus 88 terhadap dugaan keterlibatan Ali Muhammad Bin Abdullah alias Ali Abdullah dalam pendanaan untuk pengeboman di Hotel JW Marriot-Ritz Carlton berlangsung, tetapi masih belum menemukan titik terang. Apakah pria asal Riyadh, Arab Saudi yang ditangkap tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri pada 17 Agustus lalu di wilayah Nagrek, Jawa Barat itu memfasilitasi pendanaan dari luar negeri untuk pengeboman tersebut atau tidak.

Sumber Tribun menjelaskan, beberapa bulan sebelum pengeboman di hotel JW Marriott-Ritz, Ali Abdullah pergi ke luar negeri bersama Syaifudin Zuhri, perekrut Dani yang dijadikan pengebom bunuh diri di hotel tersebut, dan seseorang yang belum diungkap namanya. Ali menginap bersama warga negara Yaman di Marriott kamar 1621 dan check out dari Hotel 17 Juli 2009 sebelum bom meledak. Ali juga tercatat beberapa kali melakukan kontak dengan penghuni kamar 1808, tempat Dani Dwi Permana menginap.

Tertangkapnya Ali semakin menguatkan dugaan adanya aliran dana dari luar negeri untuk aksi-aksi pengeboman di Indonesia, termasuk bom Marriot-Ritz Carlton. Seperti disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencurigai beberapa aliran dana teroris di dalam negeri.

Transaksi-transaksi mencurigakan itu ditemukan di sepuluh kota pada belasan bank ternama yang mencapai 80 transaksi selama kurun 2004-2009, nilainya mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sepuluh kota, tempat temuan transaksi mencurigakan itu antara lain Jogja, Makassar, Bekasi, Solo, Poso dan Jakarta.

Namun seperti diakui Ketua PPATK, Yunus, dan mantan Kepala Densus 88, Surya Dharma, tidak mudah untuk mengendus aliran dana terorisme. Karena para teroris memiliki pengetahuan memadai tentang sistem transaksi perbankan. Mereka tidak mau menggunakannya, karena mudah terdata. Mereka pakai sistem cash (tunai) dan carry (jinjing) oleh kurir yang sulit terdeteksi.

Sistem transfer mereka memakai mekanisme hawala, yakni pencairan uang tanpa melalui bank atau transaksi elektronik antarnegara. Teknisnya, misalnya A dari Pakistan hendak kirim uang ke B di Indonesia. Si A menggunakan jasa X di Pakistan, lalu si X menghubungi Y yang merupakan jaringannya di Indonesia. Si Y inilah yang memberikan uang kepada B. Utang piutang X dan Y diselesaikan belakangan.

Contohnya, pada aksi bom Marriot 2003, Hambali yang kini berada di penjara Guantanamo, Kuba, melalui Rusman, menghubungi Ammar Al Baluchi di Pakistan untuk memberikan US$ 50 ribu kepada Zubair --warga Malaysia yang ditangkap di Thailand dan kini di penjara Guantanamo, di Thailand. Dana itu diambil Zubair melalui jaringan Al-Baluchi di Bangkok. Dari Bangkok, uang dibawa secara tunai ke Indonesia via Malaysia. Info kucuran dana asing itu berasal dari acara pemeriksaan Ali Ghufron alias Muchlas dan Rusman Gunawan -- adik Hambali.

Mengingat pola-pola transaksi keuangan para teroris banyak dilakukan secara cash and carry, aparat keamanan mulai dari polisi, bea cukai, angkatan laut, pelabuhan di wilayah perbatasan, termasuk Provinsi Kepri harus lebih waspada dan ketat lagi menjaga jalur nonbank melalui akses transportasi laut dan darat.

Tetapi meskipun semua jalur laut dan darat nonbank tertutup rapat, kewaspadaan bank, penyedia jasa keuangan (PJK) lain seperti money changer, serta PPATK tak boleh lengah dan kendur dalam mengawasi dan menganalisis setiap transaksi keuangan yang mencurigakan. Diperlukan kerja sama dengan jararan Polri, khususnya Densus-88. Karena bukan tak mungkin mereka akan kembali menggunakan jalur perbankan untuk menjalankan aksinya. (*)
Tribun corner, 28 Agustus 2009

Senin, 10 Agustus 2009

Kejanggalan Dibalik Penyergapan Teroris

RAKYAT Indonesia patut bersyukur dan memberikan penghargaan kepada pihak kepolisian khususnya Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror yang telah menunjukkan keseriusannya dalam memberantas terorisme. Mereka berhasil menyergap dan melumpuhkan teroris jaringan Noordin M Top di Bekasi, Jabar, dan Temanggung, Jawa Tengah pada hari yang sama, Sabtu (8/8).

Tiga teroris tewas ditembak, dua orang Perumahan Puri Nusa Phala, Jatiasih, Bekasi, seorang lainnya yang diduga gembong teroris paling dicari, Noordin M Top di Desa Beji, Kecamaan Kedu, Kabupaten Temanggung. Penyergapan di Temanggung berlangsung dalam suasana dramatik dan menegangkan hampir 18 jam lamanya disertai tembak-menembak dan disaksikan langsung oleh masyarakat dari kejauhan.

Sementara dari penyergapan di Bekasi. ditemukan bahan material bom seberat 500 Kg yang direncanakan untuk melakukan serangkaian pengeboman di Jakarta, di antaranya targetnya, Istana Presiden, dan kediaman pribadi Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor pada pertengahan Agustus mendatang, serta Gedung Komisi Pemilihan Umum )KPU di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Namun, dibalik kesuksesan kepolisian melakukan penyergapan di dua tempat persembunyian teroris di Bekasi dan Temanggung, menyisakan sejumlah pertanyaan yang mengusik akal sehat sebagian publik dan pengamat intelijen, mulai dari penyisiran sampai saat penyergapan sejumlah orang yang diduga teroris di Temanggung.

Kejanggalan pertama, pada pemilihan lokasi tempat persembunyian Noordin. Tempat yang digerebek di Temanggung kemarin sudah pernah steril oleh Polisi dan itu bukan kebiasaan Noordin mendatangi tempat yang sudah disteril. Biasanya dia langsung memutus hubungan dengan tempat tersebut.

Jaringan Noordin sulit terlacak, karena mereka hidupnya selalu di luar lokasi Based Transciever Station (BTS). Untuk komunikasi, mereka mempunyai alat komunikasi yang mempunyai frekuensi sendiri yang sulit terlacak. Noordin selain dikenal sebagai ahli bom juga pakar di bidang TI.

Kejanggalan kedua, keberadaan Noordin yang sendirian di dalam rumah tanpa disertai dengan pengawalan. Padahal, selama ini, kemana-mana Noordin selama dikawal oleh beberapa orang. Kejanggalan lainnya sosok yang diduga Noordin yang tidak memakai bom rompi. Sebab, dalam keadaan apapun, Noordin pasti menggunakan bom rompi. Lebih tak masuk akal lagi, ketika lelaki itu tertembak, terdengar suara aduh dan minta tolong. Bila benar dia adalah anggota jaringan Noordin tentunya jeritan yang terdengar adalah suara takbir.

Pertanyaan lainnya, untuk menyergap seorang teroris di rumah yang disampingnya terdapat bukit yang sangat membantu puluhan sniper untuk menembak mati sasaran, kenapa Densus 88 membutuhkan waktu sampai 18 jam lamanya, dan harus menghujani dengan rentetan tembakan dari malam sampai pagi ke rumah tersebut hingga atap genteng dan tembok hancur berantakan.

Lalu dari dokumen foto lelaki yang tertembak petugas Densus 88 dalam kondisi kepala terbelah mulai dari atas hidung ternyata sama sekali tidak ada kemiripannya dengan foto-foto Noordin yang selama ini disebar polisi. Polisi mengaku masih harus mencocokan dengan DNA anak Noordin untuk memastikan apakah pria itu Noordin atau bukan.

Memang tidak mudah untuk memberantas teroris di Indonesia. Karena hidup mereka seperti rumput, dipangkas, tumbuh lagi, ditebas tumbuh lagi rumputnya, sebab mereka mempunyai sel- sel yang siap menampung dan melindungi. Karena itu untuk memerangi teroris, maka tak ada salahnya, Densus 88 menggandeng tentara, yang sudah teruji punya pengalaman luas didalam memerangi teroris sejak zaman perang kemerdekaan.

Kewaspadaan masyarakat juga diperlukan untuk melapor ke pihak kepolisian bila menjumpai pendatang di lingkungannya yang sikapnya mencurigakan dan perilakunya aneh. (ahmad suroso)

Tribun Corner, Senin, 10 Ags 2009

Jumat, 07 Agustus 2009

Perginya Sang Penyair Religius


BANGSA Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya. Seorang budayawan besar yang tiada tanding. Wilibrordus Surendra Broto Rendra atau lebih dikenal dengan WS Rendra dan belakangan berganti nama menjadi H Wahyu Sulaiman Rendra, seorang dari tiga penyair besar yang dimiliki Indonesia, disamping Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri, telah berpulang keharibaan ilahi di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (6/8) pukul 22.10 WIB pada usia 73 tahun.

Penyair dan dramawan pendiri Bengkel Teater Rendra yang sudah malang melintang di dunia kesenian sejak tahun 1952 itu meninggal setelah lebih dari sebulan dirawat akibat serangan jantung koroner di sejumlah rumah sakit, atau dua hari setelah meninggalnya seniman fenomenal Mbah Surip yang tiba-tiba melejit namanya di blantika musik Indonesia lewat lagu, Tak Gendong. Meski Mbah Surip dimakamkan di komplek Bengkel Teater milik Rendra di Depok, tapi WS Rendra tak sempat melayat karena sedang dirawat di rumah sakit sampai meninggalnya kemarin.

Ada satu pesan mendalam disampaikan budayawan Emha Ainun Najib yang memimpin doa di depan jenazah WS Rendra saat disemayamkan di Bengkel Teater Rendra di Desa Cipayung, Depok, Jumat (7/8). Kepada satu stasiun TV Emha menekankan, WS Rendra bukanlah jasadnya atau fisiknya, karena semua itu akan kembali ke bumi, tetapi karya-karyanya yang akan terus dikenang dan diabadikan.

Pesan penyair Emha itu mengandung makna religius yang mendalam, bahwa manusia diciptakan dari tanah dan akan dikembalikan ke tanah atau bumi, yang akan menjadi bagiannya ulat-ulat di tanah. Sepertiga diri manusia lainnya berupa ruh akan kembali ke Allah, dan sepertiga lainnya bagi dirinya berupa amal sholeh.

Karya-karya penyair berjuluk sang "Burung Merak" tak akan pernah kembali bumi, tetapi dia akan terus dikenang dan menjadi pelajaran tentang kearifan/religiusitas kehidupan.
Seperti tertulis dalam salah satu syairnya, "...Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh/Hidup adalah untuk mengolah hidup/bekerja membalik tanah/memasuki rahasia langit dan samodra/serta mencipta dan mengukir dunia/Kita menyandang tugas/kerna tugas adalah tugas/Bukannya demi sorga atau neraka/tetapi demi kehormatan seorang manusia...dst".

Dari puisi tersebut, terutama pada syair pertama menunjukkan kedalaman religiusitas WS Rendra. Sebuah pengakuan bahwa tidak pada tempatnya manusia untuk mengeluh dan mengaduh, karena ini akan menjadi tempat masuknya penguasa gelap. Dengan tidak mengeluh dan mengaduh, artinya manusia mengakui Allah adalah Maha Mengetahui dan Melihat, Maha Agung, Maha Kaya, dan maha lainnya seperti tercantum dalam 99 asmaul husna.

Kita telah kehilangan seorang penyair yang bukan hanya lantang menyuarakan ketidakadilan....tetapi juga seorang penyair yang religius. Ini tercermin dari puisi Rendra, berjudul "Titipan", "...Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku/bahwa sesungguhnya ini hanya titipan/bahwa mobilku hanya titipan-Nya/bahwa rumahku hanya titipan-Nya/bahwa hartaku hanya titipan-Nya/bahwa putraku hanya titipan-Nya/tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya/mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?/Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini ?/Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?/Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Dari dua puisi itu saja sudah menunjukkan betapa hausnya seorang WS Rendra didalam pencarian jati dirinya untuk pada saatnya bisa bertemu dengan Tuhannya. Kita hanya bisa berdoa, semoga Rendra bertemu dengan Sang Pemilik TITIPAN sejatimu di alam sana. Sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga untuk kita teladani. (ahmad suroso)