Senin, 26 Januari 2015

Komitmen Kapolda Kalbar Berantas Kejahatan

Tajuk, 27 Jan 2015 A presiasi patut kita berikan kepada Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Pol Arief Sulistyanto, yang meskipun baru 8.5 bulan bertugas di Kalbar sudah banyak prestasinya. Terbukti, ketika awal Arief menjabat Kapolda Kalbar Mei 2014, posisi Polda Kalbar masih berada nomor urut 3 dari bawah dalam penanganan kasus. Tetapi di penghujung tahun 2014 peringkatnya naik ke nomor urut 2 teratas dari 32 Polda se Indonesia dalam keberhasilan dalam penanganan kasus. Senin (26/1/2015) siang kemarin, saat bersilaturahmi ke kantor redaksi Tribun Pontianak bersama jajaran pimpinan Polda, Jendral bintang satu ini kembali menegaskan komitmennya menjaga kondisi ketertiban dan keamanan dalam masyarakat serta mengantisipasi terjadinya berbagai tindak kriminal, dengan membentuk lima satuan tugas (Satgas). Lima satuan tugas ini sudah kami konsolidasikan. Ini menjadi lima sasaran yang jadi prioritas, jelas Arief Sulistyanto sembari menyebutkan lima satgas tersebut. Yakni Satgas Anti Korupsi, Satgas Mafia Tanah, Satgas Anti Narkoba, Satgas Anti Premanisme dan Kejahatan Konvensional, dan Satgas Penanggulangan Hutan dan Kebakaran Lahan. Pembentukan unit kerja Satgas pemberantasan tindak kriminal itu menurut alumnus Akpol tahun 1987 ini, sesuai dengan arahan dan menindaklanjuti kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kalbar pekan lalu. Arief berharap dengan pembentukan tim satgas itu, kondisi keamanan dan ketertiban di Kalbar dapat terjaga dengan baik. Masyarakat juga diminta ikut mendukung pengamanan sehingga suasana tetap kondusif. Ketika disinggung alasan membentuk satgas kebakaran hutan, padahal sekarang tidak ada kebakaran hutan atau lahan, Arief mengingatkan bahwa untuk mencegah terjadi kebakaran hutan, dari awal harus sudah dilakukan rekayasa lahan. Lahan-lahan perkebunan sawit dari tanah gambut harus dibuat kanal-kanal, sehingga bila muncul kebakaran bisa dimanfaatkan airnya untuk memadamkan. Polda Kalbar juga akan fokus untuk pencegahan dan pemberantasan narkoba, dengan membentuk satgas anti narkoba. Sejak menjadi orang nomor satu di Polda Kalbar, Arief memang tidak pandang bulu dalam penindakan kasus-kasus narkoba, termasuk kepada anak buahnya sendiri. Bila ada anggotanya yang dari hasil tes urin positif memakai narkoba akan dipecat. Ia tidak mau melindungi anggotanya yang bermasalah. Terbukti ia sudah memecat 27 anggotanya. Nama Polda Kalbar mencuat secara nasional bahkan internasional, saat dua anggotanya, yakni AKPB Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap pada September 2014 ditangkap Polisi Diraja Malaysia di Kuching, karena diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba internasional. Bahkan Arief tidak segan-segan membeberkan secara detail kesalahan Idha. Nama Polda Kalbar dan Brigjen Arief Sulistyanto kembali menjadi pembicaraan nasional setelah berhasil menangkap Budiono Tan, bigbos PT BIG yang menjadi buronan Polda sejak 2010 dalam kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik ratusan petani sawit di Ketapang dan penipuan senilai puluhan miliar. Arief sendiri kepada Tribun mengaku kaget ketika namanya berhari-hari menghiasi media massa nasional. Penangkapan ini sangat melegakan ratusan petani sawit Ketapang yang selama lima tahun putus asa (hopeless) karena sudah sejak 2010 mengadukan kasusnya ke Polda tidak ada tindak lanjutnya. Kasus mantan anggota MPR ini sulit ditangani karena Polda Kalbar karena kerap mendapat intervensi dari pihak-pihak tertentu termasuk DPR RI. Sejak awal menjabat Kapolda Kalbar 5 Mei 2014, Arief memang langsung tancap gas memberantas semua kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat. Hasilnya Kalbar terbebas dari penyelundupan semua komoditi, gula, beras, maupun, narkoba, onderdil kendaraan, BBM. Para pelakunya diproses hukum, termasuk oknum petugas yang terlibat ditindak tegas sampai pemecatan. Keberhasilan Arief menjadi Kapolda itu, baik di eksternal maupun internal telah mampu mengangkat citra positif Polda Kalbar, di saat Polri di Jakarta sedang menjadi sorotan tajam publik, dan menurun citranya akibat perseteruannya dengan KPK. Ini merupakan momentum yang harus dipelihara seluruh aparat kepolisian di Polda Kalbar untuk tetap fokus pada tugas dan tanggungjawabnya sesuai arahan Kapolda Kalbar. (*)

Komitmen Kapolda Kalbar Berantas Kejahatan

A presiasi patut kita berikan kepada Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Pol Arief Sulistyanto, yang meskipun baru 8.5 bulan bertugas di Kalbar sudah banyak prestasinya. Terbukti, ketika awal Arief menjabat Kapolda Kalbar Mei 2014, posisi Polda Kalbar masih berada nomor urut 3 dari bawah dalam penanganan kasus. Tetapi di penghujung tahun 2014 peringkatnya naik ke nomor urut 2 teratas dari 32 Polda se Indonesia dalam keberhasilan dalam penanganan kasus. Senin (26/1/2015) siang kemarin, saat bersilaturahmi ke kantor redaksi Tribun Pontianak bersama jajaran pimpinan Polda, Jendral bintang satu ini kembali menegaskan komitmennya menjaga kondisi ketertiban dan keamanan dalam masyarakat serta mengantisipasi terjadinya berbagai tindak kriminal, dengan membentuk lima satuan tugas (Satgas). Lima satuan tugas ini sudah kami konsolidasikan. Ini menjadi lima sasaran yang jadi prioritas, jelas Arief Sulistyanto sembari menyebutkan lima satgas tersebut. Yakni Satgas Anti Korupsi, Satgas Mafia Tanah, Satgas Anti Narkoba, Satgas Anti Premanisme dan Kejahatan Konvensional, dan Satgas Penanggulangan Hutan dan Kebakaran Lahan. Pembentukan unit kerja Satgas pemberantasan tindak kriminal itu menurut alumnus Akpol tahun 1987 ini, sesuai dengan arahan dan menindaklanjuti kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kalbar pekan lalu. Arief berharap dengan pembentukan tim satgas itu, kondisi keamanan dan ketertiban di Kalbar dapat terjaga dengan baik. Masyarakat juga diminta ikut mendukung pengamanan sehingga suasana tetap kondusif. Ketika disinggung alasan membentuk satgas kebakaran hutan, padahal sekarang tidak ada kebakaran hutan atau lahan, Arief mengingatkan bahwa untuk mencegah terjadi kebakaran hutan, dari awal harus sudah dilakukan rekayasa lahan. Lahan-lahan perkebunan sawit dari tanah gambut harus dibuat kanal-kanal, sehingga bila muncul kebakaran bisa dimanfaatkan airnya untuk memadamkan. Polda Kalbar juga akan fokus untuk pencegahan dan pemberantasan narkoba, dengan membentuk satgas anti narkoba. Sejak menjadi orang nomor satu di Polda Kalbar, Arief memang tidak pandang bulu dalam penindakan kasus-kasus narkoba, termasuk kepada anak buahnya sendiri. Bila ada anggotanya yang dari hasil tes urin positif memakai narkoba akan dipecat. Ia tidak mau melindungi anggotanya yang bermasalah. Terbukti ia sudah memecat 27 anggotanya. Nama Polda Kalbar mencuat secara nasional bahkan internasional, saat dua anggotanya, yakni AKPB Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap pada September 2014 ditangkap Polisi Diraja Malaysia di Kuching, karena diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba internasional. Bahkan Arief tidak segan-segan membeberkan secara detail kesalahan Idha. Nama Polda Kalbar dan Brigjen Arief Sulistyanto kembali menjadi pembicaraan nasional setelah berhasil menangkap Budiono Tan, bigbos PT BIG yang menjadi buronan Polda sejak 2010 dalam kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik ratusan petani sawit di Ketapang dan penipuan senilai puluhan miliar. Arief sendiri kepada Tribun mengaku kaget ketika namanya berhari-hari menghiasi media massa nasional. Penangkapan ini sangat melegakan ratusan petani sawit Ketapang yang selama lima tahun putus asa (hopeless) karena sudah sejak 2010 mengadukan kasusnya ke Polda tidak ada tindak lanjutnya. Kasus mantan anggota MPR ini sulit ditangani karena Polda Kalbar karena kerap mendapat intervensi dari pihak-pihak tertentu termasuk DPR RI. Sejak awal menjabat Kapolda Kalbar 5 Mei 2014, Arief memang langsung tancap gas memberantas semua kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat. Hasilnya Kalbar terbebas dari penyelundupan semua komoditi, gula, beras, maupun, narkoba, onderdil kendaraan, BBM. Para pelakunya diproses hukum, termasuk oknum petugas yang terlibat ditindak tegas sampai pemecatan. Keberhasilan Arief menjadi Kapolda itu, baik di eksternal maupun internal telah mampu mengangkat citra positif Polda Kalbar, di saat Polri di Jakarta sedang menjadi sorotan tajam publik, dan menurun citranya akibat perseteruannya dengan KPK. Ini merupakan momentum yang harus dipelihara seluruh aparat kepolisian di Polda Kalbar untuk tetap fokus pada tugas dan tanggungjawabnya sesuai arahan Kapolda Kalbar. (*)
Tajuk 24 Jan 2015 Prahara KPK-Polri KABAR yang menggemparkan publik muncul Jumat pagi (23/1) kemarin. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal Polri saat sedang mengantar anaknya ke sekolah. Bambang ditangkap setelah dilaporkan oleh politisi PDI Perjuangan Sugianto Sabran ke Bareskrim Polri pada 19 Januari 2015. Menurut Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Ronny F Sompie, penangkapan Bambang dalam rangka pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Dia membantah penangkapan ini terkait calon kepala Polri Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kabar penangkapan tersebut tentu saja mengejutkan. Apalagi Ketua KPK Abraham Samad juga sedang menjadi sorotan tajam setelah politisi PDIP lainnya, yakni Plt Sekjen PDP Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/1), mengungkap dugaan manuver-manuver politik yang dilakukan Abraham jelang pemilihan presiden dan wakil presiden tahun lalu. Kita sangat prihatin atas dua kasus yang sedang menimpa dua pimpinan KPK tersebut. Karena ini akan menjadi pertaruhan yang teramat mahal bagi institusi yang selama ini menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi, bila sangkaan yang dituduhkan oleh dua politisi partai berlambang banteng moncong putih itu benar. Abraham melalui Deputi Pencegahan KPK Johan Budi telah membantah keras tudingan Hasto dan menyebut tuduhan itu fitnah belaka. Sementara penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto oleh Bareskrim yang diikuti dengan penetapan sebagai tersangka kasus pemalsuan keterangan saksi pada kasus sengketa Pilkada di Kota Waringin Barat (Kobar), Kalteng juga terkesan mendadak. Ditemui di Bareskrim, Sugianto membantah, bahwa dirinya memanfaatkan momentum perseteruan KPK-Polri untuk melaporkan kasus yang ia alami. Untuk diketahui, saat Pilkada Kota Waringin Barat 2010, pasangan Ujang dan Bambang menggugat kemenangan pasangan Sugianto Sabran (kini anggota DPR fraksi PDIP) dan Eko Soemarno di MK. Dalam sidang yang dipimpin Akil Mochtar, saksi dari pasangan Ujang dan Bambang, Ratna Ratna menyatakan bahwa pasangan Sugianto dan Eko menang setelah membagikan uang kepada rakyat. Atas keterangan yang diberikan Ratna tersebut, MK akhirnya mendiskualifikasi kemenangan Sugianto-Eko. Buntut dari sengketa Pilkada Kobar, saksi Ratna Mutiara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijatuhi hukuman 5 bulan penjara atas kesaksian palsu. Ratna merupakan saksi yang dihadirkan Bambang Widjojanto (BW) yang merupakan kuasa hukum Ujang dalam sidang sengketa Pilkada di MK tahun 2010. Kembali ke penangkapan Bambang Widjojanto, apapun alasan Polri, sulit untuk disebut sebagai kasus hukum murni. Dalam perspektif politik, penangkapan BW memiliki korelasi kuat dengan penetapan status tersangka terhadap calon Kapolri Budi Gunawan. Yang terjadi antara KPK dan Polri sudah bisa disebut sebagai "perang" dua institusi penegak hukum. Dalam perspektif publik, penangkapan Bambang Widjojanto adalah 'balas dendam' karena calon Kapolri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Karena itu, Presiden Jokowi harus bertanggung jawab karena Jokowi yang menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Presiden Jokowi harus segera mengambil sikap tegas atas penangkapan BW dan membuktikan bahwa dia adalah presiden seluruh masyarakat, bukan pejabat partai atapun petugas partai. Jokowi harus bisa berdiri tegak dan berpihak kepada kepentingan rakyat, terutama pada pemberantasan korupsi. Jokowi tak perlu takut kehilangan dukungan dari partai yang justru terusik oleh KPK.Sebaliknya, Jokowi akan mendapat dukungan dari rakyat karena bersikap tegas. Selama ini KPK berada di garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Komitmen KPK telah mengusik kepentingan beberapa elite. Beberapa elite saat ini sedang menyandera Presiden lewat ancaman akan menarik dukungan. Sekali lagi, kunci penyelesaian ada di tangan Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bisa menyelamatkan KPK sekaligus Polri. Bila tidak, negara akan berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan. (*)

Selebritas dalam Jeratan Narkoba

Tajuk 23 Jan 2015 S etelah mengamankan musisi kondang Fariz Rustam Munaf awal Januari silam, Polres Metro Jakarta Selatan kembali mengamankan selebritis yang kedapatan menggunakan narkoba. Kali ini pihak kepolisian mengamankan seorang personel grup band Padi yang bernama Ari Tri Sosianto alias Ari (40), Kamis (22/1) pukul 03.00 WIB di studio musik miliknya di Jalan Matahari Raya Blok L1, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan, . Dari pemeriksaan hasil tes urin, gitaris grup band Padi itu dinyatakan positif mengonsumsi narkoba jenis metafetamin, afetamin, ekstasi, dan sabu. Barang bukti yang turut disita adalah satu paket sabu, satu alat bong, alumunium foil, serta korek api. Dengan demikian sudah dua orang personel band Padi terjerat Narkoba. Sebelumnya, drumer Padi, Yoyo, juga terjerat narkoba dan ditangkap 27 Febuari 2011. Sejauh ini, pihak kepolisian masih mendalami kemungkinan Ari mendapatkan pasokan narkoba dari bandar yang sama dengan Fariz RM, karena ada kemiripan. Kita prihatin atas tertangkapnya kembali personel grup band papan atas tanah air tersebut yang kedapatan mengonsumsi narkoba. Karena ini menambah panjang daftar selebritas Tanah Air yang terjerat kasus narkotika dan psikotropika & bahan adiktif lainnya. Dalam 10 tahun terakhir, berdasar catatan Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), terdapat sedikitnya 35 selebritas Tanah Air terjerat kasus narkoba. Antara lain seperti diberitakan koran ini, Fariz RM, ditangkap 6 Januari 2015, Kabul Basuki alias Tessy , Oktober 2014, Roger Danuarta , Februari 2014, Raffi Ahmad, 27 Januari 2013, Andika, eks Kangen Band, 11 Maret 2011. Selanjutnya, aktor Ibra Azhari, ditangkap 23 Agustus 2010, Fachriah Muntas (Ade Ivay), 1 Juni 2010, Imam S Arifin, 24 Maret 2014, Penyanyi Sammy, Febuari 2010, artis cantik Jennifer Dunn, Oktober 2009, Sheila Marcia, Agustus 2008, Roy Marten, 13 November 2007, Gary Iskak, 21 September 2017, Pelawak Gogon, 22 Agustus 2007, Revaldo, 10 April 2006 dan masih banyak lagi. Muncul pertanyaan, mengapa lagi-lagi artis kita bisa terjerat narkoba? Alasannya bisa beragam. Tetapi umumnya adalah pengaruh pergaulan atau lifestyle. Artis yang mentalnya tidak kuat dan ada modal biasanya mengikuti gaya hidup seperti itu. Terkadang artis-artis yang tidak bisa mengungkapkan masalah mereka, kebanyakan lari ke narkoba untuk mengatasi masalah. Tetapi banyak pula dari pengguna narkoba yang awalnya hanya coba-coba, lama-lama ketagihan. Ini mesti menjadi perhatian kita bersama. Karena narkoba memiliki komposisi yang sama dengan obat-obatan dan mengandung banyak bahan kimia yang mem-boosting pribadi. Namun masalahnya, dosis narkoba berlebihan sehingga mengakibatkan kecanduan karena sugesti yang terus-menerus. Pada dasarnya semua profesi sebenarnya rentan terjerat narkoba. Bahkan aparat hukum sekalipun. Mengutip Fardin Hermia, Koordinator Wisma Sirih Pontianak, tempat rehabilitasi penderita narkoba, kini trennya narkoba masuk kepada kalangan pekerja yang motivasi awalnya mulai dari pertemanan, pergaulan, bekerja di luar batas seperti lembur yang salah memilih, dengan memilih narkoba sebagai pemacu dia agar tambah giat bekerja. Belajar dari kasus banyak artis terjerat karena coba-coba, masyarakat hendaknya jangan sekali-kali mencoba yang namanya narkoba. Karena sekali saja mencoba sudah terbuka lebar untuk menjadi pecandu. Bila sudah terjerumus menjadi pecandu, dampak kerusakan sangat parah bagi kesehatan penggunanya, bahkan bisa mengakibatkan penggunanya menjadi gila seumur hidup, membawa kematian, dan hingga bisa terinfeksi penyakit HIV/AIDS. Mengingat jumlah pecandu narkoba di Tanah Air tiap tahun terus meningkat, pemerintah perlu memperbanyak pembuatan tempat rehabilitasi. Sebab bila pengguna ini dipidana lalu dimasukkan ke lembaga pemasyaratan campur dengan pengedar atau gembor narkoba, maka besar kemungkinan bukannya mereka sembuh dari ketergantungan narkoba, tapi naik kelas jadi pengedar narkoba. (*)
Tajuk 21 Jan 2015 Menagih Jokowi Benahi Perbatasan Presiden Joko Widodo memulai lawatannya ke Provinsi Kalimantan Barat Selasa (20/1). Kunjungan kerja mantan Gubernur DKI Jakarta yang direncanakan berlangsung sampai hari ini membuat warga Bumi Khatulistiwa patut bangga sekaligus bersyukur. Karena inilah kali pertama Jokowi selaku Presiden ke-7 RI menginjakkan kakinya ke Kalbar. Terakhir Jokowi berkunjung ke Pontianak dan sekitarnya selaku calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla saat masa kampanye pilpres Juni 2014 silam, termasuk di antaranya menyempatkan diri berkunjung ke kantor Tribun Pontianak. Saat itu dalam kampanyenya, Jokowi antara lain memang berjanji akan membangun wilayah perbatasan. Seperti persoalan di kebanyakan wilayah perbatasan, pembangunan ekonomi di daerah terluar dari Kalimantan Barat juga jauh tertinggal dibanding negara tetangga. Karenanya, saat itu Jokowi menjanjikan pemeratan pembangunan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat bekerja sama dengan gubernur untuk membangun perbatasan agar tidak kalah dengan Malaysia. Kini janji itu kembali disampaikan Jokowi selaku kepala pemerintahan dengan menjanjikan akan mengganggarkan dana Rp 1 triliun untuk perbatasan. Presiden juga akan melakukan pelebaran jalan di perbatasan. "Di perbatasan juga akan dibangun Dry Port atau pelabuhan darat. Selanjutnya akan ada pembangunan rel ketera api dimulai tahun ini," kata Presiden kepada wartawan usai meresmikan Masjid Raya Mujahidin, Pontianak, kemarin. Pembenahan wilayah perbatasan itu akan dimulai dari pintu perbatasan Entikong tahun ini. Mengapa dimulai dari Entikong, kata Jokowi yang dijawabnya sendiri, karena tahun ini kita ingin merubah total yang namanya kawasan perbatasan. Selain pembangunan pelabuhan perbatasan, semua jalan akan diperbesar, untuk memberikan sebuah etalase bahwa negara kita mampu melakukan itu. Komitmen Presiden Jokowi itulah yang ditunggu-tunggu masyarakat Kalbar, terutama bagi masyarakat yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia Timur. Sebab selama ini, masyarakat perbatasan merasa kurang diperhatikan, terutama dari segi infrastuktur dan kesehatan. Padahal, sudah banyak pejabat negara Indonesia, mulai dari anggota DPR/DPD, para menteri yang berkunjung ke perbatasan. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun pernah mengunjungi masyarakat perbatasan Entikong tahun 2006. Menurut catatan Tribun, penanaman batu pertama rencana pembangunan dry port sudah empat kali dilakukan. Toh realisasinya sampai sekarang masih nol. Kunjungan para pejabat pusat itu belum ada membawa perubahan bagi kesejahteraan mereka. Sampai kemudian muncul sindiran di kalangan masyarakat perbatasan, 'hanya malaikat yang belum berkunjung ke perbatasan'. "Yang belum mengunjungi kami hanya malaikat," cetus Ketua Dewan Adat Dayak masyarakat perbatasan Entikong, Dameanus Asia Sidot Dameanus saat diskusi dengan delegasi MPR di Gedung UP3LB dekat Pos Pemeriksaan Lintas Batas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat, Kamis (27/11/2014). Karena itu kita menunggu langkah kongkret pemerintahan Jokowi untuk merealisasikan komitmennya tersebut, termasuk membenahi infrastruktur jalan negara yang sudah bertahun-tahun rusak berat di Sanggau, maupun di wilayah perbatasan Sambas, jembatan yang rusak, perbaikan sekolah. Jangan sampai anak-anak kita di perbatsan khususnya Entikong justru merasa lebih nyaman di negeri tetangga sebelah. Dengan melihat langsung ke wilayah perbatasan di Entikong dan meninjau areal yang akan diperuntukkan pembangunan dry port atau pelabuhan darat yang dijadwalkan hari Rabu ini, semoga Presiden Jokowi segera tergerak hatinya untuk segera mengucurkan dana Rp 1 triliun yang dijanjikan tersebut. Dengan dibangunnya wilayah perbatasan seperti layaknya beranda depan atau etalase negara, tentu perekonomian di sana akan menggeliat, sehingga kesejahteraan masyarakat di sana meningkat Semoga. (*)
Tajuk 19 Jan 2015 Genderang Perang terhadap Narkoba S ikap tegas pemerintahan Jokowi-JK mengeksekusi mati enam terpidana gembong narkoba Minggu dinihari kemarin mendapat apresiasi banyak kalangan. Penolakan pemberian grasi yang diikuti eksekusi mati menunjukkan kuatnya komitmen pemerintah dalam mengatasi peredaran narkoba yang telah meresahkan dan sangat membahayakan masyarakat. Melalui eksekusi mati 5 WNA dan 1 WNI terpidana narkotika itu, pertama ingin memberikan sinyal kepada semua pihak bahwa pemerintah Indonesia tidak main-main dengan para pengedar dan produsen narkotika. Kedua, memberikan pesan kepada masyarakat betapa bahaya yang ditimbulkan dari peredaran narkotika. Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat menilai hukuman mati ini manusiawi. Ia membandingkan dengan berapa banyak korban yang akan jatuh bila gembong narkoba dibiarkan bebas. Narkoba yang mereka sebarkan itu menyebabkan kematian. Mengutip laporan yang diterima Presiden Joko Widodo, sedikitnya 4,5 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pemakai narkoba. Jumlah tersebut sama dengan jumlah total penduduk Singapura. Dari jumlah itu, 1,2 juta sudah tidak bisa direhabilitasi karena sudah sangat parah dan antara 30 sampai 40 orang setiap harinya meninggal dunia karena narkoba. Apresiasi juga disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (Papdi Jaya) dr Ari Fahrial Syam di Jakarta, seperti dikutip Antara. Sebagai seorang praktisi kesehatan, Ari setiap waktu melihat ada saja korban yang datang ke rumah sakit akibat narkoba. Diharapkan, eksekusi mati ini dapat membuat jera para bandar bahwa saat ini Indonesia bukan lagi surga buat penyebaran narkoba. Meskipun eksekusi mati tersebut mendapat sorotan internasional, khususnya dari Belanda dan Brasil yang langsung menarik Duta Besarnya setelah pemerintah Indonesia mengabaikan permohonan kedua negara tersebut untuk mengampuni warganya yang dieksekusi di Nusakambangan, Pemerintah Indonesia tidak boleh kendur. Indonesia bisa memahami sikap dua negara yang tidak suka dengan pelaksanaan hukman mati. Tapi, mengutip Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, mereka harus juga paham bahwa ini masalah kedaulatan, penegakan hukum dan kejahatan narkoba yang Indonesia harus derita. Kalaupun ada dampak terhadap hubungan bilateral, menurutnya, hanya sesaat. Dukungan juga disampaikan DPR. Menurut Anggota DPR RI dari fraksi Golkar, Firman Subagyo, baik Brasil dan Belanda harus menjunjung tinggi proses hukum yang ada di negara masing-masing. Karena narkoba adalah musuh bersama dan akan merusak generasi bangsa. Apakah Brasil dan Belanda akan rela kalau bangsanya dihancurkan karena narkoba? Karena itulah, kita mendukung penuh kebijakan 'Gedung Bundar' sebutan kantor pusat Kejaksaan Agung yang kian kencang menabuh genderang perang terhadap narkotika. Dari markas Jaksa Agung itu, Jaksa Agung Prasetyo kemarin menyatakan segera menyiapkan gelombang berikutnya untuk mengeksekusi mati para gembong narkoba. "Semua akan kita laksanakan setelah masalah hukumnya tuntas. Pasti dieksekusi terpidana mati juga yang belum?" cetus Prasetyo di kantornya, Minggu (18/1). Sejauh ini, Presiden Jokowi sudah menolak permohonan grasi 64 terpidana mati kasus narkoba. Sebagai "racun" yang bersifat adiksi (ketagihan) sehingga merusak bangsa ini, komitmen pemerintah memang harus tinggi terhadap pemberantasan narkoba. Hal itu mesti dilakukan, tidak saja dengan menolak grasi bagi terpidana mati, tetapi secara terus-menerus melakukan razia untuk mencegah beredarnya narkoba. Badan Narkotika Nasional juga harus lebih aktif memberantas penyebaran narkoba di masyarakat. Misalnya, seperti diusulkan rohaniawan Romo Benny Susetyo, BNN bekerja sama dengan para pembuat film membuat karya film yang memperlihatkan kengerian penggunaan narkoba. Sebab publik akan cepat ingat dengan adanya media film. Hal itu bisa menjadi salah satu kampanye masif untuk mengatasi masalah narkotika. (*)
Tajuk 17 Jan 2015 Harga BBM Turun Ekonomi Membaik P emerintah kembali mengumumkan harga bahan bakar minyak (BBM) premium dan solar turun. Kali ini harga harga BBM premium turun menjadi Rp 6.600 per liter dan solar Rp 6.400 per liter. Penurunan ini merupakan kali kedua selama Januari 2015. Sebelumnya, mulai 1 Januari 2015 harga BBM Premium turun dari Rp 8.500/liter menjadi Rp 7.600/liter. Sementara Solar turun dari Rp 7.500/liter menjadi Rp 7.250/liter. Kendati diumumkan Presiden Jokowi Jumat (16/1), harga tersebut baru mulai berlaku pukul 00.00, Senin (19/1/2015). Jeda waktu waktu dua hari diberikan agar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bisa menghabiskan stok BBM bersubsidi yang sekarang ada. Dengan begitu, maka Pertamina akan terhindar dari kerugian dari penurunan harga BBM bersubsidi ini. Harga Premium dan Solar kini memang naik-turun setelah pemerintah merombak kebijakan subsidi BBM. Premium sudah tidak lagi disubsidi sehingga harganya mengikuti mekanisme pasar. Sedangkan Solar masih diberi subsidi tetap Rp 1.000/liter. Penurunan harga ini dilakukan berdasarkan review yang dilakukan pemerintah terhadap perkembangan harga minyak dunia. Harga minyak dunia memang terus mengalami penurunan hingga menyentuh US$ 45 per barel. Padahal, dalam asumsi yang diajukan dalam RAPBN-P 2015, harga minyak diasumsikan US$ 70 per barel. Karena itulah pemerintah kembali menurunkan harga BBM. Sebab harga minyak dunia menjadi salah satu indikator perhitungan harga jual BBM, selain rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Banyak yang bertanya, kenapa harga BBM naik turun dengan cepat? Mengapa pemerintah terburu-buru menaikkan harga BBM premium dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter pada 18 November 2014? Bukankah kenaikan harga tersebut telanjur menyebabkan "kerusakan" ekonomi berupa harga-harga sembako dan angkutan naik, inflasi 2014 mencapai 8,36 persen? Inflasi tahun 2013 sebesar 8,38 persen ketika pemerintah juga menaikkan harga BBM. Setidaknya ada dua alasan, pemerintahan Jokowi mengambil kebijakan tersebut. Pertama seperti disampaikan Tony Prasetiantono Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, "Sesudah Harga BBM Diturunkan" (Kompas, 5/1), pemerintah harus menghentikan "kegilaan" subsidi BBM pada 2014 yang jika dibiarkan, angkanya sudah tidak masuk akal: sekitar Rp 250 triliun. Angka ini sulit ditoleransi sehingga menimbulkan persepsi negatif oleh pasar, yang terekspresikan melalui pelemahan rupiah. Jika pemerintah membiarkan kondisi ini berlarut-larut, kepercayaan pasar terhadap kondisi fiskal dan kredibilitas pemerintah bakal runyam. Dampaknya bisa berupa pelarian modal, terutama ke Amerika Serikat yang perekonomiannya sedang bagus. Kedua, meski harga minyak dunia sudah meluncur jatuh dari 105 dollar AS per barrel (Juni 2014) ke 80 dollar AS per barrel (Oktober 2014), sulit membayangkan penurunan harga masih terus berlanjut. Bahkan, sekarang pada level yang tak terbayangkan, 45 dollar AS per barrel. Saat pemerintah menaikkan harga BBM pada 18 November 2014, masih ada keyakinan kuat harga minyak dunia bakal kembali ke level "normal", yakni 80 dollar AS per barrel. Penyebab harga minyak dunia terus anjlok, karena dunia kelebihan pasokan minyak 2 juta barrel per hari. Apalagi, ditemukan cadangan minyak nonkonvensional di AS berupa shale oil, yakni minyak yang diperoleh dari memanaskan bebatuan di tiga negara bagian AS, Colorado-Utah-Wyoming, sebanyak 1 triliun barrel, atau empat kali lipat cadangan minyak Arab Saudi. Datangnya revolusi energi tersebut diyakini akan memberikan angin segar terhadap perekonomian Indonesia, yang pada masa sebelumnya amat terbebani oleh tingginya harga minyak dunia. Satu masalah besar ini ternyata justru dapat diatasi secara tidak terduga. Dengan harga minyak bakal rendah, perekonomian dunia akan tumbuh, dan akhirnya kesejahteraan umat manusia akan meningkat. Selagi mendapat momentum harga minyak dunia rendah, serta prospek ke depan juga tampaknya bakal rendah, pemerintah memang sebaiknya melepas subsidi BBM. (*)
tajuk 12 Jan 2015 Politik Aklamasi D alam waktu dekat, beberapa partai akan menggelar kongres untuk memilih ketua umum periode 2015-2020. Antara lain Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Megawati Soekarnoputri yang dipercaya menjadi Ketua Umum PDI P sejak era Orde Baru (1993) telah diminta kembali oleh para kader untuk maju sebagai Ketua Umum PDIP periode mendatang. Di depan kader-kader PDIP dan sejumlah tokoh nasional termasuk Presiden Jokowi Widodo yang juga kader PDIP dan Wapres Jusuf Kalla yang menghadiri HUT ke-42 PDIP di Jakarta, Sabtu (10/1), Mega menegaskan menerima dengan baik keinginan dari para kader partai yang meminta dirinya untuk melanjutkan kepemimpinan di PDI Perjuangan pada periode 2015-2020. "Ketika Rapat Kerja Nasional Partai ke IV, para peserta Rakernas meminta saya, untuk kembali memimpin PDI Perjuangan pada periode 2015-2020 yang akan datang, dengan penuh haru, saya menerima tugas tersebut," kata putri sulung Bung Karno itu seperti diberitakan koran ini kemarin. Meski banyak pihak yang mengkritik praktik politik aklamasi dalam setiap suksesi kepemimpinan partai, majunya kembali Megawati sebagai calon ketua umum diyakini para kader muda PDIP tidak akan merusak proses regenerasi di tubuh partai itu. Seperti disampaikan kader muda PDIP, Maruarar Sirait. Putra politikus senior PDIP, Sabam Sirait itu menuturkan regenerasi tidak hanya bisa dilihat dari posisi ketua umum partai, tetapi juga dalam mendorong regenerasi di tiga tempat, yakni pemerintah, kepengurusan partai, dan legislatif. Hal tersebut telah dibuktikan dengan baik oleh Megawati, dengan penunjukan Joko Widodo sebagai calon presiden kala pemilihan presiden. Lalu di DPR ada Rieke Dyah Pitaloka, pemerintahan ada Ganjar Pranowo, Tri Rismaharini, di kepengurusan ada Hasto Kristiyanto. Itu semua, kata Maruarar, anak muda. Merebaknya politik aklamasi bukan hanya terjadi pada parpol peninggalan Orba, seperti PDIP dan Partai Golkar versi Munas IX di Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie secara aklamasi,tapi sudah menjalar pula pada partai modern. Antara lain Muktamar PKB di Surabaya pada 1 September 2014, yang telah menetapkan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB, Partai Gerindra yang telah menetapkan secara aklamasi Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum. Terlepas dari sahih tidaknya pendapat kader muda PDIP, politik aklamasi mengutip Bambang Arianto, mahasiswa S2 Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM (Bpost, 9/1/2014), merebaknya praktik aklamasi menunjukkan jika partai kerap menampilkan suksesi kepemimpinan semu. Fenomena politik aklamasi menandai minimnya proses institusionalisasi (pelembagaan) demokrasi internal kepartaian. Ada beberapa penyebab munculnya politik aklamasi di antaranya: Pertama, masih terlembaganya budaya patronase dan kuatnya cengkeraman figur-figur tua pada pucuk kepemimpinan partai. Sebut saja, di PDI-Perjuangan ada sosok Megawati, Aburizal Bakrie di Partai Golkar, Prabowo Subianto di Partai Gerindra, Surya Paloh di Partai Nasdem, Wiranto di Partai Hanura, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat. Artinya, parpol saat ini tidak lebih dari sekadar institusi pemuja para figur ketimbang ideologi. Eksesnya, fenomena ini dapat memunculkan jejaring pragmatisme politik. Sebab, elektabilitas parpol akhirnya kalah jauh ketimbang figur politiknya. Sosok figur akhirnya dianggap lebih penting ketimbang platform apalagi ideologi parpol. Kedua, fenomena politik aklamasi akan membuat partai semakin mandul dalam melahirkan sosok kepemimpinan muda organik yang berasal dari akar rumput. Kepemimpinan organik yakni kepemimpinan yang berasal dari kader muda yang telah merangkak dari bawah sebagai sosok aktivis, ideolog partai, dan kerap berjuang untuk kepentingan rakyat. Karena itu, partai hendaknya dapat menghindari praktik-praktik aklamasi dan beralih kepada model meritokrasi kepemimpinan. (*)