Senin, 26 Januari 2015

Tajuk 24 Jan 2015 Prahara KPK-Polri KABAR yang menggemparkan publik muncul Jumat pagi (23/1) kemarin. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal Polri saat sedang mengantar anaknya ke sekolah. Bambang ditangkap setelah dilaporkan oleh politisi PDI Perjuangan Sugianto Sabran ke Bareskrim Polri pada 19 Januari 2015. Menurut Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Ronny F Sompie, penangkapan Bambang dalam rangka pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Dia membantah penangkapan ini terkait calon kepala Polri Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kabar penangkapan tersebut tentu saja mengejutkan. Apalagi Ketua KPK Abraham Samad juga sedang menjadi sorotan tajam setelah politisi PDIP lainnya, yakni Plt Sekjen PDP Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/1), mengungkap dugaan manuver-manuver politik yang dilakukan Abraham jelang pemilihan presiden dan wakil presiden tahun lalu. Kita sangat prihatin atas dua kasus yang sedang menimpa dua pimpinan KPK tersebut. Karena ini akan menjadi pertaruhan yang teramat mahal bagi institusi yang selama ini menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi, bila sangkaan yang dituduhkan oleh dua politisi partai berlambang banteng moncong putih itu benar. Abraham melalui Deputi Pencegahan KPK Johan Budi telah membantah keras tudingan Hasto dan menyebut tuduhan itu fitnah belaka. Sementara penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto oleh Bareskrim yang diikuti dengan penetapan sebagai tersangka kasus pemalsuan keterangan saksi pada kasus sengketa Pilkada di Kota Waringin Barat (Kobar), Kalteng juga terkesan mendadak. Ditemui di Bareskrim, Sugianto membantah, bahwa dirinya memanfaatkan momentum perseteruan KPK-Polri untuk melaporkan kasus yang ia alami. Untuk diketahui, saat Pilkada Kota Waringin Barat 2010, pasangan Ujang dan Bambang menggugat kemenangan pasangan Sugianto Sabran (kini anggota DPR fraksi PDIP) dan Eko Soemarno di MK. Dalam sidang yang dipimpin Akil Mochtar, saksi dari pasangan Ujang dan Bambang, Ratna Ratna menyatakan bahwa pasangan Sugianto dan Eko menang setelah membagikan uang kepada rakyat. Atas keterangan yang diberikan Ratna tersebut, MK akhirnya mendiskualifikasi kemenangan Sugianto-Eko. Buntut dari sengketa Pilkada Kobar, saksi Ratna Mutiara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijatuhi hukuman 5 bulan penjara atas kesaksian palsu. Ratna merupakan saksi yang dihadirkan Bambang Widjojanto (BW) yang merupakan kuasa hukum Ujang dalam sidang sengketa Pilkada di MK tahun 2010. Kembali ke penangkapan Bambang Widjojanto, apapun alasan Polri, sulit untuk disebut sebagai kasus hukum murni. Dalam perspektif politik, penangkapan BW memiliki korelasi kuat dengan penetapan status tersangka terhadap calon Kapolri Budi Gunawan. Yang terjadi antara KPK dan Polri sudah bisa disebut sebagai "perang" dua institusi penegak hukum. Dalam perspektif publik, penangkapan Bambang Widjojanto adalah 'balas dendam' karena calon Kapolri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Karena itu, Presiden Jokowi harus bertanggung jawab karena Jokowi yang menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Presiden Jokowi harus segera mengambil sikap tegas atas penangkapan BW dan membuktikan bahwa dia adalah presiden seluruh masyarakat, bukan pejabat partai atapun petugas partai. Jokowi harus bisa berdiri tegak dan berpihak kepada kepentingan rakyat, terutama pada pemberantasan korupsi. Jokowi tak perlu takut kehilangan dukungan dari partai yang justru terusik oleh KPK.Sebaliknya, Jokowi akan mendapat dukungan dari rakyat karena bersikap tegas. Selama ini KPK berada di garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Komitmen KPK telah mengusik kepentingan beberapa elite. Beberapa elite saat ini sedang menyandera Presiden lewat ancaman akan menarik dukungan. Sekali lagi, kunci penyelesaian ada di tangan Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bisa menyelamatkan KPK sekaligus Polri. Bila tidak, negara akan berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan. (*)

Tidak ada komentar: