Sabtu, 31 Juli 2010

Pajak Daerah tak Jadi Naik

SETELAH mendapatkan penolakan keras dari kalangan pengusaha di Batam yang tergabung dalam 16 asosiasi usaha, Pemerintah Kota Batam akhirnya usulan kenaikan pajak dan retribusi daerah yang sedang dibahas panitia khusus (pansus) DPRD, Selasa (20/7). Pembatalan usulan kenaikan itu diumumkan langsung oleh Wali Kota Batam Ahmad Dahlan di kantornya di depan perwakilan 16 asosiasi pengusaha di Batam.
Pengumuman pembatalan rancangan peraturan daerah (ranperda) kenaikan pajak daerah tersebut disambut gembira para pengusaha. "Kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada Walikota Batam, bahwa pada akhirnya Pak Wali mengakomodir keluhan masyarakat tentang masalah kenaikan pajak ini. Kami menyambut baik Walikota mau membatalkan rencana kenaikan pajaknya," cetus Ir Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri.
Ahmad Dahlan pada kesempatan itu mengungkapkan, keputusan untuk tidak menaikkan pajak, setidaknya dalam dua tahun mendatang itu diambil Pemko Batam berdasarkan rekomendasi tim. Tim merekomendasikan win-win solution yaitu dengan tetap memberlakukan Perda No 6 Tahun 2007 untuk tarif-tarif pajak. Dan Pemko akan mengajukan Perda baru khusus untuk membahas tentang PBB dan BPHTB, karena merupakan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
Seperti diketahui, usulan kenaikan pajak daerah tersebut benar-benar dipandang serius oleh para pengusaha di Batam. Sebanyak 16 asosiasi pengusaha di Batam telah melayangkan surat resmi ke Wali Kota sejak Senin (5/7) lalu. Selain karena tiadanya lampiran kajian ilmiah terhadap nilai yang diusulkan, usulan kenaikan 19 item pajak daerah sebagaimana tercantum dalam ranperda tersebut dikhawatirkan akan menjadi bom waktu bagi masyarakat.
Sebab, kenaikan pajak ini tidak hanya akan dirasakan pengusaha, namun komponen seluruh masyarakat, seperti kenaikan pajak PPJU (pajak penerangan jalan umum) 150 persen dari pungutan lama, pasti akan dirasakan setiap orang.
Pengusaha merasa terpukul dengan usulan kenaikan pajak pada kisaran maksimal yang diperbolehkan, yakni rata-rata 35 persen bahkan hingga 75 persen. Mereka pun mengancam bila Ranperda ini disahkan maka mereka sepakat akan tutup usaha. Dampaknya sudah bisa kita bayangkan, akan terjadi PHK massal.
Apalagi, kini pengusaha masih dipusingkan oleh kenaikan tarif air ATB mulai Juni 2010 dan kenaikan tarif listrik. Di sisi lain masyarakat kini juga sedang dipusingkan oleh kenaikan harga beberapa bahan kebutuhan pokok menjelang masuk bulan Ramadan dan lebaran mendatang. Kenaikan harga kebutuhan pokok itu sudah pasti juga dirasakan oleh kalangan pengusaha, khususnya pengusaha makanan, restoran dan perhotelan.
Karena itu kebijakan Wali Kota Batam untuk moratorium atau menghentikan pembahasan rencana kenaikan pajak daerah sampai minimal dua tahun mendatang patut berikan apresiasi.
Kita menghargai sikap responsif Wali Kota Batam tersebut. Karena telah mendahulukan yang mementingkan asas manfaat yang luas secara sosial, ketenangan iklim berusaha di Batam, tidak sekadar mengejar pundi-pundi pungutan baru yang akan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah.
Apalah artinya, PAD tinggi, tetapi ternyata keberadaan Perda justru merusak iklim investasi, pengusaha kabur dan bubar karena tak kuat dengan tingginya pajak daerah. Ke depan, sebaiknya Pemko Batam di dalam membuat Ranperda pajak daerah dan restribusi melibatkan pihak perguruan tinggi yang paham dalam menentukan perhitungan pajak daerah dan retribusi, atau lembaga konsultan yang kompeten, sehingga bisa dihitung secara serius biaya dan manfaat yang luas secara sosial, ekonomi, lingkungan. Semoga (*)


corner tribun,Rabu, 21 Juli 2010

Tidak ada komentar: