Sabtu, 31 Juli 2010

Pemekaran Gagal

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono meminta dilakukan moratorium pemekaran (pemisahan) daerah. Usulan pembentukan daerah otonom baru untuk sementara harus dihentikan sambil menunggu evaluasi lebih lanjut. Permintaan itu disampaikan Presiden SBY dalam jumpa pers bersama Ketua DPR Marzuki Alie seusai rapat konsultasi di Istana Negara Rabu (14/7) lalu. Alasan Presiden, 80 persen daerah pemekaran gagal menjalankan tugasnya. Masih banyak masalah yang timbul akibat pemisahan wilayah yang tak selalu sesuai dengan sasaran.
Untuk diketahui, sejak otonomi daerah dijalankan pada 1999, penambahan daerah otonom di Indonesia mencapai 205. Terdiri atas 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan penambahan itu jumlah, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 524, terdiri atas 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota.
Permintaan moratorium sebenarnya sudah berkali-kali disampaikan oleh Presiden SBY. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan, pembentukan daerah baru, dan gerilya politik untuk melahirkan daerah baru terus berlangsung di banyak daerah, di DPR dan di Kementerian Dalam Negeri. Ada ratusan daerah baru yang sudah berancang-ancang untuk memisahkan diri dari induknya.
Contoh terdekat, Pemerintah Provinsi Kepri akhir Mei 2010 lalu sudah mengajukan draft usulan pemekaran kabupaten dan kota di Kepri ke Mendagri bersama-sama dengan 32 provinsi lain. Menurut Plt Sekda Kepri, Arifin kepada koran ini, ada lima daerah yang akan diusulkan untuk dimekarkan.
Untuk Kabupaten Karimun, daerah yang akan dimekarkan adalah Kundur yang rencananya akan menjadi Kabupaten Kundur. Barelang yang masuk dalam wilayah Kota Batam juga akan dimekarkan menjadi Kabupaten Barelang. Bintan Utara yang terletak diujung luar Kabupaten Bintan akan dimekarkan menjadi Kabupaten Bintan Utara. Serasan yang saat ini masuk wilayah administratif Kabupaten Natuna akan dimekarkan menjadi Kabupaten Serasan. Terakhir adalah Singkep diusulkan menjadi kabupaten tersendiri terpisah dari Kabupaten Lingga.
Sebenarnya, pemekaran wilayah tidak menjadi masalah sepanjang syarat untuk pembentukannya sebagaimana diatur dalam PP 129/2000 yang kemudian diganti dengan PP 78/2007 dipenuhi. Syarat pembentukan daerah baru adalah administratif, teknis, dan kewilayahan. Syarat administratif adalah Keputusan DPRD, Keputusan Kepala Daerah serta Rekomendasi Mendagri.
Syarat teknis terdiri atas faktor-faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik, sosial budaya, kependudukan, luas daerah, kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali pemerintahan. Sedangkan syarat kewilayahan meliputi adanya cakupan wilayah, calon ibukota, dan prasarana pemerintahan. Semua persyaratan itu harus dituangkan ke dalam atau menjadi lampiran dari dokumen yang disebut Kajian Daerah.
Persoalannya, banyak dokumen kajian daerah yang dikerjakan asal-asalan. Data tidak akurat, analisis dan argumen sangat lemah. Anehnya, usulan pemekaran daerah dengan dokumen pendukung yang sangat lemah dan amburadul pun ternyata tetap lolos ke Jakarta dan akhirnya masuk dan dibahas di DPR.
Untuk menghentikan laju gerilya politik bagi lahirnya daerah baru maka pemerintah pusat harus menemukan akar permasalahan paling mendasar dari problemtika pemekaran. Mengutip Dr Bambang Purwoko, dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, setidaknya ada empat hal yang harus dicermati.
Pertama, pemerintah perlu segera menyiapkan UU tentang grand design penataan daerah di Indonesia. Kedua, harus ada regulasi yang tegas yang mengatur dan membatasi para pejabat dan politisi khususnya di Kemendagri dan DPR RI sehingga mereka tidak terlalu lunak menerima dan meloloskan usulan pemekaran.
Ketiga, pemerintah harus mampu menjamin bahwa setiap warga masyarakat termasuk di daerah yang secara geografis sulit dijangkau tetap bisa mendapatkan pelayanan publik yang sangat mereka butuhkan. Terakhir, pemerintah juga harus bisa menjamin bahwa alokasi dana pembangunan melalui APBN maupun APBD bisa ditransfer secara transparan dan akuntabel sampai ke tingkat yang paling rendah secara adil dan proporsional. (*)

corner tribun, 17 Juli 2010

Tidak ada komentar: