Kamis, 06 Mei 2010

Reformasi Birokrasi Kemenkeu Terancam

MUNDURNYA tokoh sentral reformasi birokrasi Indonesia, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Indonesia, setelah ditunjuk menjadi Managing Director (Direktur Pelaksana) Bank Dunia mulai 1 Juni 2010, menyisakan kekhawatiran atas nasib program reformasi birokrasi yang mulai dirintis dan berjalan baik di kementerian keuangan (kemenkeu).
Karena harus diakui, sejauh ini belum pernah ada menteri yang berani melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh di lingkungannya. Dibawah kendali Sri Mulyani yang sudah banyak dikenal secara global atas kesuksesannya dalam melawan korupsi dan memperkuat tata kelola yang baik, program reformasi birokrasi yang dijalankan di kemenkeu telah menjadi role semua kementerian/lembaga tinggi negara di negeri ini.
Secara signifikan Sri Mulyani yang selama menjadi menkeu sudah mendapatkan 14 award/penghargaan internasional itu telah mengubah paradigma kerja PNS di Depkeu. Menteri Keuangan terbaik tahun ini versi Euromoney Magazin's Global Finance itu juga berani membongkar pasang pejabat yang ia nilai tidak profesional.
Sudah banyak pegawai Kementerian Keuangan yang dimutasi. Padahal, biasanya menteri yang merupakan jabatan politis tidak berani melakukan hal itu. Mereka umumnya memilih jalan aman dan mengikuti kebiasaan birokrat yang sudah ada.
Sri menjadi motor penggerak reformasi birokrasi demi terwujudnya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi. Harapannya agar semua PNS negeri ini tidak kaya sekali, tapi tidak dianggap miskin. Bisa menghidupi anak secara normal, dihormati dan dihargai. Caranya, antara lain dengan memberikan remunerasi atau pemberian dana tunjangan khusus guna meningkatkan produktivitas dan kinerja untuk pegawai pajak.
Memang hasilnya belum sebagus yang diharapkan, menyusul munculnya skandal markus pajak Gayus Tambunan senilai Rp 26 miliar, yang menyeret beberapa pejabat Ditjen pajak di atasnya. Sampai-sampai Panitia Kerja Perpajakan DPR menyatakan akan menghentikan renumerasi gaji pegawai pajak.
Dengan perginya Sri Mulyani apakah program reformasi birokrasi terancam. Sri Mulyani dalam sambutan di Kanwil Ditjen Pembendaharaan, Jakarta, Kamis (6/5) menyatakan ia optimistis kemenkeu dapat bersikap konsisten untuk meneruskan reformasi birokrasi.
Apalagi saat ini telah ada peta jalan atau "roadmap" yang jelas dan banyak jajaran pegawai yang memiliki kreatifitas dan loyalitas tinggi. Nanti, kata Sri Mulyani, akan ada lebih 70 negara di bawah saya. Saya akan tetap bangga dan senang, Indonesia sebagai contoh reformasi (birokrasi), jadi (dapat) menunjukkan pada negara berkembang, bahwa reformasi bukan kasus di teks book, itu realitas dan terjadi di negara kita ini, Indonesia.
Jadi, harapannya, meski Sri Mulyani pergi, reformasi birokrasi di kemenkeu jangan sampai terganggu. Tapi hal ini akan sangat tergantung kepada sosok pengganti yang mempunyai integritas dan niat yang kuat untuk mereformasi birokrasi negeri ini, yang menjadi titik lemah dalam layanan perekonomian.
Karena itu penggantinya harus merupakan figur yang tidak sekadar cakap dan cerdas dalam mengelola keuangan Negara Indonesia, tapi harus memiliki kapabilitas dan keberanian untuk melanjutkan reformasi birokrasi di tubuh kementerian tersebut. Sebab, pertarungan jabatan menkeu sangat besar dan politis.
Mengutip Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, reformasi birokrasi harus dilanjutkan, yaitu membersihkan pejabat struktural pajak, bea cukai, dan anggaran yang kotor, dan secara bersamaan dilakukan penyederhanaan birokrasi. Menkeu yang baru harus punya komitmen dan visi besar, mengingat kemenkeu mengelola sebagian besar uang negara. (ahmad suroso)

Tajuk/Tribun Corner, 7 Mei 2010

Tidak ada komentar: