KEMENANGAN Anas Urbaningrum, dalam drama pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-2015 pada Kongres II di Bandung, Jabar akhir pekan lalu menjadi saksi sejarah fenomena politik runtuhnya politik pencitraan. Dalam kompetisi meraih kursi utama Demokrat itu, kandidat Doktor Ilmu Politik dari UGM itu unggul secara meyakinkan setelah bersaing dengan Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng dalam dua putaran pemungutan suara.
Dalam pertarungan memperebutkan 531 suara DPD dan DPC Partai Demokrat, Andi yang mengusung simbol-simbol Cikeas, mengklaim didukung putra SBY, Edi Baskoro alias Ibas dan Ibu Ani Yudhoyono kalah telak. Pada putaran pertama pemungutan suara, Andi hanya meraup 82 suara, kalah jauh dari Anas yang mengantongi 236 suara, dan Marzuki Alie yang mendapat dukungan 209 suara.
Pada putaran kedua, Andi mengarahkan pendukungnya pada putaran pertama untuk memilih Marzuki. Namun, hal ini ternyata tidak efektif. Terbukti, suara pendukung Andi malah lebih banyak yang lari ke Anas yang akhirnya meraih kursi Demokrat-1 dengan dukungan 280 suara (53 persen mengungguli Marzuki yang hanya memperoleh 248 suara (47 persen).
Ini membuktikan, politik pencitraan yang membawa simbol-simbol Cikeas ternyata sudah tidak laku dijual kepada konstituen partai itu. Andi yang membombardir publik melalui iklan-iklan 'kampanye' di televisi nasional, memenuhi ruang-ruang publik dengan spanduk, poster, baliho, billboard di Kota Bandung dan Padalarang, serta arena kongres dengan harapan agar meraih dukungan signifikan, ternyata perolehan suaranya justru jeblok.
Hal ini kontradiktif dengan yang dilakukan tim sukses Anas Urbaningrum. Spanduk atau baliho Anas, hanya terpasang satu-dua. Itupun tak jauh dari poskonya, yang disewa dari sebuah ruko, agak jauh dari lokasi kongres. Namun di tenda itulah beberapa kali tim Anas menggelar diskusi dengan mengundang beberapa pengamat, sehingga memancing wartawan untuk meliput. Posko ini justru selalu penuh sesak.
Anas, yang kemana-mana selalu berjalan sendirian, tanpa pengawalan, ternyata menjadi pilihan kader Demokrat. Anas, yang mobilnya sederhana, paling mudah untuk disapa dan diajak berdiskusi. Terutama, saat di luar kongres. Hasilnya: dari posko ini dan spanduk yang cuma beberapa biji, serta kesederhaannya, Anas terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Namun kekalahan Andi tidak bisa diartikan sebagai memudarnya pengaruh SBY. Sebab, SBY masih tetap menjabat ketua dewan pembina dan memiliki otoritas untuk memengaruhi dan mengarahkan dewan pengurus partai itu. Di sisi lain, kemenangan Anas dalam level tertentu juga menguntungkan citra SBY sebagai pembina partai yang terbuka dan demokratis.
Politik pencitraan yang dilakukan Andi hanya menimbulkan perlawanan akar rumput. DPD dan DPC Partai Demokrat yang selama ini merasa kurang 'disapa' oleh Andi karena kesibukannya sebagai Jubir Presiden dan sekarang sebagai Menegpora justru diam-diam semangat untuk melawan Andi dari bawah.
Kemenangan Anas tanpa restu Cikeas menandai keinginan mayoritas peserta kongres untuk menjadikan Partai Demokrat sebagai partai modern, dalam arti lepas dari pengaruh SBY. Karena itu, mereka mendukung Anas yang menjanjikan Partai Demokrat sebagai partai melembaga, bukan milik individu. Partai Demokrat mampu mengakomodasi kepemimpinan kaum muda, menjadi partai yang reformis dan mampu menjadi partai yang demokratis. Partai Demokrat bisa menjadi teladan bagi regenerasi politik bagi partai politik lainnya.
Sebagai masyarakat, kita pantas ikut bersyukur, sebab di tengah makin menguatnya politik dinasti dan oligarki partai, muncul tokoh muda yang kokoh dan santun, seperti Anas yang perjalanan politiknya masih panjang. Sekali lagi, kemenangan Anas membuktikan, memilih, ternyata urusan hati. Bukan soal pencitraan. Sebuah pelajaran berharga untuk para calon pemimpin partai dan pemimpin daerah. (*)
tribun corner, 26 Mei 2010
Selasa, 25 Mei 2010
Gunakan Hak Pilih Sesuai Nurani
SETELAH tiga hari terakhir ini, masyarakat Provinsi Kepulauan Riau bebas dari hiruk pikuk kampanye para kandidat gubernur dan wakil gubernur Kepri, calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bintan, Lingga dan Anambas, bersih dari baliho, poster dan spanduk berisi foto dan janji-janji pasangan calon yang sebelumnya ramai bertebaran di mana-mana, tiba saatnya bagi masyarakat untuk menentukan pilihan calon pemimpin daerah.
Rabu besok, 26 Mei 2010 bakal digelar perhelatan politik pemilihan kepala daerah secara serentak tingkat Provinsi Kepri dan di tiga kabupaten tersebut. Berbagai persiapan terus dikebut oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kepri untuk suksesnya pemilukada 2010. Meski demikian masih muncul kekhawatiran dari sejumlah petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di Batam, karena sampai Senin kemarin dana untuk mereka belum cair.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Ketua KPUD Kepri Den Yealta meminta petugas KPPS Batam tidak perlu cemas. Karena rencana Selasa hari in (25/5) biro keuangan provinsi akan mentransfer dana ke rekening KPU. Dana inilah nantinya langsung diberikan kepada anggota KPPS Batam yang hingga kemarin masih belum menerimanya.
Untuk diketahui, anggaran untuk perhelatan pemilukada Kepri 2010 mencapai 45 miliar. Dua per tiga dari total dana penyelenggaraan Pemilukada di Kepri tersebut akan tersedot untuk membiayai 25 ribu personel penyelenggara pemilu. Sisanya, dialokasikan untuk keperluan logistik.
25 ribu personel itu tidak hanya bertugas untuk mensukseskan pemilukada Gubernur dan wakil Gubernur Kepri saja, tapi juga untuk pemilukada kepala daerah Kabupatan Bintan, Lingga dan Anambas. Jumlah terbanyak dalam penyelenggara pemilukada ini adalah anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yakni sebesar 23.037 orang. Sedangkan sisanya adalah anggota PPS di Desa atau Kelurahan dan PPK di Kecamatan.
Pada pemilukada Kepri 2010 yang akan dilaksanakan serentak Rabu besok inilah saatnya masyarakat menggunakan hak politiknya. Khususnya bagi warga yang sudah tercatat sebagai pemilih di Kepri sesuai DPT Pemilukada Kepri yang jumlahnya mencapai1.224.391 orang untuk menyalurkan hak politiknya pada 3.291 TPS yang tersebar di seluruh Kepri.
Tentu setiap orang telah menimbang-nimbang siapa calon pemimpinnya yang akan dipilih. Karena itu kita berharap setiap pemilih untuk menggunakan hak pilihnya sesuai dengan pilihan hati nurani masing-masing, jangan karena faktor uang atau lainnya. Karena pilihan Anda akan ikut menentukan masa depan provinsi ini dan tiga kabupaten tersebut.
Kita semua bertanggungjawab untuk membangun kesadaran berpolitik, bahwa memilih pemimpin yang berkualitas dan membangun pemerintahan yang efektif adalah tanggungjawab bersama segenap warga masyarakat. Dan pemilukada adalah ekspresi kedaulatan rakyat. Rakyat harus memanfaatkan semua akses ini untuk memilih pemimpin dan mempengaruhi kebijakan publik di tingkat lokal.
Kemajuan atau kehancuran daerah sangat tergantung pada sikap masyarakatnya. Bersikap apatis dalam pemilukada justru akan menyebabkan daerah semakin terperosok dalam ketertinggalan. Karena itu, setiap individu warga masyarakat memiliki tanggungjawab untuk menjadi pemilih kritis, menjadi pemilih cerdas, menjadi pemilih yang bertanggung jawab
Akhirnya, kita semua berharap, semoga pemilukada 2010 di Kepri dan tiga kabupaten tersebut dapat berjalan dengan aman, jujur, kondusif, tidak terjadi tindakan-tindakan manipulatif yang menciderai hasil pemungutan dan penghitungan suara, serta menerima hasil pemilukada secara arif dan bijaksana. Karena dalam pemilukada, pilihannya ada dua, memang atau kalah. (*)
tribun corner, 25 Mei 2010
Rabu besok, 26 Mei 2010 bakal digelar perhelatan politik pemilihan kepala daerah secara serentak tingkat Provinsi Kepri dan di tiga kabupaten tersebut. Berbagai persiapan terus dikebut oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kepri untuk suksesnya pemilukada 2010. Meski demikian masih muncul kekhawatiran dari sejumlah petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di Batam, karena sampai Senin kemarin dana untuk mereka belum cair.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Ketua KPUD Kepri Den Yealta meminta petugas KPPS Batam tidak perlu cemas. Karena rencana Selasa hari in (25/5) biro keuangan provinsi akan mentransfer dana ke rekening KPU. Dana inilah nantinya langsung diberikan kepada anggota KPPS Batam yang hingga kemarin masih belum menerimanya.
Untuk diketahui, anggaran untuk perhelatan pemilukada Kepri 2010 mencapai 45 miliar. Dua per tiga dari total dana penyelenggaraan Pemilukada di Kepri tersebut akan tersedot untuk membiayai 25 ribu personel penyelenggara pemilu. Sisanya, dialokasikan untuk keperluan logistik.
25 ribu personel itu tidak hanya bertugas untuk mensukseskan pemilukada Gubernur dan wakil Gubernur Kepri saja, tapi juga untuk pemilukada kepala daerah Kabupatan Bintan, Lingga dan Anambas. Jumlah terbanyak dalam penyelenggara pemilukada ini adalah anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yakni sebesar 23.037 orang. Sedangkan sisanya adalah anggota PPS di Desa atau Kelurahan dan PPK di Kecamatan.
Pada pemilukada Kepri 2010 yang akan dilaksanakan serentak Rabu besok inilah saatnya masyarakat menggunakan hak politiknya. Khususnya bagi warga yang sudah tercatat sebagai pemilih di Kepri sesuai DPT Pemilukada Kepri yang jumlahnya mencapai1.224.391 orang untuk menyalurkan hak politiknya pada 3.291 TPS yang tersebar di seluruh Kepri.
Tentu setiap orang telah menimbang-nimbang siapa calon pemimpinnya yang akan dipilih. Karena itu kita berharap setiap pemilih untuk menggunakan hak pilihnya sesuai dengan pilihan hati nurani masing-masing, jangan karena faktor uang atau lainnya. Karena pilihan Anda akan ikut menentukan masa depan provinsi ini dan tiga kabupaten tersebut.
Kita semua bertanggungjawab untuk membangun kesadaran berpolitik, bahwa memilih pemimpin yang berkualitas dan membangun pemerintahan yang efektif adalah tanggungjawab bersama segenap warga masyarakat. Dan pemilukada adalah ekspresi kedaulatan rakyat. Rakyat harus memanfaatkan semua akses ini untuk memilih pemimpin dan mempengaruhi kebijakan publik di tingkat lokal.
Kemajuan atau kehancuran daerah sangat tergantung pada sikap masyarakatnya. Bersikap apatis dalam pemilukada justru akan menyebabkan daerah semakin terperosok dalam ketertinggalan. Karena itu, setiap individu warga masyarakat memiliki tanggungjawab untuk menjadi pemilih kritis, menjadi pemilih cerdas, menjadi pemilih yang bertanggung jawab
Akhirnya, kita semua berharap, semoga pemilukada 2010 di Kepri dan tiga kabupaten tersebut dapat berjalan dengan aman, jujur, kondusif, tidak terjadi tindakan-tindakan manipulatif yang menciderai hasil pemungutan dan penghitungan suara, serta menerima hasil pemilukada secara arif dan bijaksana. Karena dalam pemilukada, pilihannya ada dua, memang atau kalah. (*)
tribun corner, 25 Mei 2010
Perlindungan TKI di Atas Kertas
AGIL tak pernah membayangkan, impian sepulangnya bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)di Malaysia akan menjadi orang sukses bisa mengumpulkan uang banyak untuk modal usaha di kampung halamannya di Banyumas, Jateng akan sirna. Alih-alih bisa mengumpulkan uang untuk modal usaha, ia malah dideportasi ke Batam dengan tangan kosong, hanya selembar baju yang melekat di badan.
Kini ia terlunta-lunta di Batam. Bahkan Agil yang hidup menumpang di rumah teman karena tak punya pekerjaan tetap itu berniat menjual ginjal miliknya hanya sekadar untuk dapat ongkos pulang ke kampung halamannya, sekaligus sedikit modal untuk usaha. Kisah pilu TKI deportasi itu disampaikan Agil ke Tribun beberapa hari lalu.
Pemuda tamatan program Diploma III itu mengisahkan, keberangkatannya ke Malaysia melalui jalur resmi Depnaker. Setelah menjalani pelatihan 4 bulan ia dikirim ke Serawak bekerja di perusahaan gas bagian pengecekan tabung gas ukuran 12 Kg. Bulan pertama ia dapat gaji Rp 15 juta perbulan, bulan-bulan hanya selanjutnya setengahnya saja, dengan dalih akan diberikan setelah selesai kontrak empat tahun.
Tiba-tiba kasus mirip kerusuhan di perusahaan galangan kapal Drydocks Batam terjadi di tempatnya bekerja, yakni perkelahian antara pekerja Indonesia dengan pekerja India. Buntutnya, 150 TKI yang bekerja di sana, termasuk Agil dideportasi.
Celakanya, ijazah dan paspor miliknya ditahan perusahaan pada saat mulai bekerja, dan tak bisa diambil ketika ia terusir dari negeri Jiran itu. Sedangkan fotocopi surat-surat penting tersebut disita oleh Polisi Diraja Malaysia saat ditahan sebelum dideportasi.
Kisah tragis Agil dan teman-temannya ini hanya segelintir kisah dari ribuan TKI yang mendapatkan perlakuan buruk di negeri Jiran. Hampir setiap bulan muncul kasusnya adanya puluhan TKI dideportasi dari Malaysia ke pulau-pulau terdekat di wilayah Provinsi Kepri, baik TKI ilegal maupun legal seperti Agil.
Di tengah-tengah masih banyaknya muncul kasus TKI di negeri jiran yang kurang mendapat perlindungan hukum, pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar dan pemerintah Malaysia yang diwakili Menteri Dalam Negeri Datok Sri Hishamuddin Tun Husein pada 18 Mei 2010 lalu menandatangani letter of intent baru yang lebih memberikan perlindungan kepada para TKI.
Letter of intent perlindungan TKI informal antara pemerintah Indonesia dan Malaysia itu diteken setelah sepuluh tahun dilakukan negosiasi. Perlindungan tersebut antara lain hak untuk libur sehari dalam satu minggu, gaji yang sesuai dengan standar kelayakan di pasar dan lain-lain. Secara formal, perlindungan TKI merupakan sesuatu yang urgen.
Perjanjian bilateral antarnegara pada hakekatnya merupakan pintu masuk bagi perlindungan TKI. Sehingga betapa penting perjanjian bilateral tersebut. Apalagi secara kuantitas, data Kementerin Tenaga Kerja, menunjukkan bahwa jumlah TKI dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan.
Peningkatan kuantitas TKI tentu harus diimbangi dengan perlindungan yang optimal. Kita berharap, perlindungan TKI di luar negeri jangan hanya manis sebatas di atas kertas perjanjian.
Karena secara empiris sebagaimana data Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, pada tahun 2009 ini tercatat sebanyak 211 TKI yang gajinya tidak dibayarkan, 114 TKI yang mengalami penyiksaan, 53 TKI yang mengalami pelecehan seksual selama tahun 2009. Secara kuantitatif, angka-angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2008.
Kita berharap pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Tenaga Kerja serius melakukan upaya-upaya konkret untuk memberikan perlindungan kepada para TKI di negeri jiran, tidak sebatas di atas kertas, tapi mengimplementasikanya secara sungguh-sungguh. (*)
tribun corner, 24 Mei 2010
Kini ia terlunta-lunta di Batam. Bahkan Agil yang hidup menumpang di rumah teman karena tak punya pekerjaan tetap itu berniat menjual ginjal miliknya hanya sekadar untuk dapat ongkos pulang ke kampung halamannya, sekaligus sedikit modal untuk usaha. Kisah pilu TKI deportasi itu disampaikan Agil ke Tribun beberapa hari lalu.
Pemuda tamatan program Diploma III itu mengisahkan, keberangkatannya ke Malaysia melalui jalur resmi Depnaker. Setelah menjalani pelatihan 4 bulan ia dikirim ke Serawak bekerja di perusahaan gas bagian pengecekan tabung gas ukuran 12 Kg. Bulan pertama ia dapat gaji Rp 15 juta perbulan, bulan-bulan hanya selanjutnya setengahnya saja, dengan dalih akan diberikan setelah selesai kontrak empat tahun.
Tiba-tiba kasus mirip kerusuhan di perusahaan galangan kapal Drydocks Batam terjadi di tempatnya bekerja, yakni perkelahian antara pekerja Indonesia dengan pekerja India. Buntutnya, 150 TKI yang bekerja di sana, termasuk Agil dideportasi.
Celakanya, ijazah dan paspor miliknya ditahan perusahaan pada saat mulai bekerja, dan tak bisa diambil ketika ia terusir dari negeri Jiran itu. Sedangkan fotocopi surat-surat penting tersebut disita oleh Polisi Diraja Malaysia saat ditahan sebelum dideportasi.
Kisah tragis Agil dan teman-temannya ini hanya segelintir kisah dari ribuan TKI yang mendapatkan perlakuan buruk di negeri Jiran. Hampir setiap bulan muncul kasusnya adanya puluhan TKI dideportasi dari Malaysia ke pulau-pulau terdekat di wilayah Provinsi Kepri, baik TKI ilegal maupun legal seperti Agil.
Di tengah-tengah masih banyaknya muncul kasus TKI di negeri jiran yang kurang mendapat perlindungan hukum, pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar dan pemerintah Malaysia yang diwakili Menteri Dalam Negeri Datok Sri Hishamuddin Tun Husein pada 18 Mei 2010 lalu menandatangani letter of intent baru yang lebih memberikan perlindungan kepada para TKI.
Letter of intent perlindungan TKI informal antara pemerintah Indonesia dan Malaysia itu diteken setelah sepuluh tahun dilakukan negosiasi. Perlindungan tersebut antara lain hak untuk libur sehari dalam satu minggu, gaji yang sesuai dengan standar kelayakan di pasar dan lain-lain. Secara formal, perlindungan TKI merupakan sesuatu yang urgen.
Perjanjian bilateral antarnegara pada hakekatnya merupakan pintu masuk bagi perlindungan TKI. Sehingga betapa penting perjanjian bilateral tersebut. Apalagi secara kuantitas, data Kementerin Tenaga Kerja, menunjukkan bahwa jumlah TKI dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan.
Peningkatan kuantitas TKI tentu harus diimbangi dengan perlindungan yang optimal. Kita berharap, perlindungan TKI di luar negeri jangan hanya manis sebatas di atas kertas perjanjian.
Karena secara empiris sebagaimana data Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, pada tahun 2009 ini tercatat sebanyak 211 TKI yang gajinya tidak dibayarkan, 114 TKI yang mengalami penyiksaan, 53 TKI yang mengalami pelecehan seksual selama tahun 2009. Secara kuantitatif, angka-angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2008.
Kita berharap pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Tenaga Kerja serius melakukan upaya-upaya konkret untuk memberikan perlindungan kepada para TKI di negeri jiran, tidak sebatas di atas kertas, tapi mengimplementasikanya secara sungguh-sungguh. (*)
tribun corner, 24 Mei 2010
Sabtu, 22 Mei 2010
Menakar Kandidat Gubernur melalui Debat
SABTU (22/5) malam ini, beberapa jam sebelum deadline memasuki masa tenang pada 23-25 Mei 2010, tiga pasangan kandidat gubernur Kepulauan Riau akan mengikuti Debat Publik di Hotel Planet Holiday, Batam. Ketiga calon gubernur dan wakil Kepri 2010-2014 tersebut adalah pasangan Aida Zulaika Nasution Ismeth-Eddy Wijaya, H Muhammad Sani-Surya Respationo, dan Nyat Kadir-Zulbahri.
Debat publik kandidat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kepri ini akan disiarkan secara langsung (live) oleh Metro TV pukul 19.05-20.30. Karena siaran live, penonton yang akan menghadiri debat di Galaxy Ballroom, Planet Holiday terpaksa dibatasi, masing- masing kandidat hanya diperbolehkan membawa pendukung tim suksesnya 50 orang.
Tidak tanggung-tanggung, untuk keperluan siaran langsung ini, Metro TV mengerahkan 33 crew dari Jakarta serta membawa peralatan sebanyak dua peti kemas untuk membuat studi mini di Hotel Planet Holiday, sehingga acara ini bisa disaksikan di seluruh Indonesia. Untuk mensukseskan debat kandidat gubernur yang baru pertama kalinya diselenggarakan di Kepri ini, Metro TV menggandeng harian Tribun Batam dan Radio Batam FM sebagai media partner.
Tentu saja acara debat publik calon gubernur Kepri yang akan disiarkan secara langsung oleh Metro TV malam ini merupakan kesempatan yang langka dan sangat berharga bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Sebab, selama ini sebagian besar masyarakat hanya bisa membaca dan melihat penampilan para kandidat lewat media cetak.
Dengan siaran secara live di Metro TV, masyarakat Kepri khususnya akan bisa melihat secara langsung melalui layar televisi di rumah masing-masing, bagaimana para kandidat yang akan dipilihnya nanti menyampaikan pemikirannya, program-programnya, ekspresinya dan kesiapannya menjawab pertanyaan dalam debat publik yang akan dipandu oleh penyiar Metro TV, Indra Maulana.
Meskipun hajatan debat publik calon gubernur-wakil gubernur Kepulauan Riau secara live di Metro TV tersebut diselenggarakan oleh KPU Kepri, panitia menjamin, dana untuk acara ini bukan berasal dari KPU atau APBD. Menurut News Magazine Manager Metro TV, Swasti Astra kepada Tribun, sebagian terbesar sumber dana yang mencapai ratusan juta ditanggung oleh Metro TV, sisanya dari sponsor.
Kita memberikan apresiasi kepada KPU Kepri dan stasiun televisi Metro TV yang telah berinisiatif menyenggarakan Debat Publik calon Gubernur Kepri secara live di Metro TV. Memang pasca-reformasi, formula debat belum menjadi pilihan politik untuk "menguji" kualitas kandidat, belum menjadi instrumen politik untuk melihat kualitas kandidat.
Akan tetapi, setidaknya melalui siaran live di televisi, masyarakat luas akan bisa melihat, mencermati kualitas pemikiran, bagaimana mereka beradu argumentasi, serta kapabalitas para calon gubernur, yang akan dipilihnya pada hari H Pemilukada 26 Mei 2010 mendatang.
Melalui debat kandidat yang disiarkan secara langsung melalui Metro TV inilah kualitas penampilan bisa diukur dari tutur kata, mimik muka dan intonasi bicaranya apakah sistematis, teratur, terstruktur, tetapi mudah dicerna dan menarik. Sebab, bahasa tubuh/gesture ketika menjawab pertanyaan, memaparkan ide-idenya akan ikut menentukan kualitas seorang calon pemimpin.
Kita berharap, para kandidat dapat menunjukkan kualitas terbaiknya dalam debat kandidat nanti malam, dan pemandu debat dari Metro TV bisa membuat debat berlangsung hidup, sehingga acara ini menjadi enak ditonton.
Mampukah debat publik malam ini mendongkrak tingkat elektabilitas para kandidat calon gubernur Kepri, sehingga mempunyai korelasi yang signifikan dalam mempengaruhi persepsi pemilih? Jawabnya, kita lihat saja malam ini tayangannya di Metro TV, dan dari hasil perolehan suara pemilukada nanti. (*)
Tribun Corner, 22 Mei 2010
Debat publik kandidat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kepri ini akan disiarkan secara langsung (live) oleh Metro TV pukul 19.05-20.30. Karena siaran live, penonton yang akan menghadiri debat di Galaxy Ballroom, Planet Holiday terpaksa dibatasi, masing- masing kandidat hanya diperbolehkan membawa pendukung tim suksesnya 50 orang.
Tidak tanggung-tanggung, untuk keperluan siaran langsung ini, Metro TV mengerahkan 33 crew dari Jakarta serta membawa peralatan sebanyak dua peti kemas untuk membuat studi mini di Hotel Planet Holiday, sehingga acara ini bisa disaksikan di seluruh Indonesia. Untuk mensukseskan debat kandidat gubernur yang baru pertama kalinya diselenggarakan di Kepri ini, Metro TV menggandeng harian Tribun Batam dan Radio Batam FM sebagai media partner.
Tentu saja acara debat publik calon gubernur Kepri yang akan disiarkan secara langsung oleh Metro TV malam ini merupakan kesempatan yang langka dan sangat berharga bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Sebab, selama ini sebagian besar masyarakat hanya bisa membaca dan melihat penampilan para kandidat lewat media cetak.
Dengan siaran secara live di Metro TV, masyarakat Kepri khususnya akan bisa melihat secara langsung melalui layar televisi di rumah masing-masing, bagaimana para kandidat yang akan dipilihnya nanti menyampaikan pemikirannya, program-programnya, ekspresinya dan kesiapannya menjawab pertanyaan dalam debat publik yang akan dipandu oleh penyiar Metro TV, Indra Maulana.
Meskipun hajatan debat publik calon gubernur-wakil gubernur Kepulauan Riau secara live di Metro TV tersebut diselenggarakan oleh KPU Kepri, panitia menjamin, dana untuk acara ini bukan berasal dari KPU atau APBD. Menurut News Magazine Manager Metro TV, Swasti Astra kepada Tribun, sebagian terbesar sumber dana yang mencapai ratusan juta ditanggung oleh Metro TV, sisanya dari sponsor.
Kita memberikan apresiasi kepada KPU Kepri dan stasiun televisi Metro TV yang telah berinisiatif menyenggarakan Debat Publik calon Gubernur Kepri secara live di Metro TV. Memang pasca-reformasi, formula debat belum menjadi pilihan politik untuk "menguji" kualitas kandidat, belum menjadi instrumen politik untuk melihat kualitas kandidat.
Akan tetapi, setidaknya melalui siaran live di televisi, masyarakat luas akan bisa melihat, mencermati kualitas pemikiran, bagaimana mereka beradu argumentasi, serta kapabalitas para calon gubernur, yang akan dipilihnya pada hari H Pemilukada 26 Mei 2010 mendatang.
Melalui debat kandidat yang disiarkan secara langsung melalui Metro TV inilah kualitas penampilan bisa diukur dari tutur kata, mimik muka dan intonasi bicaranya apakah sistematis, teratur, terstruktur, tetapi mudah dicerna dan menarik. Sebab, bahasa tubuh/gesture ketika menjawab pertanyaan, memaparkan ide-idenya akan ikut menentukan kualitas seorang calon pemimpin.
Kita berharap, para kandidat dapat menunjukkan kualitas terbaiknya dalam debat kandidat nanti malam, dan pemandu debat dari Metro TV bisa membuat debat berlangsung hidup, sehingga acara ini menjadi enak ditonton.
Mampukah debat publik malam ini mendongkrak tingkat elektabilitas para kandidat calon gubernur Kepri, sehingga mempunyai korelasi yang signifikan dalam mempengaruhi persepsi pemilih? Jawabnya, kita lihat saja malam ini tayangannya di Metro TV, dan dari hasil perolehan suara pemilukada nanti. (*)
Tribun Corner, 22 Mei 2010
Menkeu Agus, Sang Meteorik
TEKA-teki tentang siapa pengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya terjawab, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Rabu malam (19/5) mengumumkan Agus Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri, bank terbesar di Tanah Air sebagai Menteri Keuangan yang baru. Keesokan harinya dilanjutkan dengan pelantikan Menkeu Agus M, dan Wakil Menkeu Anny Rahmawati yang sebelumnya menduduki jabatan Dirjen Anggaran Kemenkeu, di Istana Negara, Jakarta.
Penunjukan Agus Martowardoyo menurut Presiden SBY, setelah mempertimbangkan banyak hal terkait tugas pokok dan tantangan Menkeu dan Makil Menkeu, serta mendengarkan pertimbangan wakil Presiden dan Menko Perekonomian.
Lepas dari pertimbangan tersebut, sosok Agus Martowardoyo yang berpengalaman menangani bank dalam krisis itu memang sudah lama diperhitungkan oleh istana untuk menduduki di pos penting pemerintahan. Antara lain pernah digadang-gadang oleh Presiden SBY menjadi kandidat Gubernur Bank Indonesia pada tahun 2008.
Namun sejarah mencatat, posisi Gubernur BI itu tak berhasil ia raih, setelah gagal mendapat dukungan parlemen dalam fit and proper test di hadapan anggota DPR. Padahal, saat itu meski dicecar habis-habisan hingga setengah, Dirut Bank Mandiri ini mampu menjawab dengan baik ratusan peluru pertanyaan dari anggota dewan di Senayan.
Sebagai seorang bankir kenamaan, Agus termasuk segelintir tokoh perbankan yang sangat profesional. Majalah Tempo yang memprediksi Agus akan terpilih menjadi Menteri Negara BUMN, dalam edisi khusus menteri pilihan menjelang penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II Oktober 2009 lalu menulis, jika diumpamakan sebagai salah satu warga langit, pria kelahiran Amsterdam 54 tahun lalu ini adalah sebuah meteor.
Dia melesat, bergerak begitu cepat, melebihi kecepatan penduduk langit lainnya dan tiba-tiba saja dia sudah bersinar di pucuk. Kemampuan meteorik alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1984 itu terlihat dari perjalanan karirnya di perbankan.
Ia memulai karier di Bank of America. Bergabung dengan Bank Niaga pada 1986 sebagai Wakil Presiden Corporate Banking. Pada 1995, ia diangkat menjadi Presiden Direktur PT Bank Bumiputera. Kemudian, pada 1998 menjadi Presiden Direktur PT Bank Ekspor Impor Indonesia. Dari 1999 hingga 2002, ia menjabat sebagai Direktur Bank Mandiri.
Pada Oktober 2002 ia diangkat sebagai Presiden Direktur PT Bank Permata Tbk, dan Mei 2005 diangkat sebagai Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk saat situasi Mandiri buruk, dengan laba hanya 600 miliar, kredit macet sampai 25 persen.
Setelah tiga tahun, Mandiri Mandiri yang dinakhodai mampu membukukan laba setelah dikurangi pajak Rp 5,3 triliun, kredit macet dibawah 5 persen. Tak heran bila pada 17 Mei 2010 ia kembali lagi sebagai Dirut Mandiri untuk lima tahun berikutnya.
Kini tugas lebih berat menanti Agus, antara lain menyusun dengan tepat APBN lebih dari Rp 1.000 triliun,mendistribusikan untuk tugas pembangunan, dan membayar utang pemerintah.
Kita berharap Agus mampu melanjutkan program-program yang telah diimplementasikan Sri Mulyani, dengan kinerja yang nyata untuk meneruskan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan membutuhkan sosok yang bukan hanya mempunyai integritas, tapi juga mampu bersikap tegas untuk mengatakan tidak terhadap tekanan vested interest, yang dalam kondisi Indonesia sekarang merupakan kombinasi politik dan bisnis. Agus diharapkan dapat bermain cantik menghadapi politik politikus dan birokrasi, sebagaimana ditunjukkan oleh pendahulunya, Sri Mulyani.
Melihat track record Agus Martowardojo selama ini, kita optimistis, ia mampu memenuhi ekspetasi tersebut. Sikap tegas tak kenal kompromi ia tunjukkan ketika ia ditunjuk menjadi Dirut Bank Mandiri, ia mengajukan syarat, restrukturisasi Bank Mandiri harus bebas dari intervensi politik. (*)
Tribun Corner, 21 Mei 2010
Penunjukan Agus Martowardoyo menurut Presiden SBY, setelah mempertimbangkan banyak hal terkait tugas pokok dan tantangan Menkeu dan Makil Menkeu, serta mendengarkan pertimbangan wakil Presiden dan Menko Perekonomian.
Lepas dari pertimbangan tersebut, sosok Agus Martowardoyo yang berpengalaman menangani bank dalam krisis itu memang sudah lama diperhitungkan oleh istana untuk menduduki di pos penting pemerintahan. Antara lain pernah digadang-gadang oleh Presiden SBY menjadi kandidat Gubernur Bank Indonesia pada tahun 2008.
Namun sejarah mencatat, posisi Gubernur BI itu tak berhasil ia raih, setelah gagal mendapat dukungan parlemen dalam fit and proper test di hadapan anggota DPR. Padahal, saat itu meski dicecar habis-habisan hingga setengah, Dirut Bank Mandiri ini mampu menjawab dengan baik ratusan peluru pertanyaan dari anggota dewan di Senayan.
Sebagai seorang bankir kenamaan, Agus termasuk segelintir tokoh perbankan yang sangat profesional. Majalah Tempo yang memprediksi Agus akan terpilih menjadi Menteri Negara BUMN, dalam edisi khusus menteri pilihan menjelang penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II Oktober 2009 lalu menulis, jika diumpamakan sebagai salah satu warga langit, pria kelahiran Amsterdam 54 tahun lalu ini adalah sebuah meteor.
Dia melesat, bergerak begitu cepat, melebihi kecepatan penduduk langit lainnya dan tiba-tiba saja dia sudah bersinar di pucuk. Kemampuan meteorik alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1984 itu terlihat dari perjalanan karirnya di perbankan.
Ia memulai karier di Bank of America. Bergabung dengan Bank Niaga pada 1986 sebagai Wakil Presiden Corporate Banking. Pada 1995, ia diangkat menjadi Presiden Direktur PT Bank Bumiputera. Kemudian, pada 1998 menjadi Presiden Direktur PT Bank Ekspor Impor Indonesia. Dari 1999 hingga 2002, ia menjabat sebagai Direktur Bank Mandiri.
Pada Oktober 2002 ia diangkat sebagai Presiden Direktur PT Bank Permata Tbk, dan Mei 2005 diangkat sebagai Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk saat situasi Mandiri buruk, dengan laba hanya 600 miliar, kredit macet sampai 25 persen.
Setelah tiga tahun, Mandiri Mandiri yang dinakhodai mampu membukukan laba setelah dikurangi pajak Rp 5,3 triliun, kredit macet dibawah 5 persen. Tak heran bila pada 17 Mei 2010 ia kembali lagi sebagai Dirut Mandiri untuk lima tahun berikutnya.
Kini tugas lebih berat menanti Agus, antara lain menyusun dengan tepat APBN lebih dari Rp 1.000 triliun,mendistribusikan untuk tugas pembangunan, dan membayar utang pemerintah.
Kita berharap Agus mampu melanjutkan program-program yang telah diimplementasikan Sri Mulyani, dengan kinerja yang nyata untuk meneruskan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan membutuhkan sosok yang bukan hanya mempunyai integritas, tapi juga mampu bersikap tegas untuk mengatakan tidak terhadap tekanan vested interest, yang dalam kondisi Indonesia sekarang merupakan kombinasi politik dan bisnis. Agus diharapkan dapat bermain cantik menghadapi politik politikus dan birokrasi, sebagaimana ditunjukkan oleh pendahulunya, Sri Mulyani.
Melihat track record Agus Martowardojo selama ini, kita optimistis, ia mampu memenuhi ekspetasi tersebut. Sikap tegas tak kenal kompromi ia tunjukkan ketika ia ditunjuk menjadi Dirut Bank Mandiri, ia mengajukan syarat, restrukturisasi Bank Mandiri harus bebas dari intervensi politik. (*)
Tribun Corner, 21 Mei 2010
Sri Mulyani Korban Sistem Politik
TABIR misteri yang menyelimuti pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan mulai terkuak. Untuk pertama kalinya di depan umum, Menkeu terbaik se-Asia versi majalah Euromoney (2006) itu mengatakan yang membuatnya hengkang ke Bank Dunia adalah tekanan politik.
"Apa pun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam suatu sistem politik," cetus Sri Mulyani dalam kuliah umum bertajuk Kebijakan Publik dan Etika Publik sekaligus perpisahan sebelum berangkat ke Washington DC untuk menjalani tugas baru di Bank Dunia, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (18/5).
Tanpa tedeng aling-aling, ia menegaskan perkawinan kepentingan di Indonesia sangat dominan. Bahkan banyak yang mengatakan itu adalah kartel. Tapi Sri Mulyani lebih suka menggunakan kata kawin walaupun jenis kelaminnya sama. Ia mengungkapkan buruknya kompromi kepentingan yang terjadi di Indonesia. Contohnya, masih ada pengusaha yang mengaku telah meninggalkan dunia usahanya ketika menjadi pejabat publik. Namun ternyata, saudara-saudara mereka masih melakukan praktik usaha, mirip gaya Orde Baru.
Ongkos untuk membuat seseorang dipilih untuk menjadi pemimpin di Indonesia sangat besar. Di tingkat daerah saja tidak mungkin dipenuhi dengan gajinya. Apalagi untuk menjadi presiden. Salah satu solusi untuk menutupi biaya tersebut, adalah dengan menjualbelikan kebijakan, lanjut Sri Mulyani yang mengaku, selama lima tahun menjadi menkeu, dia miskin apresiasi dan merasa semua orang memusuhinya.
Meski demikian, Sri menegaskan bahwa kepergiannya menjadi managing director di World Bank adalah suatu kemenangan. Pertama, kemenangan ketika dirinya tidak mengkhianati kebenaran. Kedua, dirinya tidak mengingkari hati nurani. Ketiga, dirinya bisa menjaga martabat dan harga diri. "Saya tidak bisa didikte siapa pun, termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini," ujarnya yang langsung disambut standing applause hadirin.
Apa yang disampaikan Sri Mulyani itu patut digarisbawahi. Dengan lugas ia menunjukkan betapa konsep etika dan pandangan tentang perlunya mencegah konflik kepentingan bagi pejabat publik di Indonesia menjadi barang sangat langka. Orang yang menegakkan etika malah dianggap orang aneh. Dan mungkin diantara orang yang dianggap aneh itu adalah Sri Mulyani yang tak suka bicara berputar- putar, bahasanya terang dan langsung, tegas, kritis, berani dan percaya diri.
Ia bukan hanya piawai mengelola fiskal, tapi juga sukses mereformasi birokrasi Departemen Keuangan, mengubah departemen yang dulu dikenal sebagai salah satu sarang korupsi itu. Dia memiliki kredibilitas tinggi di percaturan internasional, antara lain menjadi Direktur eksekutif IMF dan konsultan USAID (lembaga donor Amerika).
Selama berkiprah di pemerintahan, tak ada masalah yang heboh menderanya kecuali skandal Bank Century yang kental kepentingan politik. Padahal tindakannya menyelamatkan negeri dari ancaman krisis dengan antara lain mengucurkan Rp 6,7 triliun ke Bank Century malah terbukti membuat kondisi perbankan menjadi relatif stabil, dan terbukti bisa menumbuhkan ekonomi Indonesia justru ketika ekonomi negara lain minus.
Namun karena ia getol menyeru anak buahnya mengejar para pengemplang pajak tanpa kecuali, dan keberaniannya menghadapi tekanan politik elit partai, ia menjadi korban kartel politik, tersingkir dari kabinet. Persetujuan Presiden SBY atas mundurnya Menkeu Sri Mulyani yang diminta Presiden Bank Dunia untuk menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia dinilai menyelamatkan sekaligus 'menyingkirkan' Sri Mulyani.
Tak berlebihan kiranya bila kita berharap, menkeu baru yang akan diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam satu dua hari ini merupakan sosok yang mempunyai kemampuan dan kapabilitas serta keberanian mirip Sri Mulyani, agar Indonesia tidak kembali terjebak kedalam praktik kartel politik mirip Orba. Semoga. (*)
Tribun Corner, 20 Mei 2010
"Apa pun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam suatu sistem politik," cetus Sri Mulyani dalam kuliah umum bertajuk Kebijakan Publik dan Etika Publik sekaligus perpisahan sebelum berangkat ke Washington DC untuk menjalani tugas baru di Bank Dunia, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (18/5).
Tanpa tedeng aling-aling, ia menegaskan perkawinan kepentingan di Indonesia sangat dominan. Bahkan banyak yang mengatakan itu adalah kartel. Tapi Sri Mulyani lebih suka menggunakan kata kawin walaupun jenis kelaminnya sama. Ia mengungkapkan buruknya kompromi kepentingan yang terjadi di Indonesia. Contohnya, masih ada pengusaha yang mengaku telah meninggalkan dunia usahanya ketika menjadi pejabat publik. Namun ternyata, saudara-saudara mereka masih melakukan praktik usaha, mirip gaya Orde Baru.
Ongkos untuk membuat seseorang dipilih untuk menjadi pemimpin di Indonesia sangat besar. Di tingkat daerah saja tidak mungkin dipenuhi dengan gajinya. Apalagi untuk menjadi presiden. Salah satu solusi untuk menutupi biaya tersebut, adalah dengan menjualbelikan kebijakan, lanjut Sri Mulyani yang mengaku, selama lima tahun menjadi menkeu, dia miskin apresiasi dan merasa semua orang memusuhinya.
Meski demikian, Sri menegaskan bahwa kepergiannya menjadi managing director di World Bank adalah suatu kemenangan. Pertama, kemenangan ketika dirinya tidak mengkhianati kebenaran. Kedua, dirinya tidak mengingkari hati nurani. Ketiga, dirinya bisa menjaga martabat dan harga diri. "Saya tidak bisa didikte siapa pun, termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini," ujarnya yang langsung disambut standing applause hadirin.
Apa yang disampaikan Sri Mulyani itu patut digarisbawahi. Dengan lugas ia menunjukkan betapa konsep etika dan pandangan tentang perlunya mencegah konflik kepentingan bagi pejabat publik di Indonesia menjadi barang sangat langka. Orang yang menegakkan etika malah dianggap orang aneh. Dan mungkin diantara orang yang dianggap aneh itu adalah Sri Mulyani yang tak suka bicara berputar- putar, bahasanya terang dan langsung, tegas, kritis, berani dan percaya diri.
Ia bukan hanya piawai mengelola fiskal, tapi juga sukses mereformasi birokrasi Departemen Keuangan, mengubah departemen yang dulu dikenal sebagai salah satu sarang korupsi itu. Dia memiliki kredibilitas tinggi di percaturan internasional, antara lain menjadi Direktur eksekutif IMF dan konsultan USAID (lembaga donor Amerika).
Selama berkiprah di pemerintahan, tak ada masalah yang heboh menderanya kecuali skandal Bank Century yang kental kepentingan politik. Padahal tindakannya menyelamatkan negeri dari ancaman krisis dengan antara lain mengucurkan Rp 6,7 triliun ke Bank Century malah terbukti membuat kondisi perbankan menjadi relatif stabil, dan terbukti bisa menumbuhkan ekonomi Indonesia justru ketika ekonomi negara lain minus.
Namun karena ia getol menyeru anak buahnya mengejar para pengemplang pajak tanpa kecuali, dan keberaniannya menghadapi tekanan politik elit partai, ia menjadi korban kartel politik, tersingkir dari kabinet. Persetujuan Presiden SBY atas mundurnya Menkeu Sri Mulyani yang diminta Presiden Bank Dunia untuk menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia dinilai menyelamatkan sekaligus 'menyingkirkan' Sri Mulyani.
Tak berlebihan kiranya bila kita berharap, menkeu baru yang akan diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam satu dua hari ini merupakan sosok yang mempunyai kemampuan dan kapabilitas serta keberanian mirip Sri Mulyani, agar Indonesia tidak kembali terjebak kedalam praktik kartel politik mirip Orba. Semoga. (*)
Tribun Corner, 20 Mei 2010
Preseden Buruk Jurus Lupa Nunun
NUNUN Nurbaeti tidak kunjung dihadirkan ke persidangan Pengadilan Tipikor dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI tahun 2004. Padahal empat mantan politisi Senayan yang menerima dana terkait pemilihan mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom sudah divonis hukuman penjara.
Kritik pedas dialamatkan ke KPK. Lembaga antikorupsi ini dinilai tidak berani mengusut istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu yang disebut-sebut sebagai pemberi uang dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga diyakini menjadi kunci untuk membuka perkara penyuapan puluhan anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Karena itu beberapa lembaga pegiat anti korupsi Selasa kemarin mengusulkan Nunun untuk disidangkan secara in absentia, dengan cara menaikkan status hukumnya.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Senin (17/5) setidaknya ada empat hambatan yang muncul mulai dari alat bukti hingga prosedur penjemputan paksa dari Singapura. Hambatan utama, Nunun beralasan mempunyai surat keterangan mengidap penyakit lupa berat alias vertigo migraine, sehingga menolak dihadirkan di pengadilan. Sementara KPK masih belum bisa memberikan pendapat lain atau second opinion tentang penyakit tersebut.
Jurus lupa 'ingatan' inilah yang diusung Nunun menghindar dari jeratan hukum dan menjebloskan korban lain. Penggunaan jurus 'sakit dan lupa' Nunun ini mengingatkan kita pada jurus jitu yang dipakai mantan Presiden Soeharto saat menjalani pengadilan perkara korupsi dengan `kendaraan' sejumlah yayasan yang dipimpinnya.
Korupsi berkedok yayasan Supersemar, Dharmais, Dakab, Damandiri, Trikora, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila dan Yayasan Gotong Royong Kemanusiaan, pada sekitar 1979-1998 itu menimbulkan kerugian negara Rp1,4 triliun dan AS$419,6 juta.
Keampuhan Soeharto teruji. Setelah penegak hukum memeriksa sekitar 101 saksi pada tahap penyidikan, ketika perkara ini berjalan di pengadilan, lembaga ini seketika tak berdaya untuk menggelar perkara tersebut. Soeharto menurut tim dokter mengalami gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak berkomunikasi. Soeharto menderita brain damage alias kerusakan fungsi otak.
Hasil tes tersebut yang membuat pengacara Soeharto menolak menghadirkan Soeharto di pengadilan. Oleh sebab itu, majelis hakim pada 28 September 2000 menetapkan penuntutan perkara pidana Soeharto tidak dapat diterima. Sidang pun dihentikan karena tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan dengan alasan kesehatan.
Dalam kasus Nunun, KPK harusnya tak boleh menyerah. Sebab berbeda dengan kasus mantan Presiden Soeharto, kerusakan otak yang diderita Nunun masih perlu dipertanyakan. Kalau Soeharto brain damage-nya menetap dan ada second opinion, sakit Nunun sifatnya tidak menetap dan ada belum second opinion.
Karena itu KPK seharusnya melakukan investigasi untuk membuktikan apakah Nunun memang benar sakit lupa berat, dan harus dirawat di rumah sakit Elisabeth Singapura seperti dinyatakan oleh pengacaranya. Uniknya, hasil penelusuran KPK dan juga wartawan koran ini ke Rumah Sakit Elisabeth Singapura belum lama ini, nama Nunun Nurbaeti tak ada dalam daftar pasien. Atau terdaftar sebagai pasien rawat jalan para dokter rumah sakit tersebut.
Pertanyaannya, apakah hanya karena alasan sakit serupa yang diderita Nunun, dia tak bisa dihadirkan di pengadilan sebagai saksi maupun `tersangka'? Betapa digdayanya wanita sosialita ini.
Kita khawatir, kalau KPK diam saja, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Sejumlah orang yang berperkara dengan KPK akan siap-siap berperilaku serupa. Mereka akan menjadikan alasan sakit, ingatan abu-abu alias lupa berat sebagai senjata ampuh untuk berkelit. (*)
Tribun Corner, 19 Mei 2010
Kritik pedas dialamatkan ke KPK. Lembaga antikorupsi ini dinilai tidak berani mengusut istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu yang disebut-sebut sebagai pemberi uang dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga diyakini menjadi kunci untuk membuka perkara penyuapan puluhan anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Karena itu beberapa lembaga pegiat anti korupsi Selasa kemarin mengusulkan Nunun untuk disidangkan secara in absentia, dengan cara menaikkan status hukumnya.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Senin (17/5) setidaknya ada empat hambatan yang muncul mulai dari alat bukti hingga prosedur penjemputan paksa dari Singapura. Hambatan utama, Nunun beralasan mempunyai surat keterangan mengidap penyakit lupa berat alias vertigo migraine, sehingga menolak dihadirkan di pengadilan. Sementara KPK masih belum bisa memberikan pendapat lain atau second opinion tentang penyakit tersebut.
Jurus lupa 'ingatan' inilah yang diusung Nunun menghindar dari jeratan hukum dan menjebloskan korban lain. Penggunaan jurus 'sakit dan lupa' Nunun ini mengingatkan kita pada jurus jitu yang dipakai mantan Presiden Soeharto saat menjalani pengadilan perkara korupsi dengan `kendaraan' sejumlah yayasan yang dipimpinnya.
Korupsi berkedok yayasan Supersemar, Dharmais, Dakab, Damandiri, Trikora, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila dan Yayasan Gotong Royong Kemanusiaan, pada sekitar 1979-1998 itu menimbulkan kerugian negara Rp1,4 triliun dan AS$419,6 juta.
Keampuhan Soeharto teruji. Setelah penegak hukum memeriksa sekitar 101 saksi pada tahap penyidikan, ketika perkara ini berjalan di pengadilan, lembaga ini seketika tak berdaya untuk menggelar perkara tersebut. Soeharto menurut tim dokter mengalami gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak berkomunikasi. Soeharto menderita brain damage alias kerusakan fungsi otak.
Hasil tes tersebut yang membuat pengacara Soeharto menolak menghadirkan Soeharto di pengadilan. Oleh sebab itu, majelis hakim pada 28 September 2000 menetapkan penuntutan perkara pidana Soeharto tidak dapat diterima. Sidang pun dihentikan karena tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan dengan alasan kesehatan.
Dalam kasus Nunun, KPK harusnya tak boleh menyerah. Sebab berbeda dengan kasus mantan Presiden Soeharto, kerusakan otak yang diderita Nunun masih perlu dipertanyakan. Kalau Soeharto brain damage-nya menetap dan ada second opinion, sakit Nunun sifatnya tidak menetap dan ada belum second opinion.
Karena itu KPK seharusnya melakukan investigasi untuk membuktikan apakah Nunun memang benar sakit lupa berat, dan harus dirawat di rumah sakit Elisabeth Singapura seperti dinyatakan oleh pengacaranya. Uniknya, hasil penelusuran KPK dan juga wartawan koran ini ke Rumah Sakit Elisabeth Singapura belum lama ini, nama Nunun Nurbaeti tak ada dalam daftar pasien. Atau terdaftar sebagai pasien rawat jalan para dokter rumah sakit tersebut.
Pertanyaannya, apakah hanya karena alasan sakit serupa yang diderita Nunun, dia tak bisa dihadirkan di pengadilan sebagai saksi maupun `tersangka'? Betapa digdayanya wanita sosialita ini.
Kita khawatir, kalau KPK diam saja, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Sejumlah orang yang berperkara dengan KPK akan siap-siap berperilaku serupa. Mereka akan menjadikan alasan sakit, ingatan abu-abu alias lupa berat sebagai senjata ampuh untuk berkelit. (*)
Tribun Corner, 19 Mei 2010
Setgab Koalisi dan Kewenangan Ical
PEMBENTUKAN Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai pendukung SBY-Boediono dua pekan lalu di kediaman Presiden SBY di Puri Cikeas terus mendapat sorotan. Publik curiga ada deal politik antara Presiden SBY dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal "Ical" Bakrie yang diposisikan sebagai ketua harian setgab koalisi, dalam urusan kebijakan penalangan Bank Century. Restu SBY atas mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan dan kembalinya Golkar ke kubu koalisi pemerintah dipercaya menjadi bagian dari deal tersebut.
Kritik lainnya menyangkut besarnya kewenangan Ical sebagai ketua harian setgab koalisi yang dipahami dan diyakini petinggi Partai Golkar dan diamini beberapa menteri dari partai anggota koalisi pendukung pemerintah, bahwa Ical selaku Ketua Harian Setgab berhak memanggil para menteri.
Kewenangan tersebut dinilai bisa membuat rancu sistem politik kita. Peran besar itu diikhawatirkan akan memindahkan pembahasan politik di gedung DPR ke ruang tertutup dengan peserta yang terbatas. Sekretariat gabungan yang sudah memiliki kantor sekretariat di kawasan elit Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta dicurigai akan bisa menjadi wahana 'patgulipat yang dilembagakan'
Setgab juga dicuigai bisa merusak sistem ketatanegaraan kita. Dalam kaitan ini, hak memanggil menteri yang akan diberikan kepada ketua harian sekretariat sebagaimana dipahami para elit Golkar dan juga beberapa menteri dari parta koalisi tidak bisa dibenarkan. Mengingat konstitusi kita jelas mengatur, bahwa para menteri hanya bertanggungjawab, dan karena itu harus tunduk kepada presiden sebagai kepala pemerintahan.
Selain itu muncul kekhawatiran, wewenang Setgab partai koalisi akan mengecilkan peran Wakil Presiden Boediono. Orang dekat Boedion khawatir pembentukan Setgab Partai Koalisi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua harian akan membuat posisi Wapres Boediono menjadi tak enak alias terjepit. "Sudah jadi ban serep, sekarang akan semakin jadi ban serep lagi," kata orang dekat Wapres sebagaimana dikutip majalah Tempo.
Benarkah, dengan posisinya sebagai Ketua Harian Setgas Koalisi Partai pendukung pemerintah,
Aburizal Bakrie bisa memanggil para menteri anggota partai koalisi? Hal ini dibantah langsung oleh Presiden SBY. Selaku Ketua Setgab Koalisi, Presiden SBY menegaskan dirinya tidak mendelegasikan kepada Ketua Harian terkait kabinet.
Di samping itu, kata Presiden SBY kepada wartawan di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (17/5), Setgab Koalisi bukan untuk mengambil alih tugas kabinet. "Saya tidak mendelegasikan kepada Ketua Harian Setgab. Saya dibantu dalam konsultasi dan koordinasi. Jadi tidak ada yang luar biasa, tidak ada yang ganjil.
Pernyataan ini sekaligus menepis berita sebelumnya dari sejumlah elit Partai Golkar yang menyebutkan Ketua Setgab Koalisi bisa memanggil para menteri dalam forum Setgab Koalisi atas izin presiden. Dengan pernyataan presiden, asumsi dan pemahaman sebagian elit Partai Golkar terkait Setgab dengan sendirinya mentah. Apakah penegasan itu membuat Golkar tersudut. Hanya elit Golkar yang bisa menjawab.
Harian ini berharap, Presiden SBY juga bisa menjelaskan kepada publik bahwa pembentukan Setgab Koalisi bukan untuk kepentingan sempit kelompok atau elit pimpinan partai yang berkoalisi, tetapi bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Setgab sebaiknya dibatasi hanya sebagai jembatan komunikasi untuk menghidupkan fungsi kontrol dan legislasi di DPR. Jangan sampai ada garis komando berkaitan dengan tata kelola urusan pemerintahan. (*)
Tribun Corner, 18 Mei 2010
Kritik lainnya menyangkut besarnya kewenangan Ical sebagai ketua harian setgab koalisi yang dipahami dan diyakini petinggi Partai Golkar dan diamini beberapa menteri dari partai anggota koalisi pendukung pemerintah, bahwa Ical selaku Ketua Harian Setgab berhak memanggil para menteri.
Kewenangan tersebut dinilai bisa membuat rancu sistem politik kita. Peran besar itu diikhawatirkan akan memindahkan pembahasan politik di gedung DPR ke ruang tertutup dengan peserta yang terbatas. Sekretariat gabungan yang sudah memiliki kantor sekretariat di kawasan elit Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta dicurigai akan bisa menjadi wahana 'patgulipat yang dilembagakan'
Setgab juga dicuigai bisa merusak sistem ketatanegaraan kita. Dalam kaitan ini, hak memanggil menteri yang akan diberikan kepada ketua harian sekretariat sebagaimana dipahami para elit Golkar dan juga beberapa menteri dari parta koalisi tidak bisa dibenarkan. Mengingat konstitusi kita jelas mengatur, bahwa para menteri hanya bertanggungjawab, dan karena itu harus tunduk kepada presiden sebagai kepala pemerintahan.
Selain itu muncul kekhawatiran, wewenang Setgab partai koalisi akan mengecilkan peran Wakil Presiden Boediono. Orang dekat Boedion khawatir pembentukan Setgab Partai Koalisi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua harian akan membuat posisi Wapres Boediono menjadi tak enak alias terjepit. "Sudah jadi ban serep, sekarang akan semakin jadi ban serep lagi," kata orang dekat Wapres sebagaimana dikutip majalah Tempo.
Benarkah, dengan posisinya sebagai Ketua Harian Setgas Koalisi Partai pendukung pemerintah,
Aburizal Bakrie bisa memanggil para menteri anggota partai koalisi? Hal ini dibantah langsung oleh Presiden SBY. Selaku Ketua Setgab Koalisi, Presiden SBY menegaskan dirinya tidak mendelegasikan kepada Ketua Harian terkait kabinet.
Di samping itu, kata Presiden SBY kepada wartawan di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (17/5), Setgab Koalisi bukan untuk mengambil alih tugas kabinet. "Saya tidak mendelegasikan kepada Ketua Harian Setgab. Saya dibantu dalam konsultasi dan koordinasi. Jadi tidak ada yang luar biasa, tidak ada yang ganjil.
Pernyataan ini sekaligus menepis berita sebelumnya dari sejumlah elit Partai Golkar yang menyebutkan Ketua Setgab Koalisi bisa memanggil para menteri dalam forum Setgab Koalisi atas izin presiden. Dengan pernyataan presiden, asumsi dan pemahaman sebagian elit Partai Golkar terkait Setgab dengan sendirinya mentah. Apakah penegasan itu membuat Golkar tersudut. Hanya elit Golkar yang bisa menjawab.
Harian ini berharap, Presiden SBY juga bisa menjelaskan kepada publik bahwa pembentukan Setgab Koalisi bukan untuk kepentingan sempit kelompok atau elit pimpinan partai yang berkoalisi, tetapi bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Setgab sebaiknya dibatasi hanya sebagai jembatan komunikasi untuk menghidupkan fungsi kontrol dan legislasi di DPR. Jangan sampai ada garis komando berkaitan dengan tata kelola urusan pemerintahan. (*)
Tribun Corner, 18 Mei 2010
Tim Thomas lagi-lagi Kalah
TIM Thomas Cup Indonesia harus mengakui keunggulan tim Thomas Cup Cina pada babal final perebutan Thomas Cup 2010 yang berlangsung di Stadion Putra, Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia Minggu (16/5). Dengan demikian, pupus sudah ambisi Tim Thomas Indonesia untuk mengulang sukses seperti tahun 2002 di Kuala Lumpur menggulung Cina 3-0 di final, setelah Indonesia kalah telak dengan skore 0-3 dari Cina.
Tunggal pertama putera andalan Indonesia Taufik Hidayat harus mengakui kehebatan tunggal putera Cina Lin Dan di turnamen bulutangkis paling bergengsi tersebut. Taufik menyerah dua set langsung 7-21 14-21 dalam waktu 43 menit. Di partai kedua, pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan juga dipaksa menyerah dari pasangan Cina Cai Yun/Fu Haifeng melalui pertarungan rubber set 23-25, 21-16, dan 12-21.
Begitu juga dengan pemain tunggal putera Simon Santoso akhirnya menyerah dari pemain Cina Chen Jin dengan skor 21-19, 17-21, dan 7-21. Simon yang tampil gemilang di set pertama banyak melakukan kesalahan sendiri di set penentuan. Kekalahan ini memperpanjang rekor pertemuan Simon menjadi lima kali tak pernah menang melawan Chen Jin.
Dengan kekalahan Simon, Indonesia harus mengubur mimpinya menjuarai Piala Thomas karena digerus juara bertahan Cina 0-3. Impian merah putih akan berkibar diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya pada puncak acara penyerahan Piala Thomas, seperti saat tim badminton Indonesia menggemakan lagu Indonesia Raya pertama kali di ajang Olimpiade pun tinggal mimpi.
Harapan untuk mengulang kesuksesan menggenggam piala Thomas terakhir kalinya delapan tahun lalu dikandaskan oleh ketangguhan juara bertahan Cina. Begitu juga dengan tim Uber kita yang tahun ini gagal mencapai final. Perebutan Piala Uber dimenangkan Tim Korea Selatan dengan menaklukkan ‘Tembok Raksasa’ Cina 3-1.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki sejarah manis masa-masa keemasan di ajang Piala Thomas, yakni tercatat telah menorehkan prestasi 14 kali menjuarai Piala Thomas Cup. Dimulai dari tahun 1958, 1961, 1964, 1967, 1970, 1973, 1976, 1979, 1984, 1994, 1996, 1998, 2000 dan 2002. Tim badminton Indonesia juga telah mencatatkan sejarah emas takkala berhasil memboyong piala Uber Cup dan Thomas Cup ke Indonesia pada tahun 1994.
Manajer tim Yacob Rusdianto pun merasa perlu meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Sebagai manajer, kata Yacob yang juga Sekjen PB PBSI itu kepada pers seusai pertandingan, saya minta maaf kepada masyarakat terutama pecinta bulutangkis Indonesia, kali ini kita belum bisa memboyong Piala Thomas. Kita harus lapang dada telah kalah dengan Cina, namun saya bangga anak-anak memberikan perlawanan yang cukup ketat, dan telah berusaha maksimal.
Memang, semua masyarakat Indonesia tentu berharap tim Indonesia memenangkan pertarungan melawan tim tangguh Cina. Namun dalam ajang Piala Thomas Cup kali ini, kita harus mengakui keunggulan tim Cina.
Alasannya, semua pemain memiliki skill dan mental yang bagus. Dari segi rangking pun bagus. Sebagian besar berada di 5 besar. Bermain sebagai tim pun biasanya selalu kompak, terbukti Cina mampu memboyong Piala Thomas Cup tiga kali berturut-turut sejak 2004.
Dalam olahraga, menang, dan kalah adalah hal yang biasa. Kali ini Cina lebih kuat, lebih siap. Kita harus mengakui bulutangkis Indonesia selama delapan tahun terakhir ini kurang bersinar.
Karena itu menjadi tugas tim bulutangkis selanjutnya untuk mengevaluasi sepulang dari event Thomas Cup di Malaysia, menentukan langkah-langkah ke depan seperti apa, untuk memperbaiki dan selanjutnya menancapkan tekad kuat harus menang pada event bulutangkis tingkat dunia lainnya. Kekalahan sekarang adalah kemenangan yang tertunda. Kita akan mengejar apa yang tertunda itu, yakni meraih kemenangan untuk kembali ke masa keemasan tim bulutangkis Indonesia. Semoga. (*)
Tribun Corner, 17 Mei 2010
Tunggal pertama putera andalan Indonesia Taufik Hidayat harus mengakui kehebatan tunggal putera Cina Lin Dan di turnamen bulutangkis paling bergengsi tersebut. Taufik menyerah dua set langsung 7-21 14-21 dalam waktu 43 menit. Di partai kedua, pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan juga dipaksa menyerah dari pasangan Cina Cai Yun/Fu Haifeng melalui pertarungan rubber set 23-25, 21-16, dan 12-21.
Begitu juga dengan pemain tunggal putera Simon Santoso akhirnya menyerah dari pemain Cina Chen Jin dengan skor 21-19, 17-21, dan 7-21. Simon yang tampil gemilang di set pertama banyak melakukan kesalahan sendiri di set penentuan. Kekalahan ini memperpanjang rekor pertemuan Simon menjadi lima kali tak pernah menang melawan Chen Jin.
Dengan kekalahan Simon, Indonesia harus mengubur mimpinya menjuarai Piala Thomas karena digerus juara bertahan Cina 0-3. Impian merah putih akan berkibar diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya pada puncak acara penyerahan Piala Thomas, seperti saat tim badminton Indonesia menggemakan lagu Indonesia Raya pertama kali di ajang Olimpiade pun tinggal mimpi.
Harapan untuk mengulang kesuksesan menggenggam piala Thomas terakhir kalinya delapan tahun lalu dikandaskan oleh ketangguhan juara bertahan Cina. Begitu juga dengan tim Uber kita yang tahun ini gagal mencapai final. Perebutan Piala Uber dimenangkan Tim Korea Selatan dengan menaklukkan ‘Tembok Raksasa’ Cina 3-1.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki sejarah manis masa-masa keemasan di ajang Piala Thomas, yakni tercatat telah menorehkan prestasi 14 kali menjuarai Piala Thomas Cup. Dimulai dari tahun 1958, 1961, 1964, 1967, 1970, 1973, 1976, 1979, 1984, 1994, 1996, 1998, 2000 dan 2002. Tim badminton Indonesia juga telah mencatatkan sejarah emas takkala berhasil memboyong piala Uber Cup dan Thomas Cup ke Indonesia pada tahun 1994.
Manajer tim Yacob Rusdianto pun merasa perlu meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Sebagai manajer, kata Yacob yang juga Sekjen PB PBSI itu kepada pers seusai pertandingan, saya minta maaf kepada masyarakat terutama pecinta bulutangkis Indonesia, kali ini kita belum bisa memboyong Piala Thomas. Kita harus lapang dada telah kalah dengan Cina, namun saya bangga anak-anak memberikan perlawanan yang cukup ketat, dan telah berusaha maksimal.
Memang, semua masyarakat Indonesia tentu berharap tim Indonesia memenangkan pertarungan melawan tim tangguh Cina. Namun dalam ajang Piala Thomas Cup kali ini, kita harus mengakui keunggulan tim Cina.
Alasannya, semua pemain memiliki skill dan mental yang bagus. Dari segi rangking pun bagus. Sebagian besar berada di 5 besar. Bermain sebagai tim pun biasanya selalu kompak, terbukti Cina mampu memboyong Piala Thomas Cup tiga kali berturut-turut sejak 2004.
Dalam olahraga, menang, dan kalah adalah hal yang biasa. Kali ini Cina lebih kuat, lebih siap. Kita harus mengakui bulutangkis Indonesia selama delapan tahun terakhir ini kurang bersinar.
Karena itu menjadi tugas tim bulutangkis selanjutnya untuk mengevaluasi sepulang dari event Thomas Cup di Malaysia, menentukan langkah-langkah ke depan seperti apa, untuk memperbaiki dan selanjutnya menancapkan tekad kuat harus menang pada event bulutangkis tingkat dunia lainnya. Kekalahan sekarang adalah kemenangan yang tertunda. Kita akan mengejar apa yang tertunda itu, yakni meraih kemenangan untuk kembali ke masa keemasan tim bulutangkis Indonesia. Semoga. (*)
Tribun Corner, 17 Mei 2010
Kamis, 06 Mei 2010
Reformasi Birokrasi Kemenkeu Terancam
MUNDURNYA tokoh sentral reformasi birokrasi Indonesia, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Indonesia, setelah ditunjuk menjadi Managing Director (Direktur Pelaksana) Bank Dunia mulai 1 Juni 2010, menyisakan kekhawatiran atas nasib program reformasi birokrasi yang mulai dirintis dan berjalan baik di kementerian keuangan (kemenkeu).
Karena harus diakui, sejauh ini belum pernah ada menteri yang berani melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh di lingkungannya. Dibawah kendali Sri Mulyani yang sudah banyak dikenal secara global atas kesuksesannya dalam melawan korupsi dan memperkuat tata kelola yang baik, program reformasi birokrasi yang dijalankan di kemenkeu telah menjadi role semua kementerian/lembaga tinggi negara di negeri ini.
Secara signifikan Sri Mulyani yang selama menjadi menkeu sudah mendapatkan 14 award/penghargaan internasional itu telah mengubah paradigma kerja PNS di Depkeu. Menteri Keuangan terbaik tahun ini versi Euromoney Magazin's Global Finance itu juga berani membongkar pasang pejabat yang ia nilai tidak profesional.
Sudah banyak pegawai Kementerian Keuangan yang dimutasi. Padahal, biasanya menteri yang merupakan jabatan politis tidak berani melakukan hal itu. Mereka umumnya memilih jalan aman dan mengikuti kebiasaan birokrat yang sudah ada.
Sri menjadi motor penggerak reformasi birokrasi demi terwujudnya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi. Harapannya agar semua PNS negeri ini tidak kaya sekali, tapi tidak dianggap miskin. Bisa menghidupi anak secara normal, dihormati dan dihargai. Caranya, antara lain dengan memberikan remunerasi atau pemberian dana tunjangan khusus guna meningkatkan produktivitas dan kinerja untuk pegawai pajak.
Memang hasilnya belum sebagus yang diharapkan, menyusul munculnya skandal markus pajak Gayus Tambunan senilai Rp 26 miliar, yang menyeret beberapa pejabat Ditjen pajak di atasnya. Sampai-sampai Panitia Kerja Perpajakan DPR menyatakan akan menghentikan renumerasi gaji pegawai pajak.
Dengan perginya Sri Mulyani apakah program reformasi birokrasi terancam. Sri Mulyani dalam sambutan di Kanwil Ditjen Pembendaharaan, Jakarta, Kamis (6/5) menyatakan ia optimistis kemenkeu dapat bersikap konsisten untuk meneruskan reformasi birokrasi.
Apalagi saat ini telah ada peta jalan atau "roadmap" yang jelas dan banyak jajaran pegawai yang memiliki kreatifitas dan loyalitas tinggi. Nanti, kata Sri Mulyani, akan ada lebih 70 negara di bawah saya. Saya akan tetap bangga dan senang, Indonesia sebagai contoh reformasi (birokrasi), jadi (dapat) menunjukkan pada negara berkembang, bahwa reformasi bukan kasus di teks book, itu realitas dan terjadi di negara kita ini, Indonesia.
Jadi, harapannya, meski Sri Mulyani pergi, reformasi birokrasi di kemenkeu jangan sampai terganggu. Tapi hal ini akan sangat tergantung kepada sosok pengganti yang mempunyai integritas dan niat yang kuat untuk mereformasi birokrasi negeri ini, yang menjadi titik lemah dalam layanan perekonomian.
Karena itu penggantinya harus merupakan figur yang tidak sekadar cakap dan cerdas dalam mengelola keuangan Negara Indonesia, tapi harus memiliki kapabilitas dan keberanian untuk melanjutkan reformasi birokrasi di tubuh kementerian tersebut. Sebab, pertarungan jabatan menkeu sangat besar dan politis.
Mengutip Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, reformasi birokrasi harus dilanjutkan, yaitu membersihkan pejabat struktural pajak, bea cukai, dan anggaran yang kotor, dan secara bersamaan dilakukan penyederhanaan birokrasi. Menkeu yang baru harus punya komitmen dan visi besar, mengingat kemenkeu mengelola sebagian besar uang negara. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 7 Mei 2010
Karena harus diakui, sejauh ini belum pernah ada menteri yang berani melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh di lingkungannya. Dibawah kendali Sri Mulyani yang sudah banyak dikenal secara global atas kesuksesannya dalam melawan korupsi dan memperkuat tata kelola yang baik, program reformasi birokrasi yang dijalankan di kemenkeu telah menjadi role semua kementerian/lembaga tinggi negara di negeri ini.
Secara signifikan Sri Mulyani yang selama menjadi menkeu sudah mendapatkan 14 award/penghargaan internasional itu telah mengubah paradigma kerja PNS di Depkeu. Menteri Keuangan terbaik tahun ini versi Euromoney Magazin's Global Finance itu juga berani membongkar pasang pejabat yang ia nilai tidak profesional.
Sudah banyak pegawai Kementerian Keuangan yang dimutasi. Padahal, biasanya menteri yang merupakan jabatan politis tidak berani melakukan hal itu. Mereka umumnya memilih jalan aman dan mengikuti kebiasaan birokrat yang sudah ada.
Sri menjadi motor penggerak reformasi birokrasi demi terwujudnya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi. Harapannya agar semua PNS negeri ini tidak kaya sekali, tapi tidak dianggap miskin. Bisa menghidupi anak secara normal, dihormati dan dihargai. Caranya, antara lain dengan memberikan remunerasi atau pemberian dana tunjangan khusus guna meningkatkan produktivitas dan kinerja untuk pegawai pajak.
Memang hasilnya belum sebagus yang diharapkan, menyusul munculnya skandal markus pajak Gayus Tambunan senilai Rp 26 miliar, yang menyeret beberapa pejabat Ditjen pajak di atasnya. Sampai-sampai Panitia Kerja Perpajakan DPR menyatakan akan menghentikan renumerasi gaji pegawai pajak.
Dengan perginya Sri Mulyani apakah program reformasi birokrasi terancam. Sri Mulyani dalam sambutan di Kanwil Ditjen Pembendaharaan, Jakarta, Kamis (6/5) menyatakan ia optimistis kemenkeu dapat bersikap konsisten untuk meneruskan reformasi birokrasi.
Apalagi saat ini telah ada peta jalan atau "roadmap" yang jelas dan banyak jajaran pegawai yang memiliki kreatifitas dan loyalitas tinggi. Nanti, kata Sri Mulyani, akan ada lebih 70 negara di bawah saya. Saya akan tetap bangga dan senang, Indonesia sebagai contoh reformasi (birokrasi), jadi (dapat) menunjukkan pada negara berkembang, bahwa reformasi bukan kasus di teks book, itu realitas dan terjadi di negara kita ini, Indonesia.
Jadi, harapannya, meski Sri Mulyani pergi, reformasi birokrasi di kemenkeu jangan sampai terganggu. Tapi hal ini akan sangat tergantung kepada sosok pengganti yang mempunyai integritas dan niat yang kuat untuk mereformasi birokrasi negeri ini, yang menjadi titik lemah dalam layanan perekonomian.
Karena itu penggantinya harus merupakan figur yang tidak sekadar cakap dan cerdas dalam mengelola keuangan Negara Indonesia, tapi harus memiliki kapabilitas dan keberanian untuk melanjutkan reformasi birokrasi di tubuh kementerian tersebut. Sebab, pertarungan jabatan menkeu sangat besar dan politis.
Mengutip Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, reformasi birokrasi harus dilanjutkan, yaitu membersihkan pejabat struktural pajak, bea cukai, dan anggaran yang kotor, dan secara bersamaan dilakukan penyederhanaan birokrasi. Menkeu yang baru harus punya komitmen dan visi besar, mengingat kemenkeu mengelola sebagian besar uang negara. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 7 Mei 2010
Rabu, 05 Mei 2010
Happy Ending Sri Mulyani
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang selama ini menjadi 'news maker' kembali menjadi pusat perhatian. Setelah dalam beberapa pekan ini diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terkait kasus skandal bailout Bank Century Rp 6,7 triliun, kini Sri Mulyani menjadi pusat perhatian dunia.
Tak tanggung-tanggung, Bank Dunia (World Bank) mempercayakan jabatan Managing Director (Direktur Pelaksana) World Bank yang berkantor di Washington, Amerika kepada Sri Mulyani per 1 Juni 2010. Jabatan ini sangat prestisius, satu tingkat dibawah kursi Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick. Jabatan ini membawahi sekurangnya 74 negara seperti Amerika Latin, Karibia, Asia Timur dan Kawasan Pasifik, Asia Tengah dan Afrika Utara, serta Afrika Utara.
Seperti termuat dalam pernyataan yang dikeluarkan Bank Dunia Selasa (4/5), Zoellick memuji kehandalan Sri Mulyani yang mampu mempertahankan ekonomi Indonesia dari gempuran krisis keuangan global 2008 lalu. Menurut Zoellick, Sri Mulyani akan memainkan peran penting dalam membantu memimpin bank itu yang sedang bergerak untuk memperkuat dukungan klien dan melaksanakan reformasi.
Presiden Yudhoyono dalam keterangan pers di kantor Presiden Jakarta, Rabu siang (5/5) mengaku telah menerima surat pengunduran Sri Mulyani kemarin dan memberikan persetujuan dengan satu syarat, Sri Mulyani menyelesaikan segala tugas dan urusannya di dalam negeri sebagai menteri keuangan. Masih ada waktu beberapa minggu lagi bagi Sri Mulyani untuk menyesaikan tugasnya di dalam negeri sebelum menempati posisi barunya di Bank Dunia di Washington DC.
Kita patut bangga dan memberikan apresiasi tinggi terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh Bank Dunia kepada Sri Mulyani yang memperoleh gelar Ph.D. bidang ekonomi dari University of Illinois AS. Posisi yang strategis, penting dan terhormat itu pantas disandang Sri Mulyani mengingat kiprahnya sudah teruji di birokrasi dan lembaga internasional.
Kurang dari empat tahun, tiga jabatan menteri disandangnya, yakni Plt Mantan Menko Perekonomian, Menteri PPN/Kepala Bappenas antara 2007-2009, dan Menteri Keuangan. Pernah menjadi konsultan di USAid dan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF/International Monetary Fund) pada 2002 - 2004, dapat penghargaan dari Euromoney Magazine s Global Finance sebagai menteri keuangan terbaik tahun ini, penghargaan dari Forbes' sebagai satu dari 100 perempuan paling berpengaruh di dunia.
Namun semua prestasi itu seakan pupus setelah DPR memutuskan Sri Mulyani dan Boediono bertanggungjawab dalam skandal penalangan dana Bank Century, dan meminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menkeu. Tak heran bila kabar terpilihnya Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank banyak yang meresponnya dengan memuji dan memberikan selamat kepada Sri Mulyani, namun tidak sedikit pula yang memberikan tanggapan sinis.
Penunjukkan Sri Mulyani sebagai Managing Director Bank Dunia ini seakan menjadi happy ending bagi perjalanan karir Sri Mulyani yang kepandaiannya diakui oleh dunia internasional.
Minimal dengan mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan maka tekanan politik dan hukum terhadapnya dalam pengusutan kasus Century akan berhenti. Paling tidak selama 4- 5 tahun ke depan. Di sisi lain, ambisi DPR untuk melengserkan Menkeu Sri Mulyani terkabul.
Sebagai salah satu aset nasional yang sangat berharga bagi Indonesia, di satu sisi kita merasa kehilangan dengan perginya Sri Mulyani, di sisi lain kita berharap Sri Mulyani dapat memanfaatkan posisinya yang strategis di World Bank tidak hanya menguntungkan bagi Bank Dunia, tapi lebih khusus lagi bagi Indonesia.
Karena itu, seperti diingatkan Wakil ketua DPR RI yang juga Ketua Tim Pengawas Kasus Bank Century, Priyo Budi Santoso, keberadaan Sri Mulyani disana jangan sampai membebek pada kepentingan asing, tapi harus tetap membawa nilai keindonesiaan. Semoga (ahmad suroso*)
Tajuk/Tribun Corner, 6 Mei 2010
Tak tanggung-tanggung, Bank Dunia (World Bank) mempercayakan jabatan Managing Director (Direktur Pelaksana) World Bank yang berkantor di Washington, Amerika kepada Sri Mulyani per 1 Juni 2010. Jabatan ini sangat prestisius, satu tingkat dibawah kursi Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick. Jabatan ini membawahi sekurangnya 74 negara seperti Amerika Latin, Karibia, Asia Timur dan Kawasan Pasifik, Asia Tengah dan Afrika Utara, serta Afrika Utara.
Seperti termuat dalam pernyataan yang dikeluarkan Bank Dunia Selasa (4/5), Zoellick memuji kehandalan Sri Mulyani yang mampu mempertahankan ekonomi Indonesia dari gempuran krisis keuangan global 2008 lalu. Menurut Zoellick, Sri Mulyani akan memainkan peran penting dalam membantu memimpin bank itu yang sedang bergerak untuk memperkuat dukungan klien dan melaksanakan reformasi.
Presiden Yudhoyono dalam keterangan pers di kantor Presiden Jakarta, Rabu siang (5/5) mengaku telah menerima surat pengunduran Sri Mulyani kemarin dan memberikan persetujuan dengan satu syarat, Sri Mulyani menyelesaikan segala tugas dan urusannya di dalam negeri sebagai menteri keuangan. Masih ada waktu beberapa minggu lagi bagi Sri Mulyani untuk menyesaikan tugasnya di dalam negeri sebelum menempati posisi barunya di Bank Dunia di Washington DC.
Kita patut bangga dan memberikan apresiasi tinggi terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh Bank Dunia kepada Sri Mulyani yang memperoleh gelar Ph.D. bidang ekonomi dari University of Illinois AS. Posisi yang strategis, penting dan terhormat itu pantas disandang Sri Mulyani mengingat kiprahnya sudah teruji di birokrasi dan lembaga internasional.
Kurang dari empat tahun, tiga jabatan menteri disandangnya, yakni Plt Mantan Menko Perekonomian, Menteri PPN/Kepala Bappenas antara 2007-2009, dan Menteri Keuangan. Pernah menjadi konsultan di USAid dan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF/International Monetary Fund) pada 2002 - 2004, dapat penghargaan dari Euromoney Magazine s Global Finance sebagai menteri keuangan terbaik tahun ini, penghargaan dari Forbes' sebagai satu dari 100 perempuan paling berpengaruh di dunia.
Namun semua prestasi itu seakan pupus setelah DPR memutuskan Sri Mulyani dan Boediono bertanggungjawab dalam skandal penalangan dana Bank Century, dan meminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menkeu. Tak heran bila kabar terpilihnya Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank banyak yang meresponnya dengan memuji dan memberikan selamat kepada Sri Mulyani, namun tidak sedikit pula yang memberikan tanggapan sinis.
Penunjukkan Sri Mulyani sebagai Managing Director Bank Dunia ini seakan menjadi happy ending bagi perjalanan karir Sri Mulyani yang kepandaiannya diakui oleh dunia internasional.
Minimal dengan mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan maka tekanan politik dan hukum terhadapnya dalam pengusutan kasus Century akan berhenti. Paling tidak selama 4- 5 tahun ke depan. Di sisi lain, ambisi DPR untuk melengserkan Menkeu Sri Mulyani terkabul.
Sebagai salah satu aset nasional yang sangat berharga bagi Indonesia, di satu sisi kita merasa kehilangan dengan perginya Sri Mulyani, di sisi lain kita berharap Sri Mulyani dapat memanfaatkan posisinya yang strategis di World Bank tidak hanya menguntungkan bagi Bank Dunia, tapi lebih khusus lagi bagi Indonesia.
Karena itu, seperti diingatkan Wakil ketua DPR RI yang juga Ketua Tim Pengawas Kasus Bank Century, Priyo Budi Santoso, keberadaan Sri Mulyani disana jangan sampai membebek pada kepentingan asing, tapi harus tetap membawa nilai keindonesiaan. Semoga (ahmad suroso*)
Tajuk/Tribun Corner, 6 Mei 2010
Hukum yang Berkeadilan
EMPAT pimpinan lembaga penegak hukum berkumpul di Istana Negara, Selasa (4/5) menghadiri Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penegak Hukum Mahkumjakpol 2010 sekaligus menandatangani Piagam Hukum. Keempat petinggi lembaga hukum tersebut yakni Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa, Jaksa Agung Hendarman Supandji, dan Menteri Hukum & HAM Patrialis Akbar.
Ada yang menarik untuk digarisbawahi dari forum ini, yakni sambutan Menhukham Patrialis Akbar dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya menyoroti tentang penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi banyak persoalan, terutama yang berkaitan dengan rasa keadilan.
Patrialis Akbar mengambil contoh saat ia berkunjung ke Lapas Tanjung Kusta, Medan, menemukan pasangan suami istri yang buta sejak lahir dituding sebagai bandar ganja. Sebagai pemijat tradisional yang sehari-hari membuka praktek di kediamannya, tiap harui selalu ada tamu yang datang untuk dipijat.
Namun, Warsiam (50) dan suaminya Muhammad Nuh (45) tak pernah menyangka jika ada seorang tamu yang membawa ganja dalam kardus mie instan. Celakanya, pada hari itu ada operasi polisi dan menemukan kardus mie instan berisi ganja tersebut. Warsiam dan Nuh pun disidang, dituntut, dan dihukum sedemikian berat. Warsiam divonis 15 tahun penjara dan Nuh (45) dihukum 18 tahun.
Sedangkan Presiden SBY menceriterakan saat melakukan kunjungan ke Lapas Anak dan Lansia, SBY menemukan fakta, sebagian napi hukumannya terlalu berat. Lalu kasus-kasus lansia yang khilaf melanggar hukum karena tuntutan ekonomi, tapi mereka dihukum secara berlebihan.
Sebaliknya, pelaku kejahatan illegal logging yang merugikan negara miliaran sampai triliunan sering mendapat hukuman yang ringan, dendanya pun sedikit. Begitu banyaknya aduan ketidakadilan hukum di negeri ini juga bisa tercermin dari pengaduan yang diterima Presiden melalui sms yang jumlahnya sekitar 3.459.794 sms.
Kita pun ikut prihatin dengan begitu banyaknya praktik penegakan hukum di negeri ini yang tidak memperhatikan keadilan dan hati nurani. Padahal hukum tak boleh berjarak dengan keadilan, karena keadilan adalah tujuan dari adanya hukum itu sendiri.
Memang sulit untuk mengukur hingga sejauh mana tindakan aparat penegak hukum dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Berbeda dengan kepastian hukum yang mudah dilihat karena ukurannya jelas, yaitu sejauh mana tingkat kepatuhan aparat penegak hukum terhadap produk hukum yang berlaku saat itu.
Akar persoalannya antara lain ternyata keadilan yang sering diserukan banyak orang belum dipahami benar bahkan oleh masyarakat hukum. Sejauh ini belum ada Fakultas Hukum di Indonesia yang memasukkan mata kuliah Teori Keadilan kedalam kurikulumnya, kalaupun ada hanya disinggung sedikit di mata kuliah Filsafat Hukum.
Padahal Teori Keadilan penting untuk dipahami oleh masyarakat hukum khususnya pada setiap pengambilan keputusan. Pemahaman tentang keadilan juga menumbuhkan hidup yang bermartabat, didasari oleh tindakan dan putusan yang adil. Dengan tak adanya mata kuliah Teori Keadilan, maka kata-kata ‘keadilan’ menjadi kalah dominan dibanding dengan ‘kepastian hukum’ di Fakultas Hukum.
Hal ini menyebabkan ketika seorang mahasiswa hukum menyelesaikan pendidikannya, dia tak bisa mencerna bahwa hukum itu bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan. Mereka tidak bisa menegakkan keadilan, tapi hanya bisa menegakkan hukum, tidak bisa mengkritisi hukum. Padahal hukum itu harus dikritisi.
Untuk itu, Teori Keadilan sudah selayaknya masuk kedalam mata kuliah tersendiri di Fakultas Hukum. Ketiadaan mata kuliah yang langsung berhubungan dengan rasa keadilan justru membuat mata kuliah fakultas hukum itu hanya berorientasi pada pasal-pasal. Teori-teori hukum yang baik di mulut, tapi tidak banyak gunanya ketika berbenturan dengan fakta di lapangan. (ahmad suroso*)
Tajuk/Tribun Corner, 5 Mei 2010
Ada yang menarik untuk digarisbawahi dari forum ini, yakni sambutan Menhukham Patrialis Akbar dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya menyoroti tentang penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi banyak persoalan, terutama yang berkaitan dengan rasa keadilan.
Patrialis Akbar mengambil contoh saat ia berkunjung ke Lapas Tanjung Kusta, Medan, menemukan pasangan suami istri yang buta sejak lahir dituding sebagai bandar ganja. Sebagai pemijat tradisional yang sehari-hari membuka praktek di kediamannya, tiap harui selalu ada tamu yang datang untuk dipijat.
Namun, Warsiam (50) dan suaminya Muhammad Nuh (45) tak pernah menyangka jika ada seorang tamu yang membawa ganja dalam kardus mie instan. Celakanya, pada hari itu ada operasi polisi dan menemukan kardus mie instan berisi ganja tersebut. Warsiam dan Nuh pun disidang, dituntut, dan dihukum sedemikian berat. Warsiam divonis 15 tahun penjara dan Nuh (45) dihukum 18 tahun.
Sedangkan Presiden SBY menceriterakan saat melakukan kunjungan ke Lapas Anak dan Lansia, SBY menemukan fakta, sebagian napi hukumannya terlalu berat. Lalu kasus-kasus lansia yang khilaf melanggar hukum karena tuntutan ekonomi, tapi mereka dihukum secara berlebihan.
Sebaliknya, pelaku kejahatan illegal logging yang merugikan negara miliaran sampai triliunan sering mendapat hukuman yang ringan, dendanya pun sedikit. Begitu banyaknya aduan ketidakadilan hukum di negeri ini juga bisa tercermin dari pengaduan yang diterima Presiden melalui sms yang jumlahnya sekitar 3.459.794 sms.
Kita pun ikut prihatin dengan begitu banyaknya praktik penegakan hukum di negeri ini yang tidak memperhatikan keadilan dan hati nurani. Padahal hukum tak boleh berjarak dengan keadilan, karena keadilan adalah tujuan dari adanya hukum itu sendiri.
Memang sulit untuk mengukur hingga sejauh mana tindakan aparat penegak hukum dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Berbeda dengan kepastian hukum yang mudah dilihat karena ukurannya jelas, yaitu sejauh mana tingkat kepatuhan aparat penegak hukum terhadap produk hukum yang berlaku saat itu.
Akar persoalannya antara lain ternyata keadilan yang sering diserukan banyak orang belum dipahami benar bahkan oleh masyarakat hukum. Sejauh ini belum ada Fakultas Hukum di Indonesia yang memasukkan mata kuliah Teori Keadilan kedalam kurikulumnya, kalaupun ada hanya disinggung sedikit di mata kuliah Filsafat Hukum.
Padahal Teori Keadilan penting untuk dipahami oleh masyarakat hukum khususnya pada setiap pengambilan keputusan. Pemahaman tentang keadilan juga menumbuhkan hidup yang bermartabat, didasari oleh tindakan dan putusan yang adil. Dengan tak adanya mata kuliah Teori Keadilan, maka kata-kata ‘keadilan’ menjadi kalah dominan dibanding dengan ‘kepastian hukum’ di Fakultas Hukum.
Hal ini menyebabkan ketika seorang mahasiswa hukum menyelesaikan pendidikannya, dia tak bisa mencerna bahwa hukum itu bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan. Mereka tidak bisa menegakkan keadilan, tapi hanya bisa menegakkan hukum, tidak bisa mengkritisi hukum. Padahal hukum itu harus dikritisi.
Untuk itu, Teori Keadilan sudah selayaknya masuk kedalam mata kuliah tersendiri di Fakultas Hukum. Ketiadaan mata kuliah yang langsung berhubungan dengan rasa keadilan justru membuat mata kuliah fakultas hukum itu hanya berorientasi pada pasal-pasal. Teori-teori hukum yang baik di mulut, tapi tidak banyak gunanya ketika berbenturan dengan fakta di lapangan. (ahmad suroso*)
Tajuk/Tribun Corner, 5 Mei 2010
Pemutihan Koruptor
DALAM rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/4), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto mengibaratkan koruptor dengan ikan yang "bertebaran" di Danau Semayang, Kalimantan Timur. Di danau itu, kata mantan Kepala Kepolisian Daerah Kaltim tersebut, sekali tangan dimasukkan maka banyak ikan akan didapatkan. Demikian pula dengan koruptor. Kalau tangan KPK masuk ke mana saja, pasti akan dapat koruptor. Karena koruptor ada di mana-mana
Apa yang disampaikan Bibit yang membawahi deputi penindakan KPK tersebut tidak berlebihan. Apalagi kalau kita melihat hampir setiap hari silih berganti terbongkar kasus-kasus korupsi yang terungkap di media massa. Baik korupsi yang terjadi di pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif, kepolisian dan instansi lainnya.
Negeri ini terkesan bak sarang koruptor dan mafia hukum. Kita setiap hari seperti dibuat terkejut oleh terungkapnya kasus-kasus korupsi baru di berbagai instansi. Dan saat muncul isu kasus korupsi baru, kasus korupsi yang lama seperti tenggelam ditelan bumi. Muncul lagi untuk kemudian tenggelam lagi oleh terbongkarnya skandal-skandal korupsi yang tak besarnya.
Kasus korupsi di Indonesia dapat dikatakan sudah berurat dan berakar melingkupi hampir seluruh sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Diyakini kasus korupsi yang berhasil diungkap KPK atau aparat penegak hukum lainnya, hanyalah riak kecil di antara gelombang kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sendiri menyebut ada sembilan tipe mafia yang beroperasi di Indonesia. Satgas bertekad menyingkirkan semua bentuk mafia itu dari bumi Indonesia. Sembilan bentuk mafia itu adalah mafia peradilan, korupsi, pajak dan bea cukai, tambang dan energi, tanah, perbankan, hutan, pasar modal, serta mafia perikanan.
Pertanyaannya, mungkinkah tekad satgas tersebut diwujudkan, mengingat sejak dibentuk berdasarkan keputusan presiden akhir tahun lalu, satgas menanggung persoalan kewenangan. Lembaga ini hanya punya kewenangan koordinasi, evaluasi, dan rekomendasi. Tidak mempunyai kewenangan memberantas, meski menyandang kata pemberantasan.
Belum lagi kita bicara kasus aliran dana Rp 25 miliar di rekening makelar kasus pajak Gayus Tambunan yang diduga melibatkan mantan pejabat Ditjen Pajak dengan jumlah lebih besar, sehingga muncul desakan ke KPK agar kekayaan 4.500 orang aparat Ditjen Pajak diusut kewajarannya. Tentu butuh waktu yang sangat lama untuk mengusut, mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan di sidang Tipikor.
Di tengah maraknya skandal korupsi yang telah menggerogoti perekonomian negeri ini, muncul usulan beberapa kalangan untuk memberikan pengampunan massal kepada koruptor, dengan syarat mereka mau mengembalikan kekayaan negara yang dicuri. Salah satunya dari pemerhati masalah korupsi Alexander Mawarta (Kontan, 3/5). Ini pernah diterapkan oleh Pemerintah Bangladesh tahun 2008, dengan alasan maraknya korupsi di Bangladesh akan butuh waktu puluhan tahun untuk menyidangkan ratusan bahkan ribuan koruptor.
Indonesia sudah pernah merintis ide ini melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN menjanjikan mereka pembebasan dari segala tuntutan hukum atau dikenal dengan istilah Release and Discharge (R&D), asalkan utangnya dilunasi. Apa salahnya kalau cara tersebut dipakai untuk menarik sebagian harta koruptor.
Secara kelembagaan mungkin bisa dilakukan oleh KPK dengan membentuk semacam departemen, bagian atau sub-komisi yang menangani masalah pemutihan korupsi. Dengan cara ini diharapkan akan banyak koruptor yang selama ini ketakutan menyimpan uang 'haram'nya di rekening luar negeri atau brankas dibawah tanah akan lebih mudah diajak kerjasama.
Usulan ini layak dipertimbangkan, mengingat penerapan sanksi hukum berupa penjara dan denda terhadap para koruptor selama ini belum efektif untuk memberikan efek jera terhadap para koruptor, sehingga praktik korupsi masih saja merajalela. Di sisi lain, uang negara yang telah mereka 'jarah' hanya sedikit yang bisa kembali. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 4 Mei 2010
Apa yang disampaikan Bibit yang membawahi deputi penindakan KPK tersebut tidak berlebihan. Apalagi kalau kita melihat hampir setiap hari silih berganti terbongkar kasus-kasus korupsi yang terungkap di media massa. Baik korupsi yang terjadi di pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif, kepolisian dan instansi lainnya.
Negeri ini terkesan bak sarang koruptor dan mafia hukum. Kita setiap hari seperti dibuat terkejut oleh terungkapnya kasus-kasus korupsi baru di berbagai instansi. Dan saat muncul isu kasus korupsi baru, kasus korupsi yang lama seperti tenggelam ditelan bumi. Muncul lagi untuk kemudian tenggelam lagi oleh terbongkarnya skandal-skandal korupsi yang tak besarnya.
Kasus korupsi di Indonesia dapat dikatakan sudah berurat dan berakar melingkupi hampir seluruh sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Diyakini kasus korupsi yang berhasil diungkap KPK atau aparat penegak hukum lainnya, hanyalah riak kecil di antara gelombang kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sendiri menyebut ada sembilan tipe mafia yang beroperasi di Indonesia. Satgas bertekad menyingkirkan semua bentuk mafia itu dari bumi Indonesia. Sembilan bentuk mafia itu adalah mafia peradilan, korupsi, pajak dan bea cukai, tambang dan energi, tanah, perbankan, hutan, pasar modal, serta mafia perikanan.
Pertanyaannya, mungkinkah tekad satgas tersebut diwujudkan, mengingat sejak dibentuk berdasarkan keputusan presiden akhir tahun lalu, satgas menanggung persoalan kewenangan. Lembaga ini hanya punya kewenangan koordinasi, evaluasi, dan rekomendasi. Tidak mempunyai kewenangan memberantas, meski menyandang kata pemberantasan.
Belum lagi kita bicara kasus aliran dana Rp 25 miliar di rekening makelar kasus pajak Gayus Tambunan yang diduga melibatkan mantan pejabat Ditjen Pajak dengan jumlah lebih besar, sehingga muncul desakan ke KPK agar kekayaan 4.500 orang aparat Ditjen Pajak diusut kewajarannya. Tentu butuh waktu yang sangat lama untuk mengusut, mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan di sidang Tipikor.
Di tengah maraknya skandal korupsi yang telah menggerogoti perekonomian negeri ini, muncul usulan beberapa kalangan untuk memberikan pengampunan massal kepada koruptor, dengan syarat mereka mau mengembalikan kekayaan negara yang dicuri. Salah satunya dari pemerhati masalah korupsi Alexander Mawarta (Kontan, 3/5). Ini pernah diterapkan oleh Pemerintah Bangladesh tahun 2008, dengan alasan maraknya korupsi di Bangladesh akan butuh waktu puluhan tahun untuk menyidangkan ratusan bahkan ribuan koruptor.
Indonesia sudah pernah merintis ide ini melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN menjanjikan mereka pembebasan dari segala tuntutan hukum atau dikenal dengan istilah Release and Discharge (R&D), asalkan utangnya dilunasi. Apa salahnya kalau cara tersebut dipakai untuk menarik sebagian harta koruptor.
Secara kelembagaan mungkin bisa dilakukan oleh KPK dengan membentuk semacam departemen, bagian atau sub-komisi yang menangani masalah pemutihan korupsi. Dengan cara ini diharapkan akan banyak koruptor yang selama ini ketakutan menyimpan uang 'haram'nya di rekening luar negeri atau brankas dibawah tanah akan lebih mudah diajak kerjasama.
Usulan ini layak dipertimbangkan, mengingat penerapan sanksi hukum berupa penjara dan denda terhadap para koruptor selama ini belum efektif untuk memberikan efek jera terhadap para koruptor, sehingga praktik korupsi masih saja merajalela. Di sisi lain, uang negara yang telah mereka 'jarah' hanya sedikit yang bisa kembali. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 4 Mei 2010
Evaluasi Pendidikan
ADA yang memprihatinkan berkenaan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2 Mei 2010 kemarin. Yakni adanya sekitar 154.079 siswa tidak lulus atau 10 persen dari seluruh peserta ujian, yaitu 1.522.162 siswa peserta Ujian Nasional (UN) 2010. Hasil kelulusan ini menurun dibanding tahun sebelumnya, yakni dari 93,74 persen menjadi 89,88 persen pada tahun ini.
Sebenarnya, intervensi kebijakan pemerintah di dunia pendidikan melalui penyelenggaraan UN tak habis-habisnya telah menuai pro kontra di masyarakat. Sistem UN ditengarai menimbulkan sikap ketidakjujuran di kalangan sebagian murid, guru dan pihak sekolah. Bagi sebagian siswa, UN menjadi momok menakutkan. Sudah banyak siswa yang frustasi dan bahkan mencoba bunuh diri. Ada pula yang meluapkan kekecewaannya karena tak lulus dengan memecah kaca jendela sekolahnya.
Inilah efek dari kebijakan pemerintah yang selama ini terlalu ambisius ingin menyamakan pendidikan di seluruh nusantara dengan sistem sentralisasi dan uniformitas. Sentralisasi dan uniformitas pendidikan kita hanya menghasilkan kemunduran dalam perjalanan sejarah bangsa bila dibandingkan dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di sekitar kita, seperti Korea Selatan, Malaysia, Vietnam.
Hasil yang jelas kita peroleh adalah berkembangnya KKN, hedonisme, egoisme, kekerasan, dan disintegrasi bangsa. Pengakuan kita terhadap keanekaragaman bangsa tidak diimbangi dengan diversifikasi penyelenggaraan pendidikan, kurikulum, sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan, dan pengukuran terhadap hasil pendidikan.
Untuk mengembalikan ruh pendidikan yang lebih bermartabat, maka penyelenggaraan UN harus dikaji lagi, dan perlu evaluasi ukuran keberhasilan pendidikan. Ukuran hasil belajar yang realistis adalah yang didasarkan kepada yang benar-benar dipelajari anak, melalui pemikiran, penginderaan, konseptualisasi, dan kesimpulan sendiri yang dapat disajikan dalam bentuk dokumen karya siswa dan dijadikan kumpulan hasil evaluasi kemajuan anak.
Mengutip pendapat mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Dr Djohar MS, ukuran keberhasilan pendidikan seharusnya tidak hanya ditentukan oleh kualitas out put, tapi harus diukur dari kualitas out come yakni keberhasilan anak-anak kita dalam meraih kehidupan nyata berdasarkan tingkat pendidikan mereka.
Kondisi sekarang, out come hasil pendidikan kita hanya mampu menawarkan ijazah untuk meraih kehidupan, mereka tidak mampu mandiri dan bahkan tidak memiliki jati diri. Dengan ijazahnya itu mereka tidak memiliki kemampuan apa-apa, karena memang selama dalam pendidikan mereka tidak mencari dan memperoleh kemampuan, namun mencari dan memperoleh ijazah dengan cara bagaimanapun.
Kita bisa belajar dari Finlandia yang pada tahun 2003 tercatat sebagai negara yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia. Mereka tidak mengenjot siswa dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Kuncinya terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula.
Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.
Di Finlandia, dan beberapa negara maju lainnya, tidak ada rangking-rangkingan, dan yang juara adalah seorang anak yang nilainya secara total tertinggi. Di negara maju, setiap anak bisa juara satu. Ada juara matematika, ada juara menggambar, ada juara bahasa, ada juara membersihkan kelas/ruang, ada juara karena selalu membantu kesulitan teman. Toh, dalam hidup seseorang hanya harus menguasai satu pekerjaan saja.
Bandingkan dengan sistem UN, banyak siswa cerdas dan berprestasi tak lulus UN hanya gara-gara ada satu pelajaran yang nilainya dibawah standar minimal 5,5, padahal nilai pelajaran lainnya di atas 9. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 3 Mei 2010
Sebenarnya, intervensi kebijakan pemerintah di dunia pendidikan melalui penyelenggaraan UN tak habis-habisnya telah menuai pro kontra di masyarakat. Sistem UN ditengarai menimbulkan sikap ketidakjujuran di kalangan sebagian murid, guru dan pihak sekolah. Bagi sebagian siswa, UN menjadi momok menakutkan. Sudah banyak siswa yang frustasi dan bahkan mencoba bunuh diri. Ada pula yang meluapkan kekecewaannya karena tak lulus dengan memecah kaca jendela sekolahnya.
Inilah efek dari kebijakan pemerintah yang selama ini terlalu ambisius ingin menyamakan pendidikan di seluruh nusantara dengan sistem sentralisasi dan uniformitas. Sentralisasi dan uniformitas pendidikan kita hanya menghasilkan kemunduran dalam perjalanan sejarah bangsa bila dibandingkan dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di sekitar kita, seperti Korea Selatan, Malaysia, Vietnam.
Hasil yang jelas kita peroleh adalah berkembangnya KKN, hedonisme, egoisme, kekerasan, dan disintegrasi bangsa. Pengakuan kita terhadap keanekaragaman bangsa tidak diimbangi dengan diversifikasi penyelenggaraan pendidikan, kurikulum, sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan, dan pengukuran terhadap hasil pendidikan.
Untuk mengembalikan ruh pendidikan yang lebih bermartabat, maka penyelenggaraan UN harus dikaji lagi, dan perlu evaluasi ukuran keberhasilan pendidikan. Ukuran hasil belajar yang realistis adalah yang didasarkan kepada yang benar-benar dipelajari anak, melalui pemikiran, penginderaan, konseptualisasi, dan kesimpulan sendiri yang dapat disajikan dalam bentuk dokumen karya siswa dan dijadikan kumpulan hasil evaluasi kemajuan anak.
Mengutip pendapat mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Dr Djohar MS, ukuran keberhasilan pendidikan seharusnya tidak hanya ditentukan oleh kualitas out put, tapi harus diukur dari kualitas out come yakni keberhasilan anak-anak kita dalam meraih kehidupan nyata berdasarkan tingkat pendidikan mereka.
Kondisi sekarang, out come hasil pendidikan kita hanya mampu menawarkan ijazah untuk meraih kehidupan, mereka tidak mampu mandiri dan bahkan tidak memiliki jati diri. Dengan ijazahnya itu mereka tidak memiliki kemampuan apa-apa, karena memang selama dalam pendidikan mereka tidak mencari dan memperoleh kemampuan, namun mencari dan memperoleh ijazah dengan cara bagaimanapun.
Kita bisa belajar dari Finlandia yang pada tahun 2003 tercatat sebagai negara yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia. Mereka tidak mengenjot siswa dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Kuncinya terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula.
Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.
Di Finlandia, dan beberapa negara maju lainnya, tidak ada rangking-rangkingan, dan yang juara adalah seorang anak yang nilainya secara total tertinggi. Di negara maju, setiap anak bisa juara satu. Ada juara matematika, ada juara menggambar, ada juara bahasa, ada juara membersihkan kelas/ruang, ada juara karena selalu membantu kesulitan teman. Toh, dalam hidup seseorang hanya harus menguasai satu pekerjaan saja.
Bandingkan dengan sistem UN, banyak siswa cerdas dan berprestasi tak lulus UN hanya gara-gara ada satu pelajaran yang nilainya dibawah standar minimal 5,5, padahal nilai pelajaran lainnya di atas 9. (ahmad suroso)
Tajuk/Tribun Corner, 3 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)