Senin, 04 Februari 2008

Wartawan Juga (seperti) Nabi


"TUGAS wartawan sebenarnya tidak bedanya dengan Nabi," kataku mengawali dialog di depan 30 siswa/siswi pengurus OSIS Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kartini, Seraya, Batam yang mengunjungi Tribun Batam, Senin (4/2) siang. Mendengar pernyataan tersebut, para siswa langsung menunjukkan antusiasme yang tinggi.

"Bukankah para nabi tugasnya menyampaikan berita atau firman Tuhan untuk umatnya," ujarku lagi di depan para siswa yang didampingi dua guru pembimbing, Haryanto S.Pd dan Trisno S. Pd yang ingin mengetahui dan melihat langsung mekanisme kerja redaksi dan proses cetak harian Tribun Batam.

Serupa tapi tak sama. Serupanya sama-sama menyampaikan kabar. Para nabi, misalnya Nabi Musa As menyampaikan kabar dari Tuhan melalui kitab suci Taurat, Nabi Dawud As melalui kitab suci Zabur, Nabi Isa As lewat Al-kitab Injil, Nabi Muhammad SAW menyampaikan firman Allah melalui kitab suci Alquran. Begitu juga dengan sang Buddha Siddharta Gautama menyampaikan kabar atau firman Tuhan melalui kitab suci Tripitaka.

Nah wartawan, tugas utamanya juga menyampaikan kabar berita. Sama-sama menyampaikan kabar, hanya saja kebenaran firman/sabda Tuhan melalui kitab suci yang dibawa masing-masing nabi tersebut adalah mutlak menurut keyakinan pemeluk agama masing-masing.

Firman Tuhan bisa dianalogkan dengan surat yang berasal dari Tuhan. Siapa yang disurati? Tentu saja manusia ciptaanNya. Namun bila kita cermati, hal ini jarang disadari oleh manusia bahwa kita disurati oleh Tuhan. Buktinya, kitab-kitab suci itu jangankan dipahami dan diamalkan, dibuka dan dibaca saja jarang. Kebanyakan hanya hanya menjadi pajangan di rak buku atau hanya disimpan di lemari.

"Tapi coba kalau kita mendapat surat cinta dari pacar, wah ini disambut antusias, cepat-cepat dibaca berulang-ulang, diciumi, setelah dibaca terus disimpan di tempat khusus," kelakarku yang disambut dengan senyum dan tawa para ABG (anak baru gede) tersebut.

Sedangkan kebenaran kabar yang dibawa wartawan tidak menutup kemungkinan salah, atau kurang akurat karena informasinya berasal dari mahluk Tuhan yang tidak luput dari kesalahan.
Maka untuk menghindari kesalahan dan tuntutan hukum, wartawan perlu melakukan cek and ricek, cover both side (berimbang), sampai bila perlu memverifikasi keakuratan data yang diperoleh dan ditulisnya.
Antusias yang sangat tinggi juga diperlihatkan oleh murid-murid SMK Kartini, saat diberi penjelasan dunia kejurnalistikan sampai ke proses cetak koran. Mereka mendengarkan dengan cermat saat aku selaku Koordinator Liputan Tribun, memberikan materi bersama redaktur Mairi Nandarson.
"Tadi setelah mendengarkan dari awal bagaimana cara kerja seorang wartawan, berarti kerjanya dua puluh empat jam dong, pak?" tukas Chandra bertanya.
"Bisa iya, bisa tidak. Iya, artinya wartawan harus siap 24 jam sewaktu-waktu ada kejadian. Misalnya saat sedang enak-enaknya tidur, tiba-tiba pukul 2 dinihari redaktur menelpon ada kebakaran di sebuah ruko, maka wartawan bersangkutan mau tidak mau harus terjun ke lapangan saat itu juga," jawabku.

Setelah satu setengah jam mendengarkan penjelasan dan berdialog di ruang rapat redaksi, murid- murid SMK ini beralih ke ruangan komputer. Di ruangan ini mereka memperhatikan secara seksama bagaimana seorang disain grafis sedang membuat gambar untuk kebutuhan koran Tribun. "Saya benar kagum dengan koran Tribun, selain gambarnya bersih, beritanya singkat dan padat. Jadi kami mudah untuk memahami," ujar seorang murid yang mengaku kalau dia pecinta berita olah raga Superball koran Tribun.  (Ahmad Suroso)
 

Tidak ada komentar: