Minggu, 10 Februari 2008

Mengumbar Nafsu (3)


Foto:martyastiadi.worldpress 
GAYEMI - Sapi sedang bermalas-malasan sambil gayemi.

Melek, dolek, dicekek, nelek, terus matek. Mau...?



Seno: Ada lagi yang gelimpang/tumbang jadi ular
D.Ruci: Ya...ada, yaitu ular Sowo, itu semburnya menakutkan, semburannya mempan/berbisa. Kalau menulis surat, suratnya sakti. Nggak mempan bisa-nya, ya gubetane/lilitannya.

Seno: Kok ada yang seperti kerbau, sapi.
D.Ruci: Kerbau dan sapi itu hanya makan saja (gayemi), tidak tahu apakah di kanan kirinya ada yang sakit, tidak ambil pusing, yang penting gayemi saja. Tidak peduli, siapa yang membuat langit, bumi, siapa yang membuat kandang...? Siapa yang menyediakan makan, minum dan yang membersihkan kotoran di kandang...dll? (butuh air ada, butuh makan ada makanan, butuh lampu terang ada).
Kalau ditanya siapa yang membuat ini semua...? Jawabnya hanya gobak-gobek dengan bersuara melenguh (suara khas sapi). Umpama dimaknakan itu Laa A'rifunaa (tidak tahu) Itu sapi Seno...., tapi manusia juga ada yang seperti itu.
Menengadah ke langit melihat langit, melihat matahari dan adanya matahari sehingga jadi terang. Lahir di bumi butuh air sudah ada, butuh makanan bahan makanan sudah ada, butuh pakaian bahan pakaian sudah ada, butuh angin/udara, api, semua sudah tersedia. Jika ditanya siapa yang menyediakan itu semua...? Jawabnya tidak tahu. Ini sama dengan sapi tadi.

Kalau ternyata ada manusia seperti itu, itu lebih jelek dari sapi. Sebab manusia diberi akal, dan sapi tidak, derajatnya dibawah sapi. Allah berfirman yang artinya:"Sejelek-jelek binatang yang melata, disisi Allah ialah mereka yang tuli, bisu, dan buta dan mereka itu tidak menggunakan akal" (S Al Anfal/ayat22). "Mereka itu seperti binatang ternak" (S.Al Ar'of/S7/ayat 179).

Kerjanya hanya makan dan minum saja. Pertama mereka itu melek, lalu dolek, terus dicekek, lalu nelek, terus matek. Begitu bangun tidur langsung dolek (mencari makanan), kemudian dicekek (dimakan), kemudian nelek (buang air besar), lalu matek (mati). Jadi hidupnya tidak ibadah.

D.Ruci: Ada yang glimpang seperti laba-laba
Laba-laba itu membuat rumah dari perutnya, tetapi rumah laba-laba itu kalau hujan kehujanan, ada angin ya kanginan, panas kepanasan, tidak bisa dibuat berteduh, dan hanya untuk menjaring barangkali ada serangga/capung yang menempel disitu, lalu dimakan. Jadi kerjanya hanya mencari makan (ibarat jaring-jaring ekonomi), seperti yang disebutkan dalam Alquran surat Al Ankabut/ayat 41: "Kamatsalil ba'kabut (seperti laba-laba).
Semua dijaring, dimana-mana semua kena jaring, sehingga yang tidak menjaring tidak kebagian. Ada jaring-jaring politik, ekonomi, banyak sekali. Jaring-jaring itu dibentangkan ke timur, barat, selatan, utara, ke atas, ke bawah. Makanya jangan heran bila banyak yang tidak kebagian.
Makanya dalam Alquran surat Al Ankabut, diperintahkan agar manusia hati-hati karena banyak laba-laba. Laba-laba itu yang keluar panjang dan krembyah-krembyah.

D.Ruci: Ada yang seperti khimar, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran:"Seperti khimar yang membawa kitab (Al Jum'ah/S.62/ayat 5).
Jadi ada khimar yang membawa kitab, tapi itu hanya membawa saja, tidak tahu isinya. Itu sejenis toko kitab dan pemilik tokonya sendiri jika ditanya isinya tidak tahu (Ini banyak sekali). Ada kitab undang-undang, kitab tafsir, bisa membaca, bisa mencari, tapi tidak mengerti isinya, adanya tidak mengerti karena tidak dilaksanakan.
Meskipun sangat pandai kalau mengikuti hawa nafsunya, lalu di manakah letak kepandaiannya? Makanya yang ada itu bodohnya. Meskipun tidak bisa membaca tapi kalau tidak mengikuti nafsunya itu namanya alim. Alim itu keluar dari hati, tidak keluar dai kitab. Kalau keluarnya dari kitab dan jika kitabnya ditutup maka nakal lagi.

Seno: Lalu bagaimana baiknya agar hidup itu sempurna?
D.Ruci: Jika kamu mencari, untuk sempurnanya hidup itu hanyalah sempurna menurut hamba/kawula, dan jangan diukur menurut Gusti Kang Murbeng Jagad. Dan sempurnanya hidup itu hanyalah keseimbangan:
* Keseimbangan antara periksa dan rasa
* Keseimbangan antara aqal dan hati
* Keseimbangan antara jasmani dan rohani
* Keseimbangan antara individu dan kebersamaan
* Keseimbangan antara syariat dan haqeqat
* Keseimbangan antara dhohir dan batin
* Keseimbangan antara mulki dan malakut
* Keseimbangan antara ghoib dan syahadah
* Keseimbangan antara iman dan kemanusiaan.
Semuanya itu tercakup ada di atasnya orang yang syukur, yaitu syukur kepada Allah, kepada dirinya, kepada sesama manusia, dan syukur kepada hidupnya sendiri. Ini yang namanya sempurnanya hidup, yaitu hidupnya sendiri. Bukan hidupnya Dzat Kang Manon (Manon itu Gusti Allah).
Wallahu a'lam bishowwab. (Ahmad Suroso/bersambung)

Tidak ada komentar: