Kamis, 28 Februari 2008

Gigi Palsu Tertinggal di Hotel Singapura


Dari Kanan ke kiri: Norazani, aku, Tari dan Bambang di Snow City, Rabu (23/2).
Rabu, 23 Februari 2008
SETELAH mengalami kejadian menyebalkan --setengah jam diinterogasi petugas Imigrasi Harbour Front Singapura--, kami bertiga (aku, Tari,dan Manajer Operasional Radio Sing FM Bambang Pamungkas) istirahat sejenak di sebuah kedai kopi pintu keluar pelabuhan tersebut.
Seperempat jam kemudian baru kami ke tujuan utama, obyek wisata bernuansa salju bersuhu minus 0 derajad celcius, Snow City di wilayah Jurong. Saat menginjakkan kaki di Snow City, jam sudah menunjukkan pukul 7.30 malam waktu Singapura.
Di sana kami disambut General Manager Snow City, Norazani Shaddin, pria blasteran Padang (ibu) dan Pakistan (bapak) kelahiran Singapura 46 tahun lalu. Menurut informasi awal dari Bambang, malam itu sebetulnya acaranya Dinner dengan direksi Snow City. Tapi ternyata batal.
Setelah sekitar 1 jam ngobrol dan makan bareng Norazani restoran Korea Snowon di lantai 2 Snow City, Norazani mengajak jalan-jalan ke Johor Baru, Malaysia. "Gimana kalau malam ini kita nyebrang ke Johor Baru. Saya punya teman baik di sana yang memiliki tempat hiburan," ajak Norazani. Namanya juga tamu kami mengamini saja.
"Baiknya, kita ke hotel dulu atau langsung Johor Baru," lanjut Nora.
"Lebih baik langsung ke Johor saja Pak Nora. Sebab kalau sudah sampai hotel, karena badan capek biasanya malas keluar lagi," aku menyela.
Jadilah kami berempat naik mobil mewah Honda Stream milik Norazani ke Johor Baru. Perjalanan 20 menit kami tempuh untuk sampai pos pemeriksaan imigrasi Woodland yang menjadi pintu keluar Singapura menuju Johor Baru melewati jembatan tapal batas yang membelah selat Tebrau.
Saat itu aku lihat di pintu masuk pos imigrasi Woodland antrean ratusan mobil dan sepeda motor. "Sudah malam kok masih berderet-deret antrean ratusan motor dan mobil mau ke Malaysia," tanyaku ke Norazani
"Iya mereka para pekerja dari Malaysia. Setiap hari ada 20.000-an pekerja dari Johor yang bekerja di Singapura. Mereka nyebrang ke Singapura pagi pulang malam," jelas Nora.
Di pos perbatasan ini, mereka yang mau keluar dari Singapura ke Johor atau sebaliknya dari Johor ke Singapura tidak dipungut pass. Ini berbeda dengan di Harbour Front yang memungut pass 16 dolar Sing (1 dolar Sing setara Rp 6.550) ketika kita akan keluar dari Singapura via harbour Front.

Setelah kami melewati pos imigrasi Woodland dan imigrasi Johor Baru, mobil melaju menuju Pasarraya Giant di tengah kota Johor Baru. Kami lalu ke tempat Karaoke lantai 2 Pasarraya yang memiliki 20 kamar dan hall terbuka tempat kongkow sambil menonton layar lebar yang memutar CD musik.
Di sini, kami berempat karaoke ria hampir dua jam lamanya. Bos Snow City yang mengaku sering melakukan perjalanan dinas ke Amrik, negara-negara Eropa, Asia itu ternyata penggemar tembang-tembang 'jadul' alias jaman dulu banget. "Saya paling suka lagu-lagu lama tahun 50-an, 60-an..."
Makanya tak heran sepanjang perjalanan dari Snow City ke Johor Baru, dan kembalinya dari Johor Baru ke Singapura, dia lebih banyak memutar CD tembang-tembang lawas di mobilnya, antara lain lagu berjudul "Aryati".
Saat waktu menunjukkan jam 11.30 malam waktu Malaysia, kami kembali ke Singapura. "Kita nanti mampir beli sate atau durian ya," ajak Nora. "Wah beli durian aja Pak Nora.Kalau sate sudah kenyang nih," lagi-lagi aku yang memang paling doyan makan durian menyela
Sebelum sampai di pos penyebrangan imigrasi Johor Bahru, Norazani mampir ke SPBU beli bensin. "Saya biasa beli bensin di Johor. Soalnya kalau beli di Singapura mahal, sebulan saya bisa habis 400 dolar Singapura. Kalau beli disini paling cuma separonya," kilah Nora yang beristrikan orang Minang itu.

Gigi Palsu Tertinggal

Dari Johor, oleh bos Snow City yang juga berpengalaman kerja di hotel itu kami dibawa ke Geylang yang dikenal sebagai kawasan merah, banyak tempat hiburan esek-esek."Kata orang Geylang itu Las Vegasnya Singapura," cetus Nora begitu kami sampai di pusat jualan durian di kawasan Geylang.
"Gila", kataku ketika menyaksikan perempuan-perempuan berpakaian menantang dari berbagai etnis, Cina, Melayu, India. Ada yang sedang nongkrong di kedai-kedai kopi depan deretan gedung- gedung pertokoan yang masih terang benderang, atau berdiri dalam jarak dekat di jalan-jalan lorong menanti lelaki hidung belang.
"Di Geylang sini denyut kehidupan malamnya ramai sampai jam 3-aan (dinihari)," ucap Nora sambil menikmati durian. Dia beli empat butir durian. "Nikmat juga rasanya manis banget," kataku..
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 dinihari saat kami beranjak dari tempat penjual durian itu menuju ke hotel Fragrante Hotel di Lorong 18 Geylang yang berjarak sekitar 1 km. Sampai di kamar hotel, aku langsung membersihkan badan, sholat dan tidur.
Sekadar untuk diketahui, sejak aku pasang tiga gigi geraham palsu bagian bawah sebelah kiri sebulan lalu sebulan lalu, aku punya kerjaan tambahan setiap hari. Setiap mau mau tidur, tiga gigi palsu yang berkaitan itu -- sesuai saran dokter gigi di Batam yang membikinkan aku gigi palsu - aku copot lalu aku rendam air di dalam gelas. Paginya, setelah bangun tidur aku pasang lagi.
Karena itu ketika mau beranjak tidur pukul 02.00 dinihari, aku tak lupa melepas tiga gigi palsu itu lalu aku taruh dalam gelas air mineral yang disediakan hotel. Keesokan harinya seusai mandi, aku mengemasi barang
Rabu pagi pukul 08.15 waktu Singapura (07.15 WIB) Tari dan Bambang yang sudah siap berangkat nyamperin ke kamarku untuk turun di lobby hotel menunggu dijemput Pak Nora. "Sudah nggak ada yang ketinggalan mas Roso," tanya Bambang mengingatkan aku.
"Kayaknya sih enggak. Yuk kita tunggu Pak Nora di lobby," kataku.
Begitu mobil sedan Honda Stream milik Pak Nora datang kami segera bergegas masuk mobil. Baru sekitar 500 meter mobil berjalan, lidahku merasakan ada kurang di gigiku. "Astaga, gigi palsuku masih tertinggal di hotel. Maaf Pak Nora bisa balik lagi ke hotel," seruku.
Hihihi...malu juga aku sama Pak Nora, Tari dan Bambang yang mengumbar senyum setelah mendengar ..permintaanku. Kepergianku ke Singapura yang ketujuh kalinya ini bener-bener pengalaman konyol yang tak terlupakan.
Pertama, paspor tertinggal di rumah, kedua, diinterogasi imigrasi Singapura, dan yang ketiga tiga gigi palsuku tertinggal. "Belum puas mungkin gigi palsuku ini menikmati jalan-jalan di negeri Merlion... hahahaha". Apes...apes. (Ahmad suroso)

Tidak ada komentar: