Rabu, 27 Februari 2008
Aku Dikira Teroris oleh Imigrasi Singapura!?
BAR - Faslitas bar di Snow City Singapura bersuhu dibawah 0 derajat celcius
Aku bersama Norazani, bos Snow City Singapura
SINGAPURA, 26 Februari 2008
SELASA (26/2) pukul 6 PM (17.00 WIB) kapal Ferry Wave Master yang membawa aku, wartawan Tribun Tari, dan Manajer Operasional Radio Sing FM Bambang Pamungkas dari pelabuhan Harbour Bay Batu Ampar Batam merapat di dermaga pelabuhan Harbour Front Singapura. Aku dan para penumpang pun turun, lalu antre di ruang pemeriksaan paspor dan tiket Imigrasi pelabuhan pintu masuk Singapura dari wilayah Kepri itu.
Saat itu hanya sekelintir orang yang antre, sehingga semuanya masih berjalan lancar. Setelah Bambang, Tari selesai diperiksa paspor dan tiketnya dan diketok (cap) imigrasi pelabuhan setempat, nah giliran aku diperiksa muncul insiden yang menyebalkan. Petugas setelah mengecek berkas paspor dan tiketku, dia sebentar menatap tajam aku, lalu bilang, "Mari ikut saya ke kantor dulu..."
Degdegplas...kaget aku. Sambil mengikuti si petugas itu, aku ngedumel dalam hati, apes bener nasibku hari ini. Karena sebelumnya saat aku ke Harbour Bay Batam, Pasporku sempat ketinggalan. Ini baru aku menyadari saat mau masuk ke Harbour Bay. "Paspornya mana?" tanya Tari, reporter Tribun yang aku ajak bareng ke Singapura.
"Astaga...lupa aku Tar. Tertinggal di mess (Tribun). Orang mau ke Singapura kok seperti mau ke Tanjungpinang saja," gerutuku sambil memukul jidat.
Seketika itu aku angkat HP telpon Edy Sijabat yang mengantarku ke pelabuhan dari kantor Tribun. "Ed...tolong balik lagi ke Harbour Bay antar aku ke Mess. Pasporku ketinggalan..." Akibatnya rencana bertolak dari Harbour Bay jam 3 sore, mundur jadi jam 4.
Kembali ke kejadian di Harbour Front, aku dibawa ke ruang tertutup ukuran 2x3 meter yang letaknya berada di depan dua meja kerja, dimana dua petugas aku lihat sedang menginterogasi seorang TKW asal Indonesia. "Tunggu di sini," ucap si petugas tadi sambil meninggalkan aku duduk sendirian di ruang tertutup, tapi pintunya terbuka.
Sambil duduk dengan hati gelisah, aku teringat kejadian saat mau masuk Singapura via pelabuhan Woodland dari Johor Baru Februari 2005 lalu. Saat itu aku bersama sekitar 10 orang terdiri wartawan dan humas Otorita Batam yang dipimpin Manajer Marketing OB Ir Novrianto MSc yang baru selesai press tour ke Malaysia selama empat hari tiga malam, bermaksud pulang ke Batam lewat Singapura.
Saat itu aku bersama rombongan setelah melewati pos pemeriksaan imigrasi Woodland Singapura, oleh petugas digiring ke ruang tunggu kantor Imigrasi pelabuhan tsb. Saat itu kami tidak ada yang diinterogasi, tapi hanya didiamkan saja menunggu sampai sekitar 40 menit. Setelah 40 menit berlaku, tiba-tiba datang petugas imigrasi ke arah kami dengan senyum mengembang menyerahkan berkas paspor dan tiket kami sambil berujar pendek, "Ok clear...clear". Kami pun lega bisa melanjutkan perjalanan, tapi hati tetap dongkol, sebab tidak penjelasan mengapa kami ditahan.
Kembali ke perlakuan petugas di Imigrasi Harbour Front, hatiku mulai tak nyaman, setelah sekitar 10 menit aku didiamkan saja sendiri. Aku heran mengapa dicegat, padahal aku sudah 7 kali ini masuk Singapura aman-aman saja, bisa melenggang masuk negeri Merlion itu.
Dari ruang aku 'disekap' aku dengar sebagian percakapan antara dua wanita petugas imigrasi (satu etnis Cina, satunya Melayu) dengan si TKW apes itu, karena pintu ruang aku duduk tidak ditutup. "Kamu tak boleh masuk Singapura. Kamu tahu tak dicekal dua tahun tak boleh masuk Singapura. Kamu harus balik (ke Indonesia-red). Kamu ngerti tak apa yang saya cakap (omongin), kalau tak ngerti tanya, jangan diam aja" bentak dua petugas imigrasi berulang-ulang. Si TKW malang asal Jatim itu beberapa kali hanya menjawab pendek, "Ya" dengan suara lirih.
Tiba-tiba, seorang petugas berusia sekitar 25 tahun bermata sipit masuk ke ruangku. Dia ambil posisi duduk di sebelahku. Disinilah aku ditanyai macam-macam, mulai ke Singapura tujuannya kemana, siapa yang ngundang, nginap dimana dan lainnya. Gaya tanyanya seperti wartawan sedang mewawancarai nara sumber yang mau diprofilkan.
Celakanya aku tak tahu nama bos Snow City yang mengundang, karena yang melakukan kontak person ke bos Snow City, Bambang dari Sing FM. Dan sebetulnya yang diundang bosku, Cak Febby, Pemred Tribun Batam Febby Mahendra Putra. Tapi karena hari Rabu itu ia masih berada di Jakarta, ia minta aku menggantikannya
"Anda dua hari mau kemana," tanya si petugas.
"Diundang bosnya snow city"
"Siapa namanya, dan undangannya mana?"
"Wah maaf saya tak tahu, karena saya hanya diundang melalui teman saya Bambang dari Radio Sing FM. Orangnya sudah ada di pintu keluar pelabuhan ini. Dia paling sudah menunggu saya di dalam..Silakan cek ke dia..."
"Mau nginap di mana?"
"Belum tahu, mungkin di Snow City..". Pikir saya mungkin petugas itu makin curiga, karena snow city bukan penginapan
"Apa pekerjaan Anda?
"Saya jurnalis dari Tribun Batam," jawabku sambil menunjukkan kartu pers Tribun.
"Kok namanya beda. Di Paspor Suroso, di kartu pers Ahmad Suroso," tanyanya menyelidik.
"Iya nama saya memang Suroso. Tapi di media, nama saya tertulis Ahmad Suroso"
"Mau interview?"
"Saya diundang untuk meliput acara Snow City?
Aku yang mulai tak nyaman sekaligus kesal pada petugas berperawakan kecil itu menukas, "What's wrong with me," .
"No..no, tak ada. Hanya ingin tanya aja," ucapnya santai sembari tersenyum.
"Sudah pernah meliput ke Aceh atau Poso?" .
"Belum pernah". Terbesit dalam otakku, jangan-jangan karena pakai nama Ahmad dikira anggota jaringan teroris yang patut dicurigai.
"Ke Sulawesi?"
"Juga belum pernah, Yang sudah baru ke Kalimantan, Jawa dan Sumatera,"
"Sudah berapa lama jadi jurnalis?"
"22 tahun"
"Punya keluarga?"
"Punya, istri dan anak saya di Yogya"
"Siapa namanya?" tanyanya lagi sambil mencatat jawabanku.
"Yuli"
Itu antara lain pertanyaan yang nyerocos dari mulut si petugas.
"Oke, bapak tunggu di sini," ujar petugas itu sambil keluar ruangan. Dalam hati aku mengumpat, sialan si petugas imigrasi Singapura. Apa maunya?
Sekitar 5 menit kemudian, petugas imigrasi yang memeriksaku datang lagi, lalu bilang," Ok pak silakan urus paspornya ke petugas itu," sambil tangannya menunjuk dua wanita yang tadi menginterogasi si TKW tadi.
"Aku lalu menghadap petugas imigrasi yang beretnis melaui. Aku lihat wanita itu sedang memegang pasporku, mengetik di komputer lalu mengetok (cap) di paspor dan tiket ferry, lalu menyerahkan kembali paspor dan tiketku.
Aaaahh... lega sudah aku bebas dari pemeriksaan petugas Imigrasi yang menyebalkan.
Setelah tasku melewati pemeriksaan XRay, Bambang dan Tari yang sudah menunggu di dalam pelabuhan Harbour Front tanya, tanya: "Ada apa kok lama sekali?"
"Asem, aku dicegat dan ditanyain macam-macam oleh petugas imigrasi. Nggak tahu kenapa. Mungkin gara-gara nama Ahmad. Dikira teroris kali," jawabku.
"Wuaahahaha, menarik ini ditulis di blogku," tukas Tari tertawa ngakak. "Iya memang tadi ada petugas imigrasi yang tanya ke kita, apa datang bersama Ahmad Suroso,"cetus Bambang.
Malamnya setelah sampai di Snow City ketemu dengan General Managernya, Norazani Shaiddin aku ceriterakan kejadian itu. "Oo.. Iya tadi petugas imigrasi Harbour Front telpon saya, tanya apa benar mengundang tamu namanya Ahmad Suroso. Saya bilang....iya itu tamu saya. Dia, ia lalu minta maaf," jawab Norazani, yang ibunya berasal dari Padang dan Bapaknya Pakistan itu.
Dari pengalamanku ini, aku hanya bisa wanti-wanti pada siapa saja bila ingin masuk Singapura yang dikenal sebagai negara yang menerapkan berbagai peraturan dengan sanksi keras, tanpa pandang bulu, pastikan anda membawa bekal yang cukup, tujuan harus jelas, bila diundang orang Singapura pastikan Anda tahu namanya dan kontak personnya. Ketika melewati pos pemeriksaan imigrasi, bersikaplah santai namun wajar, tidak celingukan, kalau tidak mau dicurigai petugas Ini Singapura Bung!(Ahmad Suroso)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
masuk singapore aja "TAKUT" kalo di indonesia aja jadi "MACAN" di suruh ngantri di yellow line banyak lagu. di clearence malah ngobrol sama penumpang yang masih ngantri dibelakang. pake kaca mata hitam sambil chewing katanya budaya timur mana???? sopan santunnya??? pantesan indonesia kalah terus sama negeri tetangga. manusianya katrok2 sih!!!!!
Posting Komentar