Kamis, 27 Desember 2007

Haruskah Perbedaan Keyakinan Disatukan? (3-Habis)

Berkiblat ke Rasul dan Umar r.a.

PERBEDAAN adalah rahmat. Begitu sabda Rasulullah. Karena itu didalam menyikapi perbedaan keyakinan kita pun dianjurkan untuk mengedepankan ukhuwah. Selama ini kita hanya terpaku pada ukhuwah Islamiyah yang mungkin sudah kita pahami secara tertentu atau secara umum. Umumnya dipahami bahwa Ukhuwah Islamiyah adalah Persaudaraan diantara umat Islam, yang tidak terpecah belah, yang seperti badan sekujur, satu sakit yang lain juga merasakan sakit juga.
Dibawah ini saya paparkan apa yang dimaksud ukhuwah Islamiyah, Persaudaraan menurut cara Islam dalam arti luas. Persaudaraan dibagi menjadi beberapa macam:

1. Persaudaraan antara umat Islam dengan Umat non Islam.

Ini sudah diatur oleh al Quran di dalam surat al Kafirun.
"Lakum dinukum waliyadin" "Agama kamu untuk kamu agama saya untuk saya". Jelas terpisah dan tidak ada campur aduk diantara agama-agama tersebut.

2. Persaudaraan diantara umat Islam
Ini juga sudah diatur oleh al Quran dan oleh hadits."Fastabihul khoirot" "berlomba-lomba menuju kebaikan" dan "Fastabihul Maghfiroh" "berlomba-lomba menuju ampunan Allah". Jadi bagi sesama umat Islam, fokusnya adalah berlomba-lomba di dalam urusan kebaikan dan berlomba-lomba di dalam menuju ampunan Allah.
Di hadits disebutkan bahwa "Persaudaraan itu seperti badan sekujur". satu sakit yang lain juga merasakan sakit. Persaudaraan sesama umat Islam sebagaimana badan sekujur. Kaki yang terantuk duri, maka mulut otomatis mengaduh dan tangan otomatis mengusap2 ke yang sakit.
tanpa diperintahpun otak akan berpikir bagaimana supaya yang kena duri tidak sakit lagi dan bisa sembuh.

3. Persaudaraan dengan seluruh umat manusia


Persaudaran jenis ini kadang ada yang nyebut ukhuwah insaniyah, yang dirangkum oleh ayat al Quran dengan satu istilah saja "Rohmatan lil 'alamin"...Umat Islam dididik untuk merahmati alam. Maka kita tahu petunjuk Rosulullah seperti "Khoiru nassi anfauhum linnas" "Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain". Tidak peduli siapa saja, lintas suku, lintas agama lintas bangsa, yang paling bermanfaat bagi manusia lain adalah sebaik2 manusia.
Juga hadits Rosul yang menyampaikan bahwa "Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbuat baiklah pada tetanggamu" Tidak peduli tetangga kita itu beragama hindu, buddha, kristen, apapun juga, wajib kita berbuat baik kepada tetangga kita.
"Memuliakan tamu", tidak peduli agama apa saja, suku apa saja, wajiblah kita memuliakan tamu.
"Santuni anak yatim dan fakir miskin", tidak peduli agama apa saja, asalkan seseorang itu yatim atau fakir miskin, maka wajiblah kita memberikan santunan dan perlindungan.
Dan masih banyak lagi wujud-wujud dari Rohmatan lil 'alamin ini. Bukankah Allah sudah berfirman "..Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal..." (QS Al hujurot 13)

Alangkah indahnya seandainya Ukhuwah Islamiyah ini, seandainya Persaudaraan yang telah diajarkan Islam ini kita praktekkan di dalam kehidupan sehari-hari..Saling tolong menolong, hormat menghormati, lindung melindungi sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw di Madinah, dan para sahabat Rasul yang mulia. Yang Kristen hidup tenang dan tentram.

Mengenai contoh perilaku para sahabat Rasul, Adi Adian, Wakil Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI Pusat menulis (26 Januari 2007 di www.hidayatullah.com),  sejak awal mula, Islam sadar akan makna kerukunan umat beragama. Islam hadir dengan mengakui hak hidup dan beragama bagi umat beragama lain. Ini juga diakui oleh Karen Arsmtrong, didalam bukunya A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997). Karen Armstrong memuji tindakan Umar bin Khatab dalam memberikan perlindungan dan kebebasan beragama kepada kaum Kristen dan Yahudi di Jerusalem.
Umar r.a. adalah penguasa pertama yang menaklukkan Jerusalem tanpa pengrusakan dan pembantaian manusia, bahkan menandatangani perjanjian 'Iliya' dengan pemimpin Kristen Jerusalem. Secara tegas Armstrong memuji sikap Umar bin Khatab dan ketinggian sikap Islam dalam menaklukkan Jerusalem, yang belum pernah dilakukan para penguasa sebelumnya.
Amstrong mencatat:
“Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama) monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Jerusalem lainnya, dengan kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis. Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran simbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atyau pengambialihan, dan tidak ada usaha untuk memaksa penduduk Jerusalem memeluk Islam.

Alangkah indahnya jika jiwa besar ada di dalam dada kita masing-masing..Perbedaan pendapat dipahami sebagai sebuah kewajaran. Yang mengkritik memang berniat untuk memperbaiki tanpa memaksakan kehendaknya, yang dikritik menerima dengan lapang dada dan berintrospeksi.
Tak ada lagi hinaan dan cacian
Tak ada lagi celaan dan makian
Tak ada lagi pengrusakan
Tak ada lagi serbuan membabi buta
Yang ada kedamaian, ketenangan, ketentraman... sebagaimana Allah berfirman," Ya ayyuhannafsu muthmainah.. (hai jiwa yang tenang...)."
 Ya, jiwa yang tenang yang dipanggil Allah, 
bukan yang ditunggangi hawa nafsu. (Ahmad Suroso)

Tidak ada komentar: