Minggu, 23 Desember 2007

Haruskah Perbedaan Keyakinan Disatukan?

Jamaah Ahmadiyah Juga Manusia Man!
SUDAH sepekan terakhir ini pikiranku terusik oleh aksi massa sekitar seribu orang dari Gerakan Anti Ahmadiyah (Gerah) yang menentang kelompok Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat, yang berakhir rusuh, Selasa 18 Desember. 8 Rumah dan 1 buah musala hangus dibakar oleh massa Gerah. Beberapa hari sebelumnya, penyerangan terhadap pengikut dan masjid Ahmadiyah juga terjadi di Tasikmalaya. April 2007 lalu, sebuah masjid bernama Al-Istiqomah milik Ahmadiyah di Majalengka, Jawa Barat juga dirusak ratusan massa dengan menggunakan batu, kayu dan pentungan.
Penyerahan terhadap jamaah Ahmadiyah yang berpusat di Pakistan itu juga terjadi di beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Sepengetahuan saya, kejadian penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah di beberapa wilayah di Indonesia itu tidak pernah terjadi semasa Orde Baru dulu.
Mungkinkah ini buntut dari fatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dialamatkan kepada Ahmadiyah.
MUI mengeluarkan fatwa sesaat, karena Ahmadiyah menganggap pendiri Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad dari Pakistan sebagai Nabi, Imam Mahdi yang dijanjikan didalam kitab-kitab agama samawi. Sepengetahuan saya dari bacaan-bacaan tentang Ahmadiyah yang pernah saya pelajari, Ahmadiyah itu terbagi dua, yakni Ahmadiyah Qodian yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, dan Ahmadiyah Lahore yang menganggap pendiri Ahmadiyah itu hanya sebagai Mujadid, pembaharu Islam. Mungkinkah fatwa tersebut telah disalah tafsirkan sebagai pembenaran oleh sekelompok umat untuk 'melenyapkan' Ahmadiyah dari Indonesia, dan memaksa pengikutnya untuk meninggalkan apa yang telah diyakininya?
Saya tidak bermaksud untuk membela Ahmadiyah, karena memang saya bukan jamaah Ahmadiyah dan saya juga tidak sependapat dengan faham Ahmadiyah. Yang ingin saya soroti yaitu perilaku mereka yang ingin menegakkan amar ma'ruf tapi dengan cara-cara yang mungkar, merusak, meneror, mengintimidasi, memaksakan kehendak, main hakim sendiri, karena ada perbedaan (faham).
Kalau kita memang mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sebagai uswatun hasanah,
mengapa kita tidak meniru cara Nabi saja. Di dalam urusan perbedaan, Nabi bersabda,"Perbedaan adalah rohmat". Artinya di Islam dihargai adanya perbedaan. Meski sebagian orang tidak meyakini akan hadits ini. Tetapi hal yang lumrah adanya perbedaan. Baik perbedaan di dalam memahami ayat-ayat al Quran maupun hadits dan juga perbedaan di dalam mempraktekkan agama Islam.
Kalau dianggap bahwa yang benar itu dalam pemahaman ayat al Quran adalah satu faham saja, tentulah ini bertentangan dengan ayat al Quran yang kurang lebih menyatakan bahwa "jika lautan jadi tinta dan pohon-pohon jadi pena untuk menulis ayat-ayat Allah, tentulah setelah habis semua itu, ayat-ayat Allah belum akan selesai untuk ditulis".
Perbedaan itu adalah hal yang wajar. Perbedaan tidaklah perlu dipahami sebagai sebuah pertentangan yang harus disatukan, apalagi dianggap sebagai sebuah perselisihan yang akan membawa kepada perpecahan. Sudah sejak masa Rosulullah saw pun, perbedaan itu ada dan ada.
Untuk mensikapi adanya perbedaan itu al Quran mengatakan "lana a'maluna walakum a'malukum". "apa yang aku kerjakan ya untuk aku, dan apa yang kamu kerjakan adalah untuk kamu". Inilah yang banyak diceritakan di hadits-hadits bahwa tanggung jawab dihadapan Allah tiap-tiap orang adalah tanggung jawab masing-masingnya.
Yang penting kita saling hormat menghormati pendapat yang berbeda dan perbedaan itu janganlah kemudian ditungganggi hawa nafsu merasa benar sendiri. Akar dari konflik adalah ketika perbedaan yang ada itu ditunggangi oleh hawa nafsu, maka pastilah timbul konflik yang bisa berakibat fatal. Tergantung kemampuan masing-masing di dalam pengendalian hawa nafsunya.

Jangankan terhadap sesama umat yang sama-sama menjunjung tinggi syahadat, terhadap umat agama lain pun al Quran membimbing untuk menghormatinya. Saya jadi teringat ucapan seorang guru/mursid/sufi di Jawa Timur, tempat saya sering bertowabul ilmi mengatakan, "Di dalam al Quran ada perintah bagi umat Islam, untuk tidak membuat kerusakan dimuka bumi. Untuk tidak menghancurkan tempat-tempat ibadah agama lain, baik itu vihara, Gereja, Klenteng, dll. (QS. Haji)"
Seandainya ada umat Islam yang melakukan tindakan itu, bukanlah karena diperintah oleh agama, melainkan karena si orang Islam itu mengikuti HAWA NAFSU-nya sendiri" Sebab itulah ISLAM TIDAK IDENTIK DENGAN MUSLIM". Ingatlah,"Lakum dinukum waliyadin", dan marilah saling hormat menghormati diantara UMAT beragama.
Pertanyaannya, mengapa mereka yang menamakan gerakan anti Ahmadiyah menjadi brutal, siapa dan faktor-faktor apa yang membuat mereka menjadi terinspirasi untuk melakukan tindakan kekerasan, memaksakan kehendak? (ahmad suroso/bersambung)

1 komentar:

panta-rhei mengatakan...

Setuju mbah ros, bukankah agama itu tentang keyakinan? Bukankah keyakinan itu urusan pribadi dengan Sang Khaliknya? Lalu kenapa harus menyalahkan keyakinan orang lain, bahkan sampai menyakitinya? Pernahkah terpikir oleh para pelaku anarkis itu bila suatu saat dia yang diperlakukan seperti itu?

salam mbah ros....
sigit, manbers