Minggu, 05 September 2010

Mutualis Simbiosis Indonesia-Malaysia

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya Rabu malam (1/9) memberikan statemen resmi sikap pemerintah atas memanasnya hubungan antara Indonesia dengan Malaysia dalam dua pekan terakhir. Inilah sikap resmi pemerintah yang ditunggu-tunggu oleh publik dan DPR yang selama ini tidak puas atas pernyataan dan diplomasi yang telah ditempuh oleh Menlu dan beberapa menteri terkait.
Dalam pidatonya di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Presiden SBY menegaskan akan lebih mengutamakan diplomasi dan menyatakan sikap serta harapannya agar pemerintah Malaysia juga dapat bersungguh-sungguh menyelesaikan krisis kedua negara serumpun ini. Karena SBY menyiratkan adanya hubungan mutualis simbiosis antara kedua negara dan rakyat negeri jiran serumpun tersebut. Hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan rakyat kita.
Misalnya, ada sekitar 2 juta tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia, di perusahaan, di pertanian, dan di berbagai lapangan pekerjaan. Ada sekitar 13 ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Malaysia dan sekitar 6000 mahasiswa Malaysia di Indonesia. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.
Bahkan investasi Malaysia meningkat di Indonesia 5 tahun terakhir (tahun 2005-2009) adalah 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta. Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia - Malaysia sungguh kuat.
Memang harus diakui semakin memanasnya hubungan Indonesia dengan Malaysia, sempat memunculkan kekhawatiran akan berimbas pada hubungan ekonomi kedua negara.Para investor sempat waswas. Karena, selama ini, hubungan bisnis dan perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia cukup bagus dan terus berkembang. Bahkan, diinformasikan bahwa dalam neraca perdagangan dengan Malaysia, terjadi surplus di pihak Indonesia.
Sehingga, dalam kaitan ketegangan hubungan politik antara Indonesia dengan Malaysia, masih dinuansakan untuk tak berimbas ke hubungan ekonomi. Untuk itulah, bisa dipahami kalau pemerintah kemudian cenderung hati-hati dalam menyikapi perkembangan tuntutan sebagian masyarakat Indonesia, yang diekspresikan dengan berbagai aksi unjuk-rasa di berbagai daerah. Bahkan, dalam hal memberikan pernyataan pun, pejabat pemerintah kita terkesan sangat hati-hati.
Dari sisi Malaysia, Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak sempat menyinggung aspek ekonomi ini, dengan melontarkan pernyataan yang bernada ‘ancaman’ terkait dengan keberadaan TKI di Malaysia yang jumlahnya cukup besar. Namun kita sebenarnya juga tahu, di balik pernyataan itu, ada terbersit kekhawatiran dari pemerintah Malaysia kalau mereka secara ekstrem, harus hidup tanpa TKI. Karena, secara riil, banyak peran TKI dalam mengembangkan dan ikut menjalankan roda perekonomian di Malaysia. Belum lagi bicara investasi Malaysia di Indonesia.
Terlepas dari itu semua, kita memang berharap bahwa krisis politik Indonesia dengan Malaysia bisa segera berakhir semangat saling menghormati, dengan kerendahan hati untuk saling memahami kepentingan masing-masing negara. Apa pun, tak akan ada yang diuntungkan ketika dua negara berseteru, apalagi kalau sampai terjadi perang.
Bila kita cermati, perang demonstrasi, perang pernyataan, opini antara Indonesia-Malaysia, yang dipicu insiden penahanan tiga petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, sebetulnya hanya menyangkut satu isu, yakni problem perbatasan. Karena itu kita percayakan saja penyelesaiannya melalui Government to Government , dan pelaku bisnis kedua negara tetap melakukan aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar prinsip saling menguntungkan. (*)

Tajuk Jumat, 3 September 2010

Tidak ada komentar: