Minggu, 05 September 2010

DPR Gagal Penuhi Harapan Publik

DEWAN Perwakilan Rakyat berulang tahun ke-65 pada Senin (30/8). Memasuki usia ke 65 tahun DPR belum bisa memenuhi harapan masyarakat yang diwakilinya. Di usia yang tak lagi muda ini, kinerja DPR justru semakin tak memuaskan rakyat. Awalnya, ketika hasil pemilu 2009 menunjukkan 80 persen anggotanya wajah baru, ada perubahan kinerja DPR menjadi baik. Namun kenyataannya secara individu maupun kelembagaan tidak tampak, justru kinerjanya menurun drastis.
Perilaku malas sebagian besar anggota DPR sejak awal menjabat turut memicu berkurangnya kepercayaan publik. Banyak anggota DPR yang kerap absen mengikuti rapat, baik rapat komisi maupun rapat paripurna. Bahkan, tepat di hari ulang tahunnya, hanya 337 dari 560 anggota Dewan yang menghadiri Sidang Paripurna.
Kondisi ini diperparah dengan buruknya produktivitas DPR dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Seperti diakui sendiri oleh Ketua DPR Marzuki Alie dalam rapat paripurna memperingati HUT ke-65 DPR bahwa fungsi legislasi dan pengawasan DPR masih mengecewakan. Hingga saat ini dari 70 rancangan undang-undang prioritas 2010 yang diajukan pemerintah, baru enam yang disahkan menjadi undang-undang. Ini belum termasuk kinerja komisi yang mengecewakan.
Kita merasakan, DPR secara umum gagal meraih kepercayaan dan dukungan masyarakat. Ada beberapa indikator yang menyebabkan DPR gagal memenuhi harapan publik. Misalnya, wakil rakyat yang semestinya ikut dalam perlawanan korupsi, ketika membahas RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang justru mengusulkan memangkas kewenangan KPK menyelidiki laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Beberapa fraksi meminta kewenangan menyelidiki atas laporan PPATK hanya kepada kepolisian dan kejaksaan. PPATK juga tidak diperbolehkan melakukan penyelidikkan. Padahal siapapun tahu, KPK dibentuk justru karena kepolisian dan kejaksaan dianggap gagal memberantas korupsi.
Sikap lainnya dari DPR yang dinilai tidak responsif terhadap aspirasi publik adalah ketika panitia seleksi calon ketua KPK berhasil memilih Busyro Muqoddas dan Bambang Wijayanto sebagai calon Ketua KPK dan mengajukannya ke Presiden. Untuk dapat terpilih sebagai ketua definitif KPK, keduanya harus menghadapi ujian terakhir melalui uji kepatutan dan kelayakan di depan Komisi III DPR.
Namun, meskipun publik mengapresiasi terpilihnya kedua praktisi hukum nasional yang tidak perlu diragukan kredibilitasnya itu, sejumlah anggota DPR justru berkata sebaliknya. Mereka cenderung bersikap diametral dengan akseptasi publik. Yakni muncul keinginan menolak kandidat yang disodorkan Presiden/ pansel tersebut, kedua memberikan batasan setahun untuk komisioner KPK yang akan terpilih. Padahal dalam Pasal 30 UU KPK, secara jelas disebutkan, DPR wajib memilin calon yang disodorkan DPR.
Dalam menjalankan fungsi penganggaran lebih parah lagi. DPR cenderung hanya memperjuangkan kepentingan sendiri. Para wakil rakyat yang terhormat di Senayan kurang menunjukkan rasa empati kepada rakyat yang diwakilinya dengan mengusulkan dana aspirasi, dana pembangunan daerah pemilihan, rumah aspirasi, dan terakhir dana pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan daerah pemilihan anggota DPR RI.
Terbaru, DPR ngotot membangun gedung baru. Berbagai kritik dan kecaman yang dilontarkan berbagai elemen masyarakat tidak menyurutkan niat DPR untuk membangun gedung baru DPR berlantai 36 senilai Rp 1,6 triliun. Kepastian pembangunan gedung baru itu disampaikan oleh Ketua DPR di komplek DPR, Senin (30/8) lalu. Mereka seperti tak peduli dengan kondisi masyarakat yang sekarang sedang mengalami berbagai tekanan hidup yang semakin berat dan kompleks. (*)


1 September 2010

Tidak ada komentar: