Minggu, 05 September 2010

Ketika DPR Miskin Nurani

ENTAH karena bingung dan sudah kehabisan kata-kata atau argumen untuk pembenaran rencana membangun gedung baru super mewah layaknya fasilitas hotel berbintang, alasan anggota DPR yang ngotot ingin punya gedung baru terus berubah-berubah. Namun tetap saja alasan yang dipakai sulit diterima akal publik, karena argumennya cenderung mencari-cari dan mengada-ada.
Misalnya tentang alasan keberadaan kolam renang yang rencananya dibangun di lantai 36 gedung barusenilai Rp 1,6 triliun itu. Seperti dikutip koran ini, anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR asal Fraksi Demokrat, Michael Watimena berdalih, pembangunan kolam renang itu untuk menyerasikan dengan taman yang berada di lantai paling atas.
Namun, belum sampai satu jam alasan itu dilontarkan di forum diskusi bertajuk "Gedung Baru dan Nurani yang Hilang" di Jakarta, Sabtu (4/9), Watimena memberikan alasan yang berbeda. Dengan kolam renang berada di lantai teratas, maka airnya bisa digunakan jika terjadi kebakaran. Alasan itu sontak membuat pengunjung terkesima. Ini semakin menunjukkan kedangkalan cara berpikir wakil rakyat tersebut.
Sejauh ini memang tidak semua anggota DPR setuju atas rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut. Tetapi anggota DPR yang setuju, termasuk Ketua DPR Maruzuki Alie terus bersuara lantang bersuara melalui media untuk memuluskan rencana pembangunan gedung baru DPR. Beribu alasan mereka cari. Mereka seperti tak punya nurani ketika rakyat justru tengah menanggung banyak derita, dan seperti bisu dan tuli tak karena tak mau mendengar kritikan dan kecaman publik, yang menolak rencana itu karena masih banyak persoalan yang membelit bangsa ini yang lebih urgen.
Di tengah perekonomian nasional yang belum begitu membaik, disertai tingkat kemiskinan di tengah masyarakat yang masih relatif tinggi, anggota DPR yang sudah digaji tinggi. dengan seabrek fasilitas ternyata masih dirasa belum cukup. Mereka malah akan membangun gedung baru senilai Rp 1,6 triliun yang dilengkapi kolam renang, fasilitas spa, kebugaran/fitness centre, dan fasilitas rekreasi lainnya.
Setiap satu anggota DPR nantinya akan mempunyai ruang kerja sendiri seluas 120 meter.
Memang harus diakui manusia kini banyak yang mengaku diri pintar dan modern, namun alpa jika mereka sesungguhnya masih miskin dalam hal kesadaran dan kedewasaan. Tak ayal, carut-marut kehidupan berbangsa ini terjadi tak lepas dari ketidakpekaan terhadap sekitar (lingkungan dan masyarakat) dan ketidakmampuan menata diri sendiri secara proporsional, yakni menempatkan hak dan kewajiban.
Sebab, seringkali jika seseorang mengorek orang lain maka yang dikemukakan adalah "pendekatan kewajiban". Sementara, jika yang dibahas adalah kepentingan pribadi maka yang dipakai justru "pendekatan hak". Namun khusus rencana pembangunan gedung baru DPR, pendekatan hak yang dipakai sebagian anggota DPR itu sudah kebablasan. Kesempatan untuk introspeksi atau mengkritik diri sendiri hilang, namun kritik pada pihak lain tak henti-hentinya dilakukan.
Namun bagaimanapun kita masih berharap ada kesadaran baru DPR untuk mendengarkan kritikan yang bertubi-tubi dilancarkan oleh berbagai pihak atas rencana pembangunan gedung baru DPR. Hari raya Idul Fitri atau Lebaran yang tinggal beberapa hari lalu semoga Allah menggugah kesadaran para wakil rakyat untuk lebih menyejahterakan puluhan juta rakyat yang diwakilinya yang masih dalam keadaan miskin, papa, dan tunakarya, dengan membatalkan rencana membangun gedung baru tersebut. (*)

Tajuk Tribun Senin, 6 September 2010

1 komentar:

Yudi Darmawan mengatakan...

bagus tulisannya,
saya follow ya..