Jumat, 09 November 2007

Langkah PT ATB Hadapi Krisis Air (2)


INSTALASI - Direksi PT ATB dan wartawan meninjau instalasi pengolahan air atau WTP (water treatment plant) Muka Kuning, Kamis (8/11)

Tekan Tarif dengan Subsidi Silang

SEBAGIAN masyarakat Batam pelanggan air minum PT Adhya Tirta Batam (ATB) belakangan ini dari waktu ke waktu menghadapi persoalan semakin berkurangnya aliran air ke pelanggan. Mengapa itu bisa terjadi, apa kendala yang dihadapi PT ATB dan solusi yang ditawarkan. Berikut laporan wartawan Tribun Ahmad Suroso.
WARNING yang telah disampaikan perusahaan air minum PT Adhya Tirta Batam (ATB) dalam beberapakali pertemuan dengan Pemko Batam, Otorita Batam, dan DPRD Batam bahwa bila penyesuaian tarif tidak setujui, akan terjadi penurunan kemampuan mensuplai air ke pelanggan terbukti. Dalam beberapa bulan terakhir ini sampai tahun 2008, penggiliran pengaliran air ke pelanggan tak bisa dielakkan.
"Dulu mereka tidak percaya penolakan penyesuaian tarif akan berdampak pada suplai yang pasti menurun, tapi mungkin sekarang percaya," ungkap Dirut PT ATB Brian Sims. Karena itu ia mendesak agar usulan penyesuaian tarif itu bisa segera keluar sehingga ATB dapat secepatnya dimulai membangun Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang baru.
Dalam kondisi normal, ATB bisa memenuhi sambungan baru antara 1000 sampai 1500. "Tetapi sekarang kami paling hanya bisa memenuhi 600 sambungan baru. Informasi ini sekaligus menepis berita yang pernah dimuat di media cetak beberapa lalu bahwa ATB tidak bisa melayani sambungan baru," ujarnya.
Soal rencana penyesuaian tarif, Direktur Komersial ATB Paul Benet mengatakan, ATB mulai melakukan proses peninjauan tarif tahun 2005, dan pada prinsipnya OB sudah menyetujui tarif baru pada Desember 2005 lalu. Dari pihak BPP SPAM (Serikat Perusahaan Air Minum) juga sudah mengeluarkan rekomendasi tarif yang mendukung penyesuaian tarif ATB 2007.
Masalah lainnya yang dihadapi ATB yaitu terjadinya kebocoran pipa ATB di daerah ruli (rumah liar). Misalnya di Baloi, menurut konsesi ATB dengan BIDA (Batam Industrial Development Authority) atau OB tidak diatur untuk melayani permintaan air bersih bagi penghuni ruli. Karena yang berhak dilayani hanya penghuni bangunan yang memiliki IMBB.
Namun meskipun revenuenya kecil, demikian William, Direktur Produksi dan Distribusi ATB, untuk memenuhi aspek sosial dan menekan tingkat kebocoran ATB tetap melayani dengan membikin kios air di 16 lokasi ruli yang pengelolaannya diserahkan ke warga. Warga ruli membeli air dari kios air tersebut. "Pada awalnya, pembangunan kios air ruli itu ditentang banyak pihak. Alasannya bangunan ilegal kok dilayani, tapi sekarang mereka bisa memahami. Pada tahun-tahun mendatang, ATB akan membicarakan hal ini dengan OB," katanya. Langkah ini ternyata ikut menurunkan tingkat kebocoran. Bila pada awalnya konsesi (2006) tingkat kebocoran mencapai 45 persen, tahun 2007 tinggal 26 persen.
Selain meningkatkan pendistribusian, ATB juga terus meningkatkan mutu pelayanan terhadap konsumen. Menurut Direktur Komersial Paul Benet, dibanding Perusahaan Air Minum (PAM) lainnya, ATB menduduki rangking tertinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan Perpamsi (Persatuan Perusahaan Air Minum se Indonesia) dibandingkan PAM se Indonesia.
"Perbandingan tingkat pelayanan PT ATB mencapai 95 persen, disusul kemudian Bogor 63 persen, Pekanbaru 53 persen. Lainnya, Tanjungpinang Medan 52 persen, Bandung 51 persen, Surabaya 45 persen, Semarang 22 persen, ujar Paul yang berasal dari asal Inggris.
Sementara perbandingan kinerja ATB menurut sumber ADB dan IWA tahun 2006, dibanding PAM kota lainnya, Batam menduduki rangking terbaik, yaitu 95 persen, disusul Bangkok 72 persen, New Delhi 46 persen, Manila 32 persen, dan Jakarta 31 persen.
Untuk indek mutu air minum, ATB hanya selisih satu angka dibawah Padang yang menduduki rangking tertinggi. "Mutu air minum Padang terbaik karena berasal dari sumber mata air. Sedangkan ATB dari dam tadah hujan," kilah Paul. Indek mutu air minum Padang mencapai 15, ATB 14, Semarang 8, Magelang 7.
Sejak pengelolaan air minum di Batam ini dikonsesikan oleh OB ke ATB pada tahun 1995, pertumbuhan pelanggan cukup signifikan. Bila pada tahun 1995, pelanggan hanya sekitar 15.000, tahun 1996 meningkat menjadi 20.000, tahun 2000 mencapai sekitar 50 ribu, maka pada tahun 2007 ATB sudah melayani 125 ribu pelanggan.
Direktur Teknik ATB Beni Andriyanto menjelaskan, pelanggan ATB ini terbagi ke dalam 5 golongan pelanggan/tarif, yakni sosial, domestik, niaga besar, industri, dan khusus seperti pelabuhan. Untuk golongan domestik terbagi tiga: rumah tangga biasa, instansi pemerintah, dan rumah murah (rumah dengan tipe 21 atau 36).
"Saat ini jumlah pelanggan domestik mencapai 100.000, di mana 60 ribu di antaranya masuk golongan tarif rumah murah yang tarifnya cuma Rp 650 untuk 1000 liter air. Tarif ini jauh dibawah biaya produksi," kata Beni. Begitu juga dengan tarif domestik rumah tangga biasa dan instansi pemerintah, tarifnya masih dibawah biaya produksi Untuk menutupi defisit itu, ATB menerapkan subsidi silang dengan golongan pelanggan industri yang tarifnya lebih mahal.
Menjawab pertanyaan Tribun soal profit yang diperoleh ATB selama ini, Brian Sims mengungkapkan,
sebagai perusahaan swasta, PT ATB yang mendapat konsesi dari OB untuk pengelolaan air minum di Batam sejak 1995, keuntungan perusahaan berupa deviden sejak tahun 1996 sampai 2001 masih 0 persen karena margin keuntungannya dipakai untuk mendanai investasi infrastruktur ATB.
"Return investasinya atau deviden baru bisa dinikmati mulai tahun 2001," kata Brian.
"Kini nilai profitnya mencapai Rp 41,673 miliar. Tapi itu tidak dalam bentuk uang, melainkan aset. Jadi tidak bisa dibagi," katanya seraya menambahkan untuk memenuhi pertumbuhan sambungan baru, kebutuhan investasi ATB tahun 2007 mencapai Rp 256,331 miliar, dan lima tahun mendatang atau tahun 2012 butuh Rp 613 miliar.
Terhadap pendapat yang mengatakan kalau tarif air ATB tertinggi se ASEAN dibantah oleh Sims. "Tidak benar itu, tarif ATB masih lebih rendah bila dibandingkan dengan PAM lainnya di Indonesia," katanya.Tidak heran bila ATB sering menjadi tujuan studi banding daerah lain. Ini dapat dilihat dari data kunjungan PDAM dan pemda/legislatif dari kota lain ke ATB pada tahun 2006 mencapai 20 rombongan, tahun 2007 meningkat jadi 25 kunjungan.

Mengenai rencana ke depan, untuk jangka pendek ATB akan membangun jaringan pipa sepanjang 6 km dari Simpang Beringin ke Simpang Plamo sampai ke tangki air di bukit Sukajadi, membangun IPAdi Tanjungpiayu dengan debit 150 liter perdetik. Untuk jangka menengah, membangun IPA di Duriangkang tahap 3 berkapasitas produksi 500 liter perdetik, mengerjakan pemasangan pipa utama (pipelines) ke Batuaji.
"Untuk jangka panjang, rencana sampai tahun 2014-an ATB akan membangun IPA di Tembesi untuk memenuhi permintaan calon pelanggan yang cukup tinggi di sini, membangun IPA Duriangkang tahap empat," ujar William. (roso/bersambung)

Tidak ada komentar: