Minggu, 11 November 2007

Hari Pahlawan, untuk Siapa?



BAKAR SEMANGAT - Bung Tomo membakar semangat arek-arek Surabaya saat pertempuran 10 November 1945.

SEMUA orang tahu tanggal 10 November adalah hari Pahlawan untuk memperingati peristiwa heroik pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang dikobarkan oleh Bung Tomo. Peristiwa pertempuran mempertahankan kemerdekaan RI yang dipimpin pemuda bernama Soetomo dari invansi tentara sekutu pimpinan Inggris itu diperingati secara nasional sebagai Hari Pahlawan.
Setiap instansi resmi pemerintah selalu memperingatinya dengan menggelar upacara bendera.

Tetapi coba kita renungkan sejenak. Seberapa banyak orang atau pemimpin peduli dengan jasa- jasa sang the man behind the gun yang dengan gagah berani memimpin para pemuda Surabaya menggayang tentara sekutu hanya bersenjatakan bambu runcing? Pemerintah sendiri seperti melupakannya, terbukti sampai sekarang pemerintah belum menetapkan almarhum Bung Tomo, pahlawan yang sudah membebaskan kita dari belenggu penjajahan sebagai Pahlawan Nasional.

Memang masih ada ormas yang peduli pada jasa-jasa kepahlawan Bung Tomo, yakni ormas Gerakan Pemuda Ansor, organisasi onderbouw ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama yang Jumat (9/11) lalu memberikan gelar kepada Bung Tomo sebagai pahlawan nasional. Penghargaan itu diserahkan oleh Ketua GP Ansor Syaifullah Yusuf dan diterima oleh anak Bung Tomo, Bambang Sulastomo di gedung DPR RI.

Ironis. Sesak dada ini bila mengingat kenyataan tiadanya penghargaan secara wajar dari pemerintah terhadap pahlawan Surabaya yang berani melawan senjata sekutu yang lengkap dan berbahaya, salah satu tokoh pergerakan nasional yang mengantarkan kita untuk menikmati kemerdekaan ini.

Soal penghargaan pada pahlawan, kita lihat misalnya penghargaan terhadap tokoh kharismatik almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX, raja pertama di Indonesia yang menyatakan bergabung ke pangkuan republik yang baru diproklamirkan, dan sejarahnya ikut mempertahankan kemerdekaan RI dan mengisi pembangunan. Tetapi kenyatannya sampai sekarang, pemerintah tidak menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional.
Menunggu keluarga mengajukan usulan agar ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional? Jangan harap itu dilakukan, seperti ditegaskan Sri Sultan HB X dalam dialog di Metro TV belum lama ini, Gubernur DIY itu (begitu juga anak Bung Tomo, Bambang Sulastomo) tidak akan pernah mengajukannya.

Pahlawan atau pejuang sejati memang tidak membutuhkan penghargaan. Tetapi sebagai bangsa yang beradab, seharusnya para pemimpin tahu diri untuk menghargai jasa-jasa para pahlawan secara proporsional.
Kemanakah nurani-nurani mereka yang menamakan dirinya manusia, yang menamakan dirinya pemimpin republik ini.
Sejarah sudah banyak yang tak tahu.. Sebab banyak yang sibuk berlomba dan beradu. Demi kantong tebal dan uang saku. Sudah sebegini parahkan bangsaku ?
Beginikah sikapmu wahai Indonesia, penghargaanmu pada sang Pahlawan pembela bangsa...!?

Di Hari Pahlawan ini marilah kita renungkan kembali pesan terakhir Dr Soetomo;
"Saudaraku, Pesanku kepadamu, dan saudara seperjuangan semua yang kutinggalkan, bekerjalah terus untuk pergerakan kita, ketauilah olehmu bahwa pergerakan kita masih harus berkembang, harus bersemi dan harus selalu maju. Oleh karena itu sampaikan pesanku kepada saudara-saudaraku semuanya yang tidak dapat mengunjungi kemari. Bersama-sama giat bekerja guna kemajuan pergerakan dan perjuangan kita sehingga tercapai kemerdekaan dan kemulyaan bangsa kita"

(Ahmad Suroso)

Tidak ada komentar: