LAJU pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Hasil penghitungan Sensus Penduduk 2010 yang hampir seluruh datanya sudah masuk menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 237 juta- 239 juta jiwa, hampir mendekati ambang batas jumlah penduduk 240 juta jiwa. Padahal, perkiraan sebelumnya menyebutkan jumlah penduduk Indonesia 2010 sekitar 234 juta orang. Itu berarti terjadi kelebihan penduduk dari perkiraan hingga 4 juta orang.
Keprihatinan tingginya laju pertumbuhan penduduk di Tanah Air itu diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Sugiri Syarief menjawab pertanyaan wartawan usai membuka Workshop Auditor BKKBN provinsi se Indonesia di Batam, Rabu (14/7) malam.
Sugiri menuturkan, angka pertumbuhan penduduk secara nasional masih 1,3 persen per tahun. Artinya, jika penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 240 juta maka hanya dalam waktu 3 tahun lagi akan mendekati angka 250 juta jiwa.
Dengan demikian, dalam kurun sepuluh tahun terakhir jumlah anak bangsa bertambah sekitar 35 juta orang. Jika pertumbuhan penduduk itu gagal dikendalikan, pada 2100 bukan tidak mungkin jumlah orang yang mendiami negeri kita tercinta ini mencapai 1 miliar. Yang lebih mengerikan lagi, 60% penduduk kita berada di Pulau Jawa yang luasnya hanya 10% dari total luas Indonesia.
Yang juga mengerikan, tingginya angka pertumbuhan penduduk tersebut tidak diimbangi dengan fasilitas sosial, ekonomi, kesehatan, lahan, dan lain-lain sehingga dapat menjadi bencana. Sebab, mereka butuh makan, lapangan kerja, tempat tinggal, dan butuh hidup layak. Sementara apa-apa yg dibutuhkan tadi sangat terbatas.
Masalah di atas merupakan ancaman yang kian nyata, tapi sepertinya diabaikan begitu saja. Ironisnya, BKKBN seakan tak berdaya. Padahal, pada era Orde Baru, BKKBN merupakan institusi yang secara langsung sukses mengendalikan pertumbuhan penduduk. Namun di era otonomi daerah sekarang, sudah kementeriannya dihapus, di daerah pun BKKBN tidak punya kaki.
Soal kependudukan belum menjadi isu utama kampanye kepala daerah, calon kepala daerah, calon legislatif, bahkan calon presiden, dan presiden sekarang. Semuanya belum meletakkan kependudukan sebagai ancaman nyata. Ia masih dilihat semacam ilusi yang dilebih-lebihkan. Padahal, problem turunan dari ledakan penduduk ini tak kalah seriusnya.
Untuk mengantisipasi ledakan penduduk memang sudah terbit UU No 52 tahun 2009, namun hingga kini juklak maupun petunjuk teknis berupa PP belum ada. Kesadaran pemerintah daerah untuk mengangkat petugas lapangan KB (PLKB) juga masih rendah sehingga ujung tombak pengemban sosialisasi program KB sangat minim.
Ambil contoh di Kepri baru ada 2 kabupaten yang sudah konsen membentuk BKKBD dan baru memiliki 20 PLKB. Padahal jumlah penduduk Kepri saat ini sekitar 1,7 juta jiwa -- 1,06 juta di antaranya di Batam-- dengan angka pertumbuhan 9,5 persen pertahun yang dipengaruhi oleh faktor utama yaitu migrasi atau penduduk pendatang.
Padahal, dalam UU No 52 tahun 2009 disebutkan, pemerintah daerah kabupaten atau kota harus membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagaimana SKPD yang mengurusi masalah kependudukan dan KB. Sayangnya, dalam UU tersebut tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan atau tidak membentuk BKKBD.
Karena itu dibutuhkan komitmen bersama seluruh komponen bangsa untuk dapat melakukan langkah-langkah bersama menekan laju pertumbuhan penduduk, khususnya kepala daerah, legislatif, dan pemerintah pusat, termasuk para calon kepala daerah. (*)
corner tribun, 16 Juli 2010
Sabtu, 31 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar