Jumat, 13 November 2009

Menunggu Bunga Perbankan Turun

MENJELANG tutup tahun 2009, sektor perbankan di Indonesia kondisinya relatif stabil dan masih memiliki profit yang solid. Menurut Pjs Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/11), hal ini diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per September 2009 sebesar 17,7% dan Rasio Kredit Bermasalah (non performing loan atau NPL) tetap terkendali pada 4,3 %.
Ironisnya, meskipun laba perbankan terus meningkat, tidak dibarengi dengan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit perbankan nasional tetap lambat. Sampai Oktober 2009 hanya sebesar 7 %, jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 30-an persen. Rendahnya pertumbuhan kredit saat ini karena memang permintaan kredit dari sektor rill rendah, disebabkan oleh suku bunga pinjaman perbankan tetap bertengger di atas.
Penyakit perkreditan ini bisa menjadi bom waktu, karena bank-bank lebih memilih mempertahankan suku bunga kredit agar net interest margin-nya tetap bagus. Kalangan perbankan masih merasa nyaman menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkan pinjaman ke nasabah, terutama dalam bentuk pinjaman modal kerja ke dunia usaha.
Sampai akhir Oktober 2009, dana masyarakat yang parkir di SBI mencapai Rp 245 triliun. Dana tersebut didominasi dana perbankan dan pemodal asing yang memburu rente bunga SBI yang mencapai 6,5%. Salah satu hal yang membuat suku bunga sulit turun lebih rendah lagi adalah tekanan inflansi yang masih berpotensi membara akibat gejolak harga minyak dan permintaan dolar AS.
Kebijakan perbankan yang enggan menurunkan suku bunga pinjaman tentu sangat disayangkan, terutama oleh kalangan dunia usaha. Sebab perbankan nasional kini sudah dalam kondisi stabil, tetapi tidak mampu berperan pada perkreditan yang baik pula. Seperti dikeluhkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Benny Sutrisno. "Suku bunga pinjaman bank seharusnya bisa terus turun kembali, bisa ditekan sampai 11-13 persen. Bahkan jika perlu, ada perlakuan khusus bagi industri khusus soal suku bunga kredit ini," kata Benny di Jakarta, Rabu kemarin (Tribun, 12/11).
Saat ini level suku bunga pinjaman perbankan masih bertengger di kisaran 14 sampai 20 persen. Jika suku bunga tetap tinggi seperti sekarang, dunia usaha terutama sektor rill akan kesulitan mencari sumber pendanaan melalui pinjaman dari perbankan.
Apapun alasannya, kita menyayangkan sikap perbankan nasional yang masih tetap mempertahankan suku bunga pinjaman tinggi, dan kebijakannya yang lebih memilih cara aman dengan memarkir dananya di SBI. Memang dengan cara ini uang perbankan nasional aman, dan nilainya terus bertambah. Tapi masyarakat tidak mendapatkan manfaatnya.
Indonesia tidak hanya membutuhkan perbankan yang kokoh, tapi juga sekaligus mampu bermanfaat bagi masyarakat dengan memberikan kredit demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Apa gunanya mempunyai bank sehat tapi tidak memberikan kredit," cetus Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) dilansir Infobank, di Jakarta edisi November 2009.
Industri membutuhkan sokongan modal untuk menggerakkan usahanya. Pembiayaan terhadap industri ini penting karena berhubungan langsung dengan akses penciptaan lapangan kerja baru serta membangun potensi perekonomian domestik. Pembiayaan ini hanya bisa dipenuhi bila perbankan mau menurunkan suku bunga pinjaman untuk modal kerja dan investasi. (ahmad suroso)

Tidak ada komentar: