Jumat, 13 November 2009

Jangan Remehkan Dukungan Sosial

PENGGUNAAN jejaring Facebook ternyata tak hanya sebatas jejaring pertemanan dan sosial di dunia virtual, tetapi sudah berkembang menjadi jejaring 'parlemen jalanan'. Ini ditandai dengan tumpah ruahnya ribuan facebooker di bunderan Hotel Indonesia Jakarta Minggu (8/11) lalu, mendukung dua pimpinan nonaktif KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang dijerat oleh penyidik sebagai tersangka kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.

Dukungan satu juta lebih facebooker terhadap dua pimpinan nonaktif KPK ini menunjukkan betapa ampuhnya jagat virtual menjadi instrumen gerakan sosial dari orang-orang yang tergabung dalam suati usaha untuk menimbulkan pengaruh atau menandai sebuah aspek dalam perubahan sosial dalam masyarakat.

Facebook telah berkembang menjadi ruang mimbar bebas demokrasi bagi publik untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Kekuatan dukungan sosial melalui Facebook ini sebelumnya sudah terbukti ampuh menghantarkan kesuksesan Presiden Barack Husein Obama dalam menghimpun jutaan pemilih pemula dalam pemilu presiden Amerika Serikat November 2008 lalu.

Di Indonesia, terlihat terutama setelah menguatnya akumulasi kekecewaan publik terhadap kinerja institusi penegak hukum (non KPK), dan DPR. Akumulasi kekecewaan publik diperparah dengan terbongkarnya rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan, yang memunculkan dugaan kuat adanya rekayasa dan mafia peradilan.

Pada saat hampir bersamaan harapan agar DPR (Komisi III) melakukan kontrol terhadap kuatnya mafia hukum di kepolisian dan kejaksaan justru hanya mengamini keterangan Kapolri dalam kasus dugaan rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK.

Mengapa dunia maya berhasil menghela perubahan sosial? Mengutip pendapat Arya Fernandes, analis politik Charta Politika Indonesia (Kontan, 13/11), antara lain karena adanya kesadaran kolektif para facebooker untuk menyelamatkan dunia peradilan dari mafia hukum dan makelar kasus. Kesadaran kolektif dan kesamaan visi itulah yang menyebabkan arus dukungan terhadap Bibit-Chandra berhasil melampaui angka 1 juta orang.

Partisipasi facebooker dalam mendukung Bibit-Chandra ini dapat dianggap sebagai sebuah pilihan rasional. Artinya, para facebooker hanya mengeluarkan sedikit 'biaya' untuk bergabung dengan kelompok pendukung Bibit-Chandra, tapi mempunyai tujuan besar, yakni menyelamatkan KPK. Apalagi setelah Tim Delapan atau Tim Independen Verifikasi Fakta dan Perkara Hukum Bibit Chandra bentukan Presiden SBY sudah mengeluarkan kesimpulan, lemahnya bukti-bukti yang bisa dijadikan alasan menjerat Bibit-Chandra sebagai tersangka.

Pada umumnya gerakan sosial menjadi alternatif untuk membangun partisipasi dan dukungan publik yang efektif dan efisien untuk merespons dan menyikapi persoalan serta kasus yang dipandang merugikan kepentingan publik, merusak kehidupan masyarakat luas, atau mengancam kedaulatan negara-bangsa.

Dalam kasus mutakhir yang menimpa dua komisioner KPK, bisa terbaca bahwa gerakan sosial -- baik yang dibangun dalam jejaring dunia maya maupun yang digalang secara riil dalam bentuk-bentuk aksi demonstrasi, unjuk rasa, dan konsolidasi kekuatan demokratis civil society--, mampu menunjukkan kekuatan dan perlawanan yang produktif terhadap anasir jahat yang hendak menghambat upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Partisipasi publik yang kian kuat itu, dan meluasnya dukungan masyarakat serta para tokoh dan elite terhadap dua komisioner KPK berikut masalah yang menimpa institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini tersebut, tak pelak melahirkan suatu kesimpulan mengenai terbangunnya gerakan sosial yang berhasil di masyarakat, serta menjadi refleksi dari menguatnya kesadaran kritis masyarakat atas ketidakberesan aparat dalam menyelesaikan perkara hukum. (ahmad suroso)

Tajuk Tribun Batam, 14 November 2009

Tidak ada komentar: