KABAR buruk bagi para pengguna sepeda motor yang mayoritas merupakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah melalui kementerian ESDM akan menghapus subsidi atas BBM premium untuk sepeda motor. Pemakai sepeda motor dilarang memakai premium, tetapi harus menggunakan pertamax yang harganya jauh lebih mahal.
Saat ini mekanisme penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi masih dibicarakan dan dijadwalkan selesai akhir Juni, dan selanjutnya diharapkan Agustus 2010 mendatang sudah bisa diujicobakan. Berdasarkan hasil pembicaraan dengan berbagai pihak sudah disepakati bahwa yang masih menggunakan BBM subsidi adalah angkutan umum dan kendaraan pribadi jenis tertentu.
Kita menyadari, pemerintah memang sedang megap-megap mengatasi melonjaknya subsidi BBM, antara lain premium yang mencapai 24 persen dari nilai keekonomian energi yang terkait erat dengan biaya produksi, lingkungan, konservasi energi serta profit. Untuk menghemat anggaran subsidi, diusulkanlah kebijakan melarang sepeda motor memakai premium
Namun bila kebijakan harga jual tidak mengindahkan sejauhmana publik mampu mendapat energi yang terjangkau dan adil, ini sama saja tidak mengindahkan Undang-Undang No 30 Tahun 2007 tentang energi. Di dalam UU tersebut disebutkan, penetapan keekonomian tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil dan bantuan bagi masyarakat tak mampu dalam jangka waktu tertentu. Caranya, dengan memberlakukan kebijakan subsidi energi.
Tak heran, opsi pelarangan pemakaian premium untuk motor mengundang cibiran. Wakil Ketua DPR Pramono Anung bahkan menyebutnya sebagai kebijakan yang aneh. Sebab, mayoritas masyarakat kita cuma bisa pakai motor. Seharusnya kelompok yang perlu dibatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi bukanlah sepeda motor, tetapi mobil pribadi.
Begitu juga dengan Pengurus Pusat Dewan Nasional Yamaha Vixion Club Indonesia dalam rilisnya kemarin menilai, rencana pelarangan penggunaan BBM bersubsidi (premium) bagi motor itu sangat tidak logis. Sebab, sepeda motor hanya mengonsumsi premium sebesar 5,76 juta KL (kilo liter) per tahun dari total pemakaian premium bersubsidi sebesar 21 juta KL per tahun. Sementara mobil mencapai 15,24 juta KL pertahun.
Secara logika, mereka yang mempunyai mobil adalah kalangan ekonomi menengah ke atas. Konsumsi premium untuk mobil pun jauh lebih boros dibanding motor. Lalu kenapa pemilik mobil masih dibolehkan membeli premium bersubsidi?
Koran ini sependapat dengan kedua pendapat tersebut. Sebab konsumsi premium sepeda motor jelas sangat irit dibandingkan mobil. Kebijakan itu sama saja dengan pemerintah memilih menyengsarakan rakyatnya demi menghemat anggaran negara. Karena, bagi masyarakat kecil, sepeda motor adalah alat untuk menyambung hidup dan menghemat transportasi, bukan untuk bergaya semata.
Jadi, membatasi penggunaan premium untuk motor, meski motor baru sekalipun, bukanlah pilihan yang tepat. Kebijakan itu dikhawatirkan justru akan membikin rakyat semakin susah. Kita khawatir, penerapan kebijakan ini akan memicu gejolak masyarakat. Selain itu, adanya perbedaan penghapusan subsidi tersebut akan menciptakan pasar gelap untuk transaksi jual beli BBM. Karena itu, kita mendukung sikap DPR yang akan menolak penerapan kebijakan yang tidak pro rakyat tersebut.
Lebih baik, pemerintah memprioritaskan perbaikan sarana transportasi umum yang murah dan nyaman. Sehingga, masyarakat mau menggunakan transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi untuk berpergian. Saat ini transportasi umum kita masih kurang memadai. Sehingga masyarakat enggan menggunakan transportasi umum. (*)
Corner, 29 Mei 2010
Senin, 21 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar