PERINGATAN Hari Lahir (Harlah) Pancasila tahun ini lebih meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Misalnya ditandai Kongres Pancasila kedua (pertama di kampus Universitas Gajahmada Yogyakarta) di Denpasar selama tiga hari dengan upacara penutupan tepat pada 1 Juni 2010 yang menghadirkan antara lain gubernur seluruh Indonesia, dan Pidato Pembukaan oleh Ketua MPR RI, Taufiq Kiemas.
Peringatan 65 tahun hari lahirnya Pancasila juga digelar di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD yang dihadiri Presiden SBY didampingi Ibu Ani Yudhoyono, Wapres Wapres Boediono, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dan keluarga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Menariknya, acara ini juga dihadiri tiga mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan Jusuf Kalla, serta mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan Presiden SBY dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang tak lain putri sulung Bung KarnoMegawati itu juga berjabat tangan. Itu adalah jabat tangan yang pertama kalinya antara dua negarawan tersebut sejak Pemilihan Presiden 2009 lalu.
Tak heran bila jabat tangan dua negarawan yang selama ini berseberangan sejak 2004 disambut hangat para tokoh nasional yang hadir. "Sangat bagus keduanya bersalaman. Kita semua senang," ujar Taufiq usai acara. Taufiq menafsirkan, karena acara Peringatan Pidato Bung Karno itulah, rekonsiliasi nasional dapat terjadi. "Sekarang yang patah-patah sudah berdamai. Masak orang berdamai nggak boleh?" sebut Taufiq.
Kegembiraan Taufiq ini rupanya dirasakan pula oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Jusuf Kalla melihat jabat tangan antara Megawati dan SBY sebagai suatu hal yang simbolik dan patut diapresiasi. Sangat bagus mereka mencairkan suasana. Hal itu penting untuk menyatukan seluruh elemen bangsa guna membangun negeri bersama ke depannya.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso pun, terus tersenyum melihat adegan jabat tangan Mega-SBY. Ini merupakan tanda kebersamaan untuk membangun bangsa, kata politisi Partai Golkar ini seraya menegaskan, langkah kedua tokoh tersebut selayaknya dituruti oleh seluruh unsur masyarakat di negeri ini.
Kita ingin menggaribawahi pidato Presiden SBY pada Harlah Pancasila di Senayan tersebut. Presiden mengajak kita untuk menggunakan Pancasila sebagai rujukan dalam menjawab tantangan bangsa di tengah dunia yang terus berubah. Menurutnya, Pancasila yang sering diletakkan untuk menangkal dan melawan ancaman, sebenarnya juga bisa digunakan sebagai sesuatu untuk menciptakan kesempatan. Jadi sesuatu yang defensif, kita ubah jadi sesuatu yang aktif dan proaktif.
Di sisi lain, semarak dan kehangatan suasana peringatan Harlah Pancasila tersebut dapat dimaknai sebagai adanya kerinduan masyarakat terhadap Pancasila. Apalagi ditengah-tengah munculnya gejala sektarian yang menguat, disintegrasi bangsa, konflik horisontal yang dipicu oleh sentimen suku/etnis dan radikalisme agama, terasa adanya kebutuhan sebuah ideologi yang dapat mempersatukan bangsa yang majemuk serta diterima oleh semua golongan, agama dan etnis.
Ideologi itu tidak lain adalah Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam pidatonya di depan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai) yang kemudian oleh Bung Karno diusulkan menjadi dasar negara Indonesia Merdeka.
Setelah melalui beberapa kali pembahasan, akhirnya melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945 disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia, dengan dicantumkan di dalam Pembukaan UUD-1945 sebagai konstitusi negara pada alinea IV. Sebagai dasar negara melalui konstitusi yang beberapa kali mengalami perubahan dasar negara tersebut tetap tercantum pada posisi semula, jiwa dasar negara tersebut tidak pernah berubah.
Atas dasar pertimbangan tersebut, mengutip tulisan Achmad Basarah, wakil sekjen PDIP di Kompas (1/6/2010), seharusnya pemerintah melembagakan peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni setiap tahun melalui sebuah Keputusan Presiden, untuk melengkapi Keppres No 18 Tahun 2008 yang menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi. (*)
Corner, 2 Juni 2010
Senin, 21 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar