SETELAH polisi, jaksa, hakim, dan pengacara yang berkomplot membebaskan Gayus Halomoan Tambunan dari tuduhan korupsi dan pencucian uang, ditetapkan sebagai tersangka, giliran Maruli Pandapotan Manurung, atasan Gayus di kantor Direktorat Pajak ditetapkan sebagai tersangka Senin (21/6).
Maruli dijadikan tersangka dalam dugaan korupsi penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) senilai Rp 290 juta di Sidoarjo pada tanggal 20 dan 21 Mei lalu, oleh penyidik tim independen Mabes Polri yang menangani kasus Gayus Tambunan. Selasa (22/6), Maruli akan memenuhi panggilan Polri untuk diperiksa kali ketiga. Bila pada dua pemeriksaan sebelumnya ia diperiksa sebagai saksi, hari ini akan diperiksa sebagai tersangka.
Duit hasil korupsi Gayus, pegawai Direktorat Pajak dengan pangkat golongan IIIA yang belakangan diketahui mempunyai kekayaan fantastis mencapai Rp100 miliar lebih itu telah menyeret polisi, hakim dan jaksa serta pengacara sebagai tersangka, karena menerima suap dari Gayus.
Dalam berkas pemeriksaaan polisi yang dikutip majalah Tempo edisi 14-20 Juli, disebutkan mereka ikut bancakan duit korupsi Gayus sebagai imbalan menyelamatkan Gayus, sehingga ditetapkan sebagai tersangka, antara lain penyidik Kompol Moh Afrafat, dua Jaksa senior Cirus Sinaga dan Poltak Manullang, hakim Muhtadi Asnun, pengacara Haposan Hutagalung, pengusaha asal Batam Andi Kosasih.
Maruli melalui pengacaranya, Juniver Girsang kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/6) mengatakan, dalam pemeriksaan tim penyidik independen Polri yang dijadwalkan hari ini bertekad akan membeberkan pihak-pihak atau perusahaan jaringan Gayus Tambunan. Dalam pemeriksaan sebelumnya, Maruli mengaku ditanyai seputar masalah penanganan penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan milik keluarga Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dalam rentang waktu 2001-2004.
Sebelumnya Gayus telah mengaku kepada polisi bahwa uangnya senilai Rp28 miliar antara lain berasal dari tiga perusahaan di bawah Bakrie Group, yaitu PT Megah Citra Jaya Garmindo, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Bumi Resources. Namun hal ini sudah dibantah oleh pihak Bakrie Group. Pertanyaannya, lalu dari mana asal uang di rekening Gayus yang belakangan diketahui oleh penyidik masih ada Rp 74 miliar lagi, antara lain dalam bentuk emas batangan senilai Rp 11 miliar
Secara akal sehat, kekayaan yang dimiliki seorang Gayus Tambunan memang tidak masuk akal.
Mengingat Gayus baru 10 tahun bekerja di Ditjen. Bila ia lurus-lurus saja, maka dengan gaji dan honornya Rp12,1 juta per bulan atau Rp145,2 juta per tahun, dalam jangka 10 tahun kekayaannya baru mencapai Rp 1,45 miliar. Tetapi faktanya kini kekayaannya mencapai Rp100 miliar!
Penelaah keberatan pajak itu bukan hanya menggarong uang negara, membuat negara selalu bertekuk lutut bila berperkara dengan perusahaan pengemplang pajak, tetapi juga melumpuhkan semua unsur penegak hukum hanya dengan menggunakan sebagian kecil saja dari hasil merampok uang negara yang jumlahnya fantastis tersebut.
Karena itu kita berharap, dari hasil pemeriksaan terhadap Maruli akan bisa diusut secara secara tuntas pihak-pihak atau perusahaan jaringan Gayus Tambunan, dan dari mana asal aliran uang haram yang masuk rekening Gayus hingga mencapai total Rp 100 miliar lebih. Sebab tidak mungkin untuk mendapatkan uang yang fantastis tersebut, Gayus bekerja sendiri. Tentu melibatkan banyak pihak, termasuk kemungkinan para atasannya. Dari sini polisi diharapkan bisa mengusut perusahaan-perusanaan yang telah berkomplot dengan Gayus untuk menggelapkan pajak yang merugikan negara, dan selanjutnya menetapkan semua penerima suap dan pemberi suap dalam lingkaran Gayus mempertanggungjawabkannya di depan hukum. (*)
corner, 22 Juni
Senin, 21 Juni 2010
Tantangan PKS Menuju Pluralitas
MUSYAWARAH Nasional Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2010 di hotel super mewah Ritz Carlton, Jakarta, 17-20 Juni menjadi momentum bersejarah. PKS secara formal bakal meninggalkan stigmatisasi sebagai partai kanan, eksklusif, dan Islam konservatif, setelah Munas II itu secara resmi mendeklarasikan PKS menjadi partai tengah dan terbuka dengan ideologi nasionalis-religius.
Keterbukaan ini seperti disampaikan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin di sela-sela Munas, seperti diberitakan koran ini kemarin termasuk bagi kalangan non muslim dan warga keturunan Tionghoa. Deklarasi sebagai partai tengah dan terbuka ini bukan sekadar strategi, tetapi merupakan pelaksanaan ajaran Islam. PKS menerima pluralitas sebagai ketentuan Tuhan bahwa tidak ada keseragaman tetapi keberagaman.
Hilmi menuturkan, eksklusivitas tidak mencerminkan ajaran Islam. Dan PKS sejak awal membuka diri dengan prinsip menjunjung pluralitas. Di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PKS, tercantum syarat anggota adalah warga negara Indonesia. Kalaupun dulu tampak eksklusif, aku Hilmi, karena PKS sedang membentuk identitas diri.
Upaya PKS menjadi partai tengah, inklusif dan moderat memang masih butuh pengujian. Namun, kehendak dan upaya untuk menjadi partai tengah patut mendapat apresiasi. Setidaknya ini mendorong konsolidasi demokrasi yang berpegang teguh pada nasionalisme yang menghargai pluralitas kebangsaan.
Angin perubahan sedang melanda PKS untuk menghapus karakter sebagai partai eksklusif kelompok Islam. Lebih spesifik lagi dari Islam Tarbiyah, PKS bersiap membuka diri untuk menjadi rumah politik seluruh kelompok agama dan seluruh kekuatan politik Islam mulai dari yang tradisionalis, modernis dan bahkan fundamentalis. Dengan membuka diri, PKS seolah ingin menghapus kesan sebagai partai kelas menengah Islam perkotaan dan berpendidikan.
Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah angin perubahan ini menyentuh basis dasar partai. Juga mengubah karakter dasarnya sebagai representasi kekuatan politik Islam Tarbiyah, dengan mengakomodir pemikiran moderat yang dianut dua ormas Islam terbesar NU dan Muhammadiyah. Lalu sanggupkah mendongkrak legitimasi politik sebagai partai berbasis massa lebih besar di putaran Pemilu 2014 mendatang?
Menurut para pengamat, upaya PKS untuk menjadi terbuka akan menghadapi tantangan. Sebab tidak mudah meyakinkan kader-kader PKS untuk terbuka terhadap nonmuslim karena sebagian besar mereka konservatif. Jangan-jangan hanya elit PKS di Jakarta yang utuh memaknai partai terbuka dan moderat. Sebab fakta di lapangan, kader PKS tak bisa dipisahkan dari idiom-idiom ke-Islaman.
Bahkan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq sendiri mengakui, untuk kader dan elit di daerah, partai terbuka masih jauh api dari unggun. Karena kalau dibedah, aku Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, orang PKS itu bermacam-macam, mulai pengikut Umar Patek hingga Umar Wirahadikusumah.
Tantangan kedua, tak mudah mengubah citra PKS yang selama ini dinilai kurang ramah terhadap kalangan pemilih nonmuslim. Alih-alih dapat simpati pemilih nonmuslim, PKS juga terancam kehilangan dukungan dari basis massa ideologis PKS yang selama ini resisten terhadap ide-ide keterbukaan.
PKS dalam hal ini harus mempersiapkan diri atas potensi tarik ulur, bahkan konflik kepentingan yang pasti terjadi. Tapak-tapak institusional sebagai partai dengan karakter yang eksklusif, tidak mudah untuk tiba-tiba menjadi karakter inklusif hanya karena adanya keputusan Munas. Semua mengingat karakter ini berhubungan dengan mindset ideologis di dalam tubuh PKS.
Tidak mudah untuk mengubah stigma yang sudah terlanjur melekat ke PKS sebagai partai dengan karakter ideologis eksklusif yang melekat lebih dari 10 tahun. PKS dihadapkan pada dilema besar, yakni bagaimana memastikan lingkaran fundamentalnya tetap terjaga, sementara ekspansi keanggotannya juga berjalan. (*)
corner, 21 Juni
Keterbukaan ini seperti disampaikan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin di sela-sela Munas, seperti diberitakan koran ini kemarin termasuk bagi kalangan non muslim dan warga keturunan Tionghoa. Deklarasi sebagai partai tengah dan terbuka ini bukan sekadar strategi, tetapi merupakan pelaksanaan ajaran Islam. PKS menerima pluralitas sebagai ketentuan Tuhan bahwa tidak ada keseragaman tetapi keberagaman.
Hilmi menuturkan, eksklusivitas tidak mencerminkan ajaran Islam. Dan PKS sejak awal membuka diri dengan prinsip menjunjung pluralitas. Di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PKS, tercantum syarat anggota adalah warga negara Indonesia. Kalaupun dulu tampak eksklusif, aku Hilmi, karena PKS sedang membentuk identitas diri.
Upaya PKS menjadi partai tengah, inklusif dan moderat memang masih butuh pengujian. Namun, kehendak dan upaya untuk menjadi partai tengah patut mendapat apresiasi. Setidaknya ini mendorong konsolidasi demokrasi yang berpegang teguh pada nasionalisme yang menghargai pluralitas kebangsaan.
Angin perubahan sedang melanda PKS untuk menghapus karakter sebagai partai eksklusif kelompok Islam. Lebih spesifik lagi dari Islam Tarbiyah, PKS bersiap membuka diri untuk menjadi rumah politik seluruh kelompok agama dan seluruh kekuatan politik Islam mulai dari yang tradisionalis, modernis dan bahkan fundamentalis. Dengan membuka diri, PKS seolah ingin menghapus kesan sebagai partai kelas menengah Islam perkotaan dan berpendidikan.
Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah angin perubahan ini menyentuh basis dasar partai. Juga mengubah karakter dasarnya sebagai representasi kekuatan politik Islam Tarbiyah, dengan mengakomodir pemikiran moderat yang dianut dua ormas Islam terbesar NU dan Muhammadiyah. Lalu sanggupkah mendongkrak legitimasi politik sebagai partai berbasis massa lebih besar di putaran Pemilu 2014 mendatang?
Menurut para pengamat, upaya PKS untuk menjadi terbuka akan menghadapi tantangan. Sebab tidak mudah meyakinkan kader-kader PKS untuk terbuka terhadap nonmuslim karena sebagian besar mereka konservatif. Jangan-jangan hanya elit PKS di Jakarta yang utuh memaknai partai terbuka dan moderat. Sebab fakta di lapangan, kader PKS tak bisa dipisahkan dari idiom-idiom ke-Islaman.
Bahkan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq sendiri mengakui, untuk kader dan elit di daerah, partai terbuka masih jauh api dari unggun. Karena kalau dibedah, aku Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, orang PKS itu bermacam-macam, mulai pengikut Umar Patek hingga Umar Wirahadikusumah.
Tantangan kedua, tak mudah mengubah citra PKS yang selama ini dinilai kurang ramah terhadap kalangan pemilih nonmuslim. Alih-alih dapat simpati pemilih nonmuslim, PKS juga terancam kehilangan dukungan dari basis massa ideologis PKS yang selama ini resisten terhadap ide-ide keterbukaan.
PKS dalam hal ini harus mempersiapkan diri atas potensi tarik ulur, bahkan konflik kepentingan yang pasti terjadi. Tapak-tapak institusional sebagai partai dengan karakter yang eksklusif, tidak mudah untuk tiba-tiba menjadi karakter inklusif hanya karena adanya keputusan Munas. Semua mengingat karakter ini berhubungan dengan mindset ideologis di dalam tubuh PKS.
Tidak mudah untuk mengubah stigma yang sudah terlanjur melekat ke PKS sebagai partai dengan karakter ideologis eksklusif yang melekat lebih dari 10 tahun. PKS dihadapkan pada dilema besar, yakni bagaimana memastikan lingkaran fundamentalnya tetap terjaga, sementara ekspansi keanggotannya juga berjalan. (*)
corner, 21 Juni
Tantangan PKS Menuju Pluralitas
MUSYAWARAH Nasional Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2010 di hotel super mewah Ritz Carlton, Jakarta, 17-20 Juni menjadi momentum bersejarah. PKS secara formal bakal meninggalkan stigmatisasi sebagai partai kanan, eksklusif, dan Islam konservatif, setelah Munas II itu secara resmi mendeklarasikan PKS menjadi partai tengah dan terbuka dengan ideologi nasionalis-religius.
Keterbukaan ini seperti disampaikan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin di sela-sela Munas, seperti diberitakan koran ini kemarin termasuk bagi kalangan non muslim dan warga keturunan Tionghoa. Deklarasi sebagai partai tengah dan terbuka ini bukan sekadar strategi, tetapi merupakan pelaksanaan ajaran Islam. PKS menerima pluralitas sebagai ketentuan Tuhan bahwa tidak ada keseragaman tetapi keberagaman.
Hilmi menuturkan, eksklusivitas tidak mencerminkan ajaran Islam. Dan PKS sejak awal membuka diri dengan prinsip menjunjung pluralitas. Di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PKS, tercantum syarat anggota adalah warga negara Indonesia. Kalaupun dulu tampak eksklusif, aku Hilmi, karena PKS sedang membentuk identitas diri.
Upaya PKS menjadi partai tengah, inklusif dan moderat memang masih butuh pengujian. Namun, kehendak dan upaya untuk menjadi partai tengah patut mendapat apresiasi. Setidaknya ini mendorong konsolidasi demokrasi yang berpegang teguh pada nasionalisme yang menghargai pluralitas kebangsaan.
Angin perubahan sedang melanda PKS untuk menghapus karakter sebagai partai eksklusif kelompok Islam. Lebih spesifik lagi dari Islam Tarbiyah, PKS bersiap membuka diri untuk menjadi rumah politik seluruh kelompok agama dan seluruh kekuatan politik Islam mulai dari yang tradisionalis, modernis dan bahkan fundamentalis. Dengan membuka diri, PKS seolah ingin menghapus kesan sebagai partai kelas menengah Islam perkotaan dan berpendidikan.
Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah angin perubahan ini menyentuh basis dasar partai. Juga mengubah karakter dasarnya sebagai representasi kekuatan politik Islam Tarbiyah, dengan mengakomodir pemikiran moderat yang dianut dua ormas Islam terbesar NU dan Muhammadiyah. Lalu sanggupkah mendongkrak legitimasi politik sebagai partai berbasis massa lebih besar di putaran Pemilu 2014 mendatang?
Menurut para pengamat, upaya PKS untuk menjadi terbuka akan menghadapi tantangan. Sebab tidak mudah meyakinkan kader-kader PKS untuk terbuka terhadap nonmuslim karena sebagian besar mereka konservatif. Jangan-jangan hanya elit PKS di Jakarta yang utuh memaknai partai terbuka dan moderat. Sebab fakta di lapangan, kader PKS tak bisa dipisahkan dari idiom-idiom ke-Islaman.
Bahkan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq sendiri mengakui, untuk kader dan elit di daerah, partai terbuka masih jauh api dari unggun. Karena kalau dibedah, aku Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, orang PKS itu bermacam-macam, mulai pengikut Umar Patek hingga Umar Wirahadikusumah.
Tantangan kedua, tak mudah mengubah citra PKS yang selama ini dinilai kurang ramah terhadap kalangan pemilih nonmuslim. Alih-alih dapat simpati pemilih nonmuslim, PKS juga terancam kehilangan dukungan dari basis massa ideologis PKS yang selama ini resisten terhadap ide-ide keterbukaan.
PKS dalam hal ini harus mempersiapkan diri atas potensi tarik ulur, bahkan konflik kepentingan yang pasti terjadi. Tapak-tapak institusional sebagai partai dengan karakter yang eksklusif, tidak mudah untuk tiba-tiba menjadi karakter inklusif hanya karena adanya keputusan Munas. Semua mengingat karakter ini berhubungan dengan mindset ideologis di dalam tubuh PKS.
Tidak mudah untuk mengubah stigma yang sudah terlanjur melekat ke PKS sebagai partai dengan karakter ideologis eksklusif yang melekat lebih dari 10 tahun. PKS dihadapkan pada dilema besar, yakni bagaimana memastikan lingkaran fundamentalnya tetap terjaga, sementara ekspansi keanggotannya juga berjalan. (*)
corner, 21 Juni
Keterbukaan ini seperti disampaikan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin di sela-sela Munas, seperti diberitakan koran ini kemarin termasuk bagi kalangan non muslim dan warga keturunan Tionghoa. Deklarasi sebagai partai tengah dan terbuka ini bukan sekadar strategi, tetapi merupakan pelaksanaan ajaran Islam. PKS menerima pluralitas sebagai ketentuan Tuhan bahwa tidak ada keseragaman tetapi keberagaman.
Hilmi menuturkan, eksklusivitas tidak mencerminkan ajaran Islam. Dan PKS sejak awal membuka diri dengan prinsip menjunjung pluralitas. Di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PKS, tercantum syarat anggota adalah warga negara Indonesia. Kalaupun dulu tampak eksklusif, aku Hilmi, karena PKS sedang membentuk identitas diri.
Upaya PKS menjadi partai tengah, inklusif dan moderat memang masih butuh pengujian. Namun, kehendak dan upaya untuk menjadi partai tengah patut mendapat apresiasi. Setidaknya ini mendorong konsolidasi demokrasi yang berpegang teguh pada nasionalisme yang menghargai pluralitas kebangsaan.
Angin perubahan sedang melanda PKS untuk menghapus karakter sebagai partai eksklusif kelompok Islam. Lebih spesifik lagi dari Islam Tarbiyah, PKS bersiap membuka diri untuk menjadi rumah politik seluruh kelompok agama dan seluruh kekuatan politik Islam mulai dari yang tradisionalis, modernis dan bahkan fundamentalis. Dengan membuka diri, PKS seolah ingin menghapus kesan sebagai partai kelas menengah Islam perkotaan dan berpendidikan.
Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah angin perubahan ini menyentuh basis dasar partai. Juga mengubah karakter dasarnya sebagai representasi kekuatan politik Islam Tarbiyah, dengan mengakomodir pemikiran moderat yang dianut dua ormas Islam terbesar NU dan Muhammadiyah. Lalu sanggupkah mendongkrak legitimasi politik sebagai partai berbasis massa lebih besar di putaran Pemilu 2014 mendatang?
Menurut para pengamat, upaya PKS untuk menjadi terbuka akan menghadapi tantangan. Sebab tidak mudah meyakinkan kader-kader PKS untuk terbuka terhadap nonmuslim karena sebagian besar mereka konservatif. Jangan-jangan hanya elit PKS di Jakarta yang utuh memaknai partai terbuka dan moderat. Sebab fakta di lapangan, kader PKS tak bisa dipisahkan dari idiom-idiom ke-Islaman.
Bahkan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq sendiri mengakui, untuk kader dan elit di daerah, partai terbuka masih jauh api dari unggun. Karena kalau dibedah, aku Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, orang PKS itu bermacam-macam, mulai pengikut Umar Patek hingga Umar Wirahadikusumah.
Tantangan kedua, tak mudah mengubah citra PKS yang selama ini dinilai kurang ramah terhadap kalangan pemilih nonmuslim. Alih-alih dapat simpati pemilih nonmuslim, PKS juga terancam kehilangan dukungan dari basis massa ideologis PKS yang selama ini resisten terhadap ide-ide keterbukaan.
PKS dalam hal ini harus mempersiapkan diri atas potensi tarik ulur, bahkan konflik kepentingan yang pasti terjadi. Tapak-tapak institusional sebagai partai dengan karakter yang eksklusif, tidak mudah untuk tiba-tiba menjadi karakter inklusif hanya karena adanya keputusan Munas. Semua mengingat karakter ini berhubungan dengan mindset ideologis di dalam tubuh PKS.
Tidak mudah untuk mengubah stigma yang sudah terlanjur melekat ke PKS sebagai partai dengan karakter ideologis eksklusif yang melekat lebih dari 10 tahun. PKS dihadapkan pada dilema besar, yakni bagaimana memastikan lingkaran fundamentalnya tetap terjaga, sementara ekspansi keanggotannya juga berjalan. (*)
corner, 21 Juni
Pertarungan Dua BAP
ADA yang mengherankan dan tidak lazim dalam persidangan terdakwa Anggodo Widjojo dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (15/6).
Penuntut umum KPK menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik KPK. Sedangkan penasihat hukum Anggodo memakai BAP hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Jadilah, persidangan tersebut menjadi ajang pertarungan dua BAP dari lembaga penegak hukum berbeda.
Akibatnya, berkali-kali Ketua Majelis Hakim untuk perkara ini Tjokorda Rai Suamba menegur tim penasihat hukum yang dipimpin oleh OC Kaligis, karena bertanya kepada para saksi menggunakan BAP tersebut. Tjokorda menilai apa yang ditanyakan penasihat hukum tidak ada relevansi dengan dakwaan Anggodo. Saking geramnya Tjokorda menegur kepada kedua pihak dengan nada tinggi, "Kita mau apakan persidangan ini."
Meski demikian, penasihat hukum Anggodo tetap mencecar Bibit dan Chandra menggunakan BAP Bareskrim. Sehingga, Bibit-Chandra selaku saksi lebih banyak menjawab tidak tahu atas pertanyaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa. Kedua pimpinan KPK ini menilai, pertanyaan tidak ada relevansi dengan perkara Anggodo.
Misal, pertanyaan apakah Bibit-Chandra mengetahui atas laporan siapakah pada Mabes Polri sehingga Bibit-Chandra akhirnya disangka memeras dan menyalahgunakan wewenang. "Kalau yang melapor saya tidak tahu, tapi yang merekayasa tahu," tukas Bibit menjawab pertanyaan Anggodo yang dalam persidangan kemarin tampak seksama menyimak kesaksian Bibit.
Terlontarnya jawaban tidak tahu dengan frekuensi cukup banyak dari kedua saksi tersebut diserang tim penasihat hukum. Namun hakim ketua Tjokorda seperti diberitakan koran ini kemarin mengingatkan penasihat hukum Anggodo tidak memaksakan saksi di luar sepengetahuannya. "Itu kan keterangan Ari Muladi. Dia kan belum diperiksa di sini. Penasihat hukum jangan dibenturkan dulu. Itu nanti," tandas Tjokorda.
Namun, pernyataan hakim ditentang Kaligis, yang membuat suasana sidang memanas. "Itu BAP penyelidikan, kenapa takut banget sih," tukas Kaligis. "Saya tidak takut," jawab hakim Tjokorda dengan nada sengit.
Febridiansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, dengan menggunakan BAP Bareskrim malah memperkuat adanya rekayasa yang dilakukan Anggodo. Pasalnya, BAP yang dimaksud penasihat hukum di antaranya BAP pertama Ari Muladi. Padahal oleh Ari Muladi, seperti kita ketahui keterangan dalam BAP pertama tersebut telah dicabut.
Kita sepakat, karena ini bukan forum diskusi atau forum DPR, tetapi forum pengadilan, BAP yang digunakan pembela Anggodo tidak sepatutnya digunakan. Pasalnya, BAP itu untuk perkara Bibit-Chandra bukan untuk perkara Anggodo. Seharusnya, BAP yang digunakan pembela untuk ditanyakan pada saksi berkaitan dengan segala keterangan dan perbuatan yang didakwakan pada Anggodo. Bukan perbuatan yang disangkakan pada Bibit-Chandra.
Satu hal lagi yang mengherankan, mengapa BAP hasil penyelidikan dan penyidikan dari Bareskrim begitu mudah didapat pengacara. Tentang hal ini, Kaligis seperti dikutip laman hukumonline.com berdalih bahwa berdasarkan pasal 113 KUHAP, BAP tidak termasuk rahasia yang tidak boleh dibuka sebelum perkaranya masuk ke pengadilan. (*)
Corner, 17 Juni
Penuntut umum KPK menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik KPK. Sedangkan penasihat hukum Anggodo memakai BAP hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Jadilah, persidangan tersebut menjadi ajang pertarungan dua BAP dari lembaga penegak hukum berbeda.
Akibatnya, berkali-kali Ketua Majelis Hakim untuk perkara ini Tjokorda Rai Suamba menegur tim penasihat hukum yang dipimpin oleh OC Kaligis, karena bertanya kepada para saksi menggunakan BAP tersebut. Tjokorda menilai apa yang ditanyakan penasihat hukum tidak ada relevansi dengan dakwaan Anggodo. Saking geramnya Tjokorda menegur kepada kedua pihak dengan nada tinggi, "Kita mau apakan persidangan ini."
Meski demikian, penasihat hukum Anggodo tetap mencecar Bibit dan Chandra menggunakan BAP Bareskrim. Sehingga, Bibit-Chandra selaku saksi lebih banyak menjawab tidak tahu atas pertanyaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa. Kedua pimpinan KPK ini menilai, pertanyaan tidak ada relevansi dengan perkara Anggodo.
Misal, pertanyaan apakah Bibit-Chandra mengetahui atas laporan siapakah pada Mabes Polri sehingga Bibit-Chandra akhirnya disangka memeras dan menyalahgunakan wewenang. "Kalau yang melapor saya tidak tahu, tapi yang merekayasa tahu," tukas Bibit menjawab pertanyaan Anggodo yang dalam persidangan kemarin tampak seksama menyimak kesaksian Bibit.
Terlontarnya jawaban tidak tahu dengan frekuensi cukup banyak dari kedua saksi tersebut diserang tim penasihat hukum. Namun hakim ketua Tjokorda seperti diberitakan koran ini kemarin mengingatkan penasihat hukum Anggodo tidak memaksakan saksi di luar sepengetahuannya. "Itu kan keterangan Ari Muladi. Dia kan belum diperiksa di sini. Penasihat hukum jangan dibenturkan dulu. Itu nanti," tandas Tjokorda.
Namun, pernyataan hakim ditentang Kaligis, yang membuat suasana sidang memanas. "Itu BAP penyelidikan, kenapa takut banget sih," tukas Kaligis. "Saya tidak takut," jawab hakim Tjokorda dengan nada sengit.
Febridiansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, dengan menggunakan BAP Bareskrim malah memperkuat adanya rekayasa yang dilakukan Anggodo. Pasalnya, BAP yang dimaksud penasihat hukum di antaranya BAP pertama Ari Muladi. Padahal oleh Ari Muladi, seperti kita ketahui keterangan dalam BAP pertama tersebut telah dicabut.
Kita sepakat, karena ini bukan forum diskusi atau forum DPR, tetapi forum pengadilan, BAP yang digunakan pembela Anggodo tidak sepatutnya digunakan. Pasalnya, BAP itu untuk perkara Bibit-Chandra bukan untuk perkara Anggodo. Seharusnya, BAP yang digunakan pembela untuk ditanyakan pada saksi berkaitan dengan segala keterangan dan perbuatan yang didakwakan pada Anggodo. Bukan perbuatan yang disangkakan pada Bibit-Chandra.
Satu hal lagi yang mengherankan, mengapa BAP hasil penyelidikan dan penyidikan dari Bareskrim begitu mudah didapat pengacara. Tentang hal ini, Kaligis seperti dikutip laman hukumonline.com berdalih bahwa berdasarkan pasal 113 KUHAP, BAP tidak termasuk rahasia yang tidak boleh dibuka sebelum perkaranya masuk ke pengadilan. (*)
Corner, 17 Juni
Jutaan WNI Jadi Korban Perbudakan
PERSOALAN Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terutama buruh migran yang mengais rezeki di luar negeri seperti tidak ada habisnya. Kasus yang menimpa para buruh migran di negeri jiran dari tahun ke tahun terus meningkat. Jutaan TKI yang sering disebut sebagai `pahlawan devisa' itu ternyata nasibnya tak seindah predikatnya. Mereka menjadi korban perdagangan manusia -- yang digolongkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai perbudakan moderen.
Seperti ditunjukkan dalam laporan tahunan yang disusun dan dirilis Departemen Luar Negeri Deplu Amerika Serikat (AS), Senin 14 Juni 2010 mengenai perdagangan manusia menyebutkan fakta yang mengejutkan bahwa 43 persen atau sekitar tiga juta warga Indonesia yang bekerja di mancanegara merupakan korban perbudakan modern (vivanews, 15/6).
Mengutip data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Migrant Care, tiap provinsi dari 33 provinsi di Indonesia merupakan tempat asal dan tujuan perdagangan manusia. Tempat asal yang paling signifikan adalah provinsi di Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
Sebuah LSM terkemuka lain, yang tidak disebut namanya, menyebutkan bahwa jumlah perempuan pekerja domestik (pembantu rumah tangga) asal Indonesia di Timur Tengah yang mengalami perkosaan mengalami peningkatan. Sedangkan menurut IOM (International Organization for Migration), perusahaan perekrutan tenaga kerja, baik legal maupun ilegal, bertanggung jawab atas lebih dari 50 persen perempuan pekerja Indonesia yang mengalami kondisi perdagangan manusia di negara tujuan.
Laporan tahunan ini kemudian menyoroti perusahaan penyalur tenaga kerja PJTKI, legal dan ilegal, yang membuat perempuan dan lelaki pekerja memiliki utang dan tercebur dalam situasi perdagangan manusia. "Penyalur tenaga kerja itu sering beroperasi di luar jalur hukum dengan kebebasan hukum, dan beberapa PJTKI memanfaatkan hubungan dengan pegawai pemerintahan atau kepolisian untuk menghindari hukuman," tulis laporan tersebut yang bisa diakses di laman Deplu AS.
Laporan tahunan yang dilansir Deplu AS tersebut semakin memperkuat fakta adanya ketidakadilan yang menimpa para TKI. Mereka berkontribusi besar pada pembangunan negara, tapi mereka tidak pernah menikmati hasilnya. Pengamat perburuhan Wahyu Susilo dalam wawancaranya dengan Perspektif, belum lama ini menyebutkan bahwa negara kita mendapat remiten dari TKI sebesar Rp 60 triliun per tahun, sementara alokasi untuk perlindungan TKI di APBN hanya Rp 25 miliar.
Fakta-fakta yang dilansir Deplu AS itu membuat kita semakin tercengang. Tindakan kekerasan yang terus menimpa para TKI disebabkan antara lain karena agen-agen yang nakal dan majikan yang tidak berperikemanusiaan. Arab Saudi adalah negara dengan peringkat tertinggi dengan kasus kekerasan terhadap TKI, hal ini disebabkan antara lain karena pekerja rumah tangga hanya dianggap sebagai properti belaka.
Kita juga perlu hati-hati terhadap para pelaku perdagangan manusia sekarang yang menggunakan beragam media jaringan sosial di internet untuk merekrut korban, terutama anak-anak, dengan tujuan menjebloskan mereka ke perdagangan seksual.
Untuk meminimalisir praktik-praktik perbudakan modern, maka diperlukan adanya reformasi sistem pengiriman tenaga kerja legal, terutama Undang-Undang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri tahun 2004. BNP2TKI juga diminta untuk mengurangi risiko perdagangan manusia yang dihadapi oleh para pekerja migran, menghukum agen-agen rekrutmen kriminal. Selain itu, pemerintah Indonesia juga diminta menyelesaikan Memorandum of Understanding (MOU) dengan Malaysia dan negara-negara lain yang menjadi tujuan pekerja domestik Indonesia. (*)
corner, 16 Juni
Seperti ditunjukkan dalam laporan tahunan yang disusun dan dirilis Departemen Luar Negeri Deplu Amerika Serikat (AS), Senin 14 Juni 2010 mengenai perdagangan manusia menyebutkan fakta yang mengejutkan bahwa 43 persen atau sekitar tiga juta warga Indonesia yang bekerja di mancanegara merupakan korban perbudakan modern (vivanews, 15/6).
Mengutip data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Migrant Care, tiap provinsi dari 33 provinsi di Indonesia merupakan tempat asal dan tujuan perdagangan manusia. Tempat asal yang paling signifikan adalah provinsi di Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
Sebuah LSM terkemuka lain, yang tidak disebut namanya, menyebutkan bahwa jumlah perempuan pekerja domestik (pembantu rumah tangga) asal Indonesia di Timur Tengah yang mengalami perkosaan mengalami peningkatan. Sedangkan menurut IOM (International Organization for Migration), perusahaan perekrutan tenaga kerja, baik legal maupun ilegal, bertanggung jawab atas lebih dari 50 persen perempuan pekerja Indonesia yang mengalami kondisi perdagangan manusia di negara tujuan.
Laporan tahunan ini kemudian menyoroti perusahaan penyalur tenaga kerja PJTKI, legal dan ilegal, yang membuat perempuan dan lelaki pekerja memiliki utang dan tercebur dalam situasi perdagangan manusia. "Penyalur tenaga kerja itu sering beroperasi di luar jalur hukum dengan kebebasan hukum, dan beberapa PJTKI memanfaatkan hubungan dengan pegawai pemerintahan atau kepolisian untuk menghindari hukuman," tulis laporan tersebut yang bisa diakses di laman Deplu AS.
Laporan tahunan yang dilansir Deplu AS tersebut semakin memperkuat fakta adanya ketidakadilan yang menimpa para TKI. Mereka berkontribusi besar pada pembangunan negara, tapi mereka tidak pernah menikmati hasilnya. Pengamat perburuhan Wahyu Susilo dalam wawancaranya dengan Perspektif, belum lama ini menyebutkan bahwa negara kita mendapat remiten dari TKI sebesar Rp 60 triliun per tahun, sementara alokasi untuk perlindungan TKI di APBN hanya Rp 25 miliar.
Fakta-fakta yang dilansir Deplu AS itu membuat kita semakin tercengang. Tindakan kekerasan yang terus menimpa para TKI disebabkan antara lain karena agen-agen yang nakal dan majikan yang tidak berperikemanusiaan. Arab Saudi adalah negara dengan peringkat tertinggi dengan kasus kekerasan terhadap TKI, hal ini disebabkan antara lain karena pekerja rumah tangga hanya dianggap sebagai properti belaka.
Kita juga perlu hati-hati terhadap para pelaku perdagangan manusia sekarang yang menggunakan beragam media jaringan sosial di internet untuk merekrut korban, terutama anak-anak, dengan tujuan menjebloskan mereka ke perdagangan seksual.
Untuk meminimalisir praktik-praktik perbudakan modern, maka diperlukan adanya reformasi sistem pengiriman tenaga kerja legal, terutama Undang-Undang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri tahun 2004. BNP2TKI juga diminta untuk mengurangi risiko perdagangan manusia yang dihadapi oleh para pekerja migran, menghukum agen-agen rekrutmen kriminal. Selain itu, pemerintah Indonesia juga diminta menyelesaikan Memorandum of Understanding (MOU) dengan Malaysia dan negara-negara lain yang menjadi tujuan pekerja domestik Indonesia. (*)
corner, 16 Juni
Kawal Penolakan Dana Aspirasi
RAPAT pimpinan DPR telah memutuskan menolak pembahasan usulan dana aspirasi daerah pemilihan (Dapil) Rp 15 miliar per anggota DPR. Begitu juga pemerintah, kalangan akademisi dan LSM pegiat antikorupsi serta publik telah menolak keras usulan tersebut. Meski demikian, Partai Golkar, sebagai penggasas tak patah semangat memaksakan kehendak inkonstitusionalnya untuk menggolkan dana aspirasi dengan beragam macam topeng pengelabuan.
Ka.li ini Golkar ganti mengusulkan permintaan dana aspirasi ke pemerintah dengan membagi rata anggaran Rp 1 miliar per desa. Dengan jumlah desa/kelurahan di Indonesia mencapai untuk 73 ribu berarti akan menggerus APBN Rp73 triliun pertahun. Meski baru sebatas wacana, usulan yang mengatasnamakan aspirasi rakyat ini pun patut dicurigai. Sebab, usulan ini semakin menyebabkan terjadinya ketimpangan antardesa.
Meskipun usulan kedua dana aspirasi kemungkinan mentok, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta semua pihak mengantisipasi munculnya usulan sejenis. Sebab, menurut Yuna Farhan, Sekjen Forum tersebut, ini bukan kali pertama `dosa' anggota DPR berkaitan dengan penggunaan anggaran. Untuk seremoni pelantikan, DPR menghabiskan duit negara sebesar Rp28 miliar. Belum lagi biaya kunjungan ke luar negeri yang mencapai Rp122 miliar.
Ketika menjalankan fungsinya, DPR juga menggerus pundi negara. Fungsi legislasi misalnya. Pembahasan satu RUU bisa menghabiskan duit Rp8,4 miliar. Miliaran rupiah dipakai untuk merenovasi kompleks perumahan anggota DPR di Kalibata, kemudian meminta dana Rp 1,8 triliun untuk membangun DPR menggantikan gedung DPR yang 'miring', lalu muncul usulan dana aspirasi total Rp8,4 triliun per tahun, dan terakhir meminta dana untuk desa Rp 73 triliun..
Jika dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR lolos dalam APBN Perubahan 2011, maka Golkar yang paling banyak diuntungkan. Sebab meski hanya berada di posisi kedua pada Pemilu 2009, Golkar memenangi suara terbanyak di 15 provinsi. Golkar secara massif akan dapat memperluas basis konstituennya dengan penggelontoran dana aspirasi pada lebih banyak daerah ketimbang partai lainnya. Bisa diprediksi, 2014 akan menjadi magnet bagi Golkar karena dianggap berhasil merealisasikan aspirasi secara luas.
Tjipta Lesmana, Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan menilai, dana aspirasi ngawur karena bersifat inskontitusional, yakni bertabrakan dengan jiwa UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan, dan ngaco karena sarat akan praktik korupsi untuk kocek partai/politisi.
Koran ini setuju bahwa penyaluran dana aspirasi rawan untuk 'dimainkan', karena menjadi mudah digunakan untuk kampanye pribadi terselubung ataupun terang-terangan untuk melanggengkan status quo anggota DPR, sebagai sarana politik untuk mengamankan posisinya untuk pemilu berikutnya. Dana aspirasi bisa menjadi dana KKN politik yang hanya diberikan kepada keluarga atau pendukung si politisi.
Karena itu, meskipun rapat pimpinan DPR telah menolak usulan pembahasan dana aspirasi yang diusung Golkar, namun mengingat masih panjangnya pembahasan APBN 2011 (sampai dengan November), seluruh elemen rakyat harus terus waspada dan mengawal agar wacana manipulasi 'politik uang' ini benar-benar tidak masuk pembahasan panja RAPBN 2011.
Politisi DPR harusnya mau belajar dari sejawatnya di DPRD berbagai daerah yang akhirnya banyak masuk bui, ketika melakukan korupsi kolektif dengan memanipulasi peraturan daerah. Menjadi tugas kita bersama untuk memastikan wakil rakyat kita tidak menyalahgunakan
kekuasaan dengan melanggar prinsip-prinsip keadilan dan hukum di negeri ini. (*)
Corner 12 Juni
Ka.li ini Golkar ganti mengusulkan permintaan dana aspirasi ke pemerintah dengan membagi rata anggaran Rp 1 miliar per desa. Dengan jumlah desa/kelurahan di Indonesia mencapai untuk 73 ribu berarti akan menggerus APBN Rp73 triliun pertahun. Meski baru sebatas wacana, usulan yang mengatasnamakan aspirasi rakyat ini pun patut dicurigai. Sebab, usulan ini semakin menyebabkan terjadinya ketimpangan antardesa.
Meskipun usulan kedua dana aspirasi kemungkinan mentok, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta semua pihak mengantisipasi munculnya usulan sejenis. Sebab, menurut Yuna Farhan, Sekjen Forum tersebut, ini bukan kali pertama `dosa' anggota DPR berkaitan dengan penggunaan anggaran. Untuk seremoni pelantikan, DPR menghabiskan duit negara sebesar Rp28 miliar. Belum lagi biaya kunjungan ke luar negeri yang mencapai Rp122 miliar.
Ketika menjalankan fungsinya, DPR juga menggerus pundi negara. Fungsi legislasi misalnya. Pembahasan satu RUU bisa menghabiskan duit Rp8,4 miliar. Miliaran rupiah dipakai untuk merenovasi kompleks perumahan anggota DPR di Kalibata, kemudian meminta dana Rp 1,8 triliun untuk membangun DPR menggantikan gedung DPR yang 'miring', lalu muncul usulan dana aspirasi total Rp8,4 triliun per tahun, dan terakhir meminta dana untuk desa Rp 73 triliun..
Jika dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR lolos dalam APBN Perubahan 2011, maka Golkar yang paling banyak diuntungkan. Sebab meski hanya berada di posisi kedua pada Pemilu 2009, Golkar memenangi suara terbanyak di 15 provinsi. Golkar secara massif akan dapat memperluas basis konstituennya dengan penggelontoran dana aspirasi pada lebih banyak daerah ketimbang partai lainnya. Bisa diprediksi, 2014 akan menjadi magnet bagi Golkar karena dianggap berhasil merealisasikan aspirasi secara luas.
Tjipta Lesmana, Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan menilai, dana aspirasi ngawur karena bersifat inskontitusional, yakni bertabrakan dengan jiwa UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan, dan ngaco karena sarat akan praktik korupsi untuk kocek partai/politisi.
Koran ini setuju bahwa penyaluran dana aspirasi rawan untuk 'dimainkan', karena menjadi mudah digunakan untuk kampanye pribadi terselubung ataupun terang-terangan untuk melanggengkan status quo anggota DPR, sebagai sarana politik untuk mengamankan posisinya untuk pemilu berikutnya. Dana aspirasi bisa menjadi dana KKN politik yang hanya diberikan kepada keluarga atau pendukung si politisi.
Karena itu, meskipun rapat pimpinan DPR telah menolak usulan pembahasan dana aspirasi yang diusung Golkar, namun mengingat masih panjangnya pembahasan APBN 2011 (sampai dengan November), seluruh elemen rakyat harus terus waspada dan mengawal agar wacana manipulasi 'politik uang' ini benar-benar tidak masuk pembahasan panja RAPBN 2011.
Politisi DPR harusnya mau belajar dari sejawatnya di DPRD berbagai daerah yang akhirnya banyak masuk bui, ketika melakukan korupsi kolektif dengan memanipulasi peraturan daerah. Menjadi tugas kita bersama untuk memastikan wakil rakyat kita tidak menyalahgunakan
kekuasaan dengan melanggar prinsip-prinsip keadilan dan hukum di negeri ini. (*)
Corner 12 Juni
BPR di Batam Tumbuh Kinclong
PERKEMBANGAN Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Batam menunjukkan pertumbuhan yang kinclong. Pertumbuhan ini antara lain terlibat dari indikator bertambahnya jumlah BPR, aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dalam satu bulan terakhir saja sudah bertambah dua BPR, yakni BPR Dana Central Mulia di Komplek Taman Kota Baloi Blok E No. 8-9 Batam yang diresmikan 9 Juni, dan kantor cabang ketiga BPR Dana Nusantara di Ruko KDA Junction Blok D No.1 Batam Centre yang mulai dioperasikan 18 Mei 2010.
Bahkan dalam perkembangan terakhir, pertumbuhan BPR di Kepri menurut Kepala Kantor Bank Indonesia (KBI) Batam, Elang Tripratomo, di sela-sela peresmian BPR Dana Central Mulia, justru lebih baik dibandingkan bank umum. Pertumbuhan BPR mencapai 19,65 persen sedangkan pertumbuhan bank umum minus 0,55 persen. Artinya, daya saing BPR dalam mengembangkan usahanya sangat bagus.
Dengan bertambahnya dua BPR tersebut total BPR yang sudah beroperasi di Kepri sebanyak 37 unit, hanya 10 unit di antaranya berada di luar Batam. Dari pengawasan yang dilakukan KBI sejauh ini belum ada satupun BPR yang disimpulkan berstatus tidak sehat.
Dilihat dari posisi per April 2010 pertumbuhan BPR di Kepri mencapai 24% meskipun konsekuensinya mengalami peningkatan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari sebesar 0,37% menjadi 1,27% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Dalam periode sama, aset BPR di Kepri juga mengalami pertumbuhan dari Rp 1,5 triliun menjadi 1,8 triliun, atau meningkat lebih dari Rp297 miliar.
Mengutip kajian ekonomi regional Provinsi Kepri triwulan I yang dilakukan KBI, perkembangan yang lebih signifikan terutama BPR Syariah. Pada triwulan pertama 2010, pertumbuhan aset BPRS meningkat dari 31,13% menjadi 38,95%. Demikian pula pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan BPRS meningkat dari 30,09% menjadi 46,79% atau sebesar Rp29,78 miliar.
Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR konvensional di Kepri merupakan kredit konsumsi, yakni untuk membiayai kendaraan bermotor. Pangsa kredit konsumsi ini mencapai 63,09% dari total kredit, sedangkan sisanya merupakan kredit modal kerja dan investasi, masing-masing sebesar 28,64% dan 8,27%.
Bila BPR lainnya, lebih memprioritaskan pada kredit konsumsi, maka BPR Dana Central Mulia memberi alternatif pembiayaan pada kredit modal kerja. BPR milik mantan Ketua REI Batam, Mulia Permadi ini lebih membidik sektor properti dan usaha dukungannya, disamping produk utama seperti produk tabungan dan kredit kendaraan bermotor. Khusus untuk usaha tersebut, di antaranya bergerak bidang pembuatan batako, kusen, teralis, dan lainnya yang berkaitan dengan bidang properti.
Pesatnya pertumbuhan BPR di Batam ini menunjukkan geliat positif pertumbuhan perekonomian di Batam, tapi di sisi lain untuk mencegah terjadinya kanibalisme, maka perlu dibatasi. Karena itu KBI Batam mengeluarkan kebijakan membatasi pertumbuhan BPR di kota itu hanya sebanyak 30 bank hingga akhir tahun ini, kecuali untuk kabupaten/kota di luar Batam masih terbuka.
Di tengah rimba persaingan ketat di pasar BPR di Batam, untuk bisa menjadi yang terbaik dan makin dilirik masyarakat, maka beberapa hal yang harus dibenahi oleh BPR adalah menjaga likuiditas sehingga jika ada pengetatan secara mendadak masih bisa bertahan, mempertahankan tingkat laba dengan margin yang tetap tebal, dan terus menjaga efisiensi. Tak kalah pentingnya memperbaiki terus kualitas kredit, jangan sampai terjadi pembiaran NPL yang tak terkontrol. (*)
Corner, 11 Juni
Bahkan dalam perkembangan terakhir, pertumbuhan BPR di Kepri menurut Kepala Kantor Bank Indonesia (KBI) Batam, Elang Tripratomo, di sela-sela peresmian BPR Dana Central Mulia, justru lebih baik dibandingkan bank umum. Pertumbuhan BPR mencapai 19,65 persen sedangkan pertumbuhan bank umum minus 0,55 persen. Artinya, daya saing BPR dalam mengembangkan usahanya sangat bagus.
Dengan bertambahnya dua BPR tersebut total BPR yang sudah beroperasi di Kepri sebanyak 37 unit, hanya 10 unit di antaranya berada di luar Batam. Dari pengawasan yang dilakukan KBI sejauh ini belum ada satupun BPR yang disimpulkan berstatus tidak sehat.
Dilihat dari posisi per April 2010 pertumbuhan BPR di Kepri mencapai 24% meskipun konsekuensinya mengalami peningkatan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari sebesar 0,37% menjadi 1,27% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Dalam periode sama, aset BPR di Kepri juga mengalami pertumbuhan dari Rp 1,5 triliun menjadi 1,8 triliun, atau meningkat lebih dari Rp297 miliar.
Mengutip kajian ekonomi regional Provinsi Kepri triwulan I yang dilakukan KBI, perkembangan yang lebih signifikan terutama BPR Syariah. Pada triwulan pertama 2010, pertumbuhan aset BPRS meningkat dari 31,13% menjadi 38,95%. Demikian pula pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan BPRS meningkat dari 30,09% menjadi 46,79% atau sebesar Rp29,78 miliar.
Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR konvensional di Kepri merupakan kredit konsumsi, yakni untuk membiayai kendaraan bermotor. Pangsa kredit konsumsi ini mencapai 63,09% dari total kredit, sedangkan sisanya merupakan kredit modal kerja dan investasi, masing-masing sebesar 28,64% dan 8,27%.
Bila BPR lainnya, lebih memprioritaskan pada kredit konsumsi, maka BPR Dana Central Mulia memberi alternatif pembiayaan pada kredit modal kerja. BPR milik mantan Ketua REI Batam, Mulia Permadi ini lebih membidik sektor properti dan usaha dukungannya, disamping produk utama seperti produk tabungan dan kredit kendaraan bermotor. Khusus untuk usaha tersebut, di antaranya bergerak bidang pembuatan batako, kusen, teralis, dan lainnya yang berkaitan dengan bidang properti.
Pesatnya pertumbuhan BPR di Batam ini menunjukkan geliat positif pertumbuhan perekonomian di Batam, tapi di sisi lain untuk mencegah terjadinya kanibalisme, maka perlu dibatasi. Karena itu KBI Batam mengeluarkan kebijakan membatasi pertumbuhan BPR di kota itu hanya sebanyak 30 bank hingga akhir tahun ini, kecuali untuk kabupaten/kota di luar Batam masih terbuka.
Di tengah rimba persaingan ketat di pasar BPR di Batam, untuk bisa menjadi yang terbaik dan makin dilirik masyarakat, maka beberapa hal yang harus dibenahi oleh BPR adalah menjaga likuiditas sehingga jika ada pengetatan secara mendadak masih bisa bertahan, mempertahankan tingkat laba dengan margin yang tetap tebal, dan terus menjaga efisiensi. Tak kalah pentingnya memperbaiki terus kualitas kredit, jangan sampai terjadi pembiaran NPL yang tak terkontrol. (*)
Corner, 11 Juni
Lindungi Anak dari Video 'Ariel'
BEREDARNYA dua video porno yang diperankan artis papan atas mirip Luna Maya-Ariel Peterpan, dan mirip Cut Tari-Ariel telah meresahkan masyarakat. Apalagi kabar yang berhembus, tidak hanya dua selebriti cantik itu saja yang menjadi korban atas tayangan porno tersebut, masih ada 32 artis perempuan lainnya yang disinyalir melakukan adegan syur di ranjang bersama vokalis Peterpan berwajah ganteng yang memiliki nama asli Nazriel Ilham tersebut.
Keresahan muncul setelah beberapa hari terakhir ini rekaman video porno ini tak hanya menyebar cepat merata di seluruh Indonesia lewat internet, akan tetapi juga menyebar melalui ponsel-ponsel lewat mekanisme bluetooth. Publik mulai keranjingan dengan berita video tersebut dan berebut untuk segera mengunduh video yang tersebar di jagad dunia maya itu, tak terkecuali anak sekolah yang rentan. Karena itu, Bareskrim Polri, seperti diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi, merasa perlu menangani kasus video esek-esek yang meresahkan itu.
Apalagi, video mesum 'dahsyat' tiga artis tersebut konon sudah beredar dalam bentuk CD di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, termasuk Batam. Tempat-tempat yang diyakini menjadi titik peredaran VCD Porno adalah Glodok dan Mangga Dua di Kawasan Jakarta Barat. Dikabarkan VCD mesum 'Ariel' dengan perempuan mirip Luna Maya, dan Cut Tari sudah dipasarkan dengan harga yang menjulang tinggi, Rp 200 ribu per keping.
Beberapa tokoh pun menunjukkan keprihatinannya yang dalam atas beredarnya video esek-esek mirip Ariel tersebut. Antara lain Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Negara Peranan Wanita Linda Agum Gumelar, Komnas Perempuan, Ketua PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin, Wakil Walikota Batam Ria Saptarika..
Mereka mengkhawatirkan dampak negatif peredaran video porno 'Ariel' terhadap perilaku anak dan remaja. Sebab apa yang ditampilkan dalam video porno tersebut rawan ditiru. Apalagi, sebut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, jika pemeran video tersebut idola anak dan remaja. Mereka jadi serba mencari tahu dan ingin meniru idolanya.
Sebab anak dan remaja yang sedang mencari jati dirinya cenderung akan meniru idolanya dan meniru kelompok sebayanya. Secara tidak langsung, anak dan remaja yang menonton video tersebut diajarkan untuk melakukan perbuatan seksual seperti apa yang disaksikan mereka di dalam video tersebut. Sebagai peniru ulung anak dan remaja akan mencari jati diri dengan meniru
Karena itu, demi mencegah terjadinya ekses negatif, terutama melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh negatif beredarnya video mesum mirip vokalis grup band Peterpan, Ariel dengan dua artis cantik tersebut, maka diperlukan adanya beberapa tindakan. Antara lain kita mendukung niat pihak kepolisian yang akan melakukan razia terhadap peredaran video panas tersebut.
Mengingat video mesum tersebut mudah menyebar ke mana-mana melalui berbagai jenis teknologi, seperti Internet, tukar-menukar dokumen via telepon genggam, dan sebagainya, maka ada baiknya pihak sekolah melakukan razia handphone milik siswa untuk memastikan ada tidaknya konten video porno Ariel di telepon seluler mereka, seperti diusulkan oleh Wakil Walikota Batam Ria Saptarika.
Selain itu, media massa hendaknya tidak menampilkan potongan adegan dalam video mesum tersebut, meskipun sudah diblur atau diburamkan gambarnya. Kita mendukung langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memberikan peringatan kepada seluruh lembaga penyiaran televisi terkait siaran berita dan infotainment video seks yang diduga melibatkan artis dan orang terkenal. Informasi tetap dapat disampaikan tanpa harus menayangkan adegan mesum yang ada di dalam video tersebut. (*)
Corner, 10 Juni
Keresahan muncul setelah beberapa hari terakhir ini rekaman video porno ini tak hanya menyebar cepat merata di seluruh Indonesia lewat internet, akan tetapi juga menyebar melalui ponsel-ponsel lewat mekanisme bluetooth. Publik mulai keranjingan dengan berita video tersebut dan berebut untuk segera mengunduh video yang tersebar di jagad dunia maya itu, tak terkecuali anak sekolah yang rentan. Karena itu, Bareskrim Polri, seperti diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi, merasa perlu menangani kasus video esek-esek yang meresahkan itu.
Apalagi, video mesum 'dahsyat' tiga artis tersebut konon sudah beredar dalam bentuk CD di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, termasuk Batam. Tempat-tempat yang diyakini menjadi titik peredaran VCD Porno adalah Glodok dan Mangga Dua di Kawasan Jakarta Barat. Dikabarkan VCD mesum 'Ariel' dengan perempuan mirip Luna Maya, dan Cut Tari sudah dipasarkan dengan harga yang menjulang tinggi, Rp 200 ribu per keping.
Beberapa tokoh pun menunjukkan keprihatinannya yang dalam atas beredarnya video esek-esek mirip Ariel tersebut. Antara lain Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Negara Peranan Wanita Linda Agum Gumelar, Komnas Perempuan, Ketua PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin, Wakil Walikota Batam Ria Saptarika..
Mereka mengkhawatirkan dampak negatif peredaran video porno 'Ariel' terhadap perilaku anak dan remaja. Sebab apa yang ditampilkan dalam video porno tersebut rawan ditiru. Apalagi, sebut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, jika pemeran video tersebut idola anak dan remaja. Mereka jadi serba mencari tahu dan ingin meniru idolanya.
Sebab anak dan remaja yang sedang mencari jati dirinya cenderung akan meniru idolanya dan meniru kelompok sebayanya. Secara tidak langsung, anak dan remaja yang menonton video tersebut diajarkan untuk melakukan perbuatan seksual seperti apa yang disaksikan mereka di dalam video tersebut. Sebagai peniru ulung anak dan remaja akan mencari jati diri dengan meniru
Karena itu, demi mencegah terjadinya ekses negatif, terutama melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh negatif beredarnya video mesum mirip vokalis grup band Peterpan, Ariel dengan dua artis cantik tersebut, maka diperlukan adanya beberapa tindakan. Antara lain kita mendukung niat pihak kepolisian yang akan melakukan razia terhadap peredaran video panas tersebut.
Mengingat video mesum tersebut mudah menyebar ke mana-mana melalui berbagai jenis teknologi, seperti Internet, tukar-menukar dokumen via telepon genggam, dan sebagainya, maka ada baiknya pihak sekolah melakukan razia handphone milik siswa untuk memastikan ada tidaknya konten video porno Ariel di telepon seluler mereka, seperti diusulkan oleh Wakil Walikota Batam Ria Saptarika.
Selain itu, media massa hendaknya tidak menampilkan potongan adegan dalam video mesum tersebut, meskipun sudah diblur atau diburamkan gambarnya. Kita mendukung langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memberikan peringatan kepada seluruh lembaga penyiaran televisi terkait siaran berita dan infotainment video seks yang diduga melibatkan artis dan orang terkenal. Informasi tetap dapat disampaikan tanpa harus menayangkan adegan mesum yang ada di dalam video tersebut. (*)
Corner, 10 Juni
Pengusaha Batam Terancam
PENGUSAHA di Batam kini dihadapkan pada situasi sulit. Pada saat mereka masih dipusingkan oleh dampak kenaikan tarif air bersih PT Adhya Tirta Batam rata-rata sebesar 18 persen sejak 1 Mei 2010, dan rencana kenaikan tarif listrik PT PLN Batam mulai Juli 2010 yang besaran prosentasenya masih dalam pembahasan, kini mereka kembali merasa resah.
Keresahan tersebut dipicu oleh rencana kenaikan pajak yang diajukan Pemko Batam yang didasari pada perubahan Perda mengenai pendapatan daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009. Usulan kenaikan tersebut telah diajukan Pemko Batam melalui Dispenda ke DPRD kota Batam untuk dibahas dalam Rancangan Perda (Ranperda) 2011.
Mengacu pada UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Pemda dimungkinkan mengajukan kenaikan rencana pajak daerah (RPD) pada kisaran sampai maksimal 35 persen. Bahkan ada yang RPD sampai 75 persen. Yang membuat pengusaha keberatan, Pemko Batam berencana menaikkan pajak pada kisaran maksimal yang diperbolehkan, yakni rata-rata 35 persen.
Para pengusaha Batam yang tergabung dalam beberapa asosiasi pun menyampaikan uneg- unegnya kepada pers di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Selasa (8/6).
"Ini (kenaikan pajak sampai 35 persen-red) tidak masuk akal. Kalau Ranperda ini disahkan maka kita sepakat akan tutup usaha. Kita minta DPRD hentikan saja pembahasan Ranperda tentang pajak dan bubarkan saja Pansus, kami para pengusaha sepakat tidak akan menghadiri pembahasan tersebut. Kita juga akan segera menyampaikan surat keberatan pada Wako Batam, dan akan membuat pernyataan sikap, cetus Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya.
Apalagi, tambah Cahya yang juga bos pengembang PT Arsikon itu, pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Batam hanya 0-1 persen. Hal ini jauh di bawah pertumbuhan tahun 2008 yakni di atas 7 persen. Tiba-tiba disaat pertumbuhan ekonomi di kota ini belum pulih pemerintah malah berinisiatif menaikkan pajak-pajak daerah. Ini bukan saat yang tepat disaat TDL listrik dan air juga naik. Ini akan menimbulkan efek lebih luas di berbagai aspek.
Para pengusaha bisnis hiburan yang tergabung dalam Asosiasi Jasa Hiburan Barelang (AJHIB) juga mengaku terpukul dengan rencana kenaikan pajak tersebut. Menurut Ketua AJHIB, Gembira Ginting selama ini ada 160 badan usaha yang masuk asosiasi AJHIB.
Sejak tahun 2004, sekitar 60 persen dari anggota sudah mengeluh mengenai pajak hiburan yang besarnya 15 persen, bahkan berdampak total seperempat dari anggota sudah tutup total saat ini. Apalagi dengan pungutan 75 persen, ini sangat jauh melambung sekitar 400 persen dari pajak sebelumnya.
Sementara perwakilan dari Persatuan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), Rina menuturkan, saat ini tingkat hunian hotel di Batam rata-rata hanya 50 persen. Ia menilai dengan rencana kenaikan pajak hiburan seperti diskotek, karaoke, klab malam, yang sudah jadi bagian dari fasilitas hotel, maka akan ada penurunan okupansi atau tingkat hunian hotel Karena tujuan orang menginap di hotel tidak hanya makan dan tidur, tetapi juga akan menikmati hiburan disana.
Karena itu, bila tidak ingin pengusaha di Batam limbung karena tercekik oleh rencana kenaikan pajak daerah tersebut, maka ada baiknya rencana kenaikan pajak tersebut ditinjau kembali. Surat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi No 188.34/17/SJ perihal Penataan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang ditujukan kepada para gubernur, bupati/walikota, tertanggal 5 Januari 2010 bisa dijadikan sebagai rujukan.
Di dalam surat mendagri antara lain mengingatkan Perda tentang PDRD yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum, membuat ekonomi biaya tinggi, menghambat peningkatan iklim investasi di daerah serta materi muatannya tidak termasuksecara limitatif diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang PDRD segera dihentikan pelaksanaannya dan dicabut. (ahmad suroso)
Corner, 9 Juni
Keresahan tersebut dipicu oleh rencana kenaikan pajak yang diajukan Pemko Batam yang didasari pada perubahan Perda mengenai pendapatan daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009. Usulan kenaikan tersebut telah diajukan Pemko Batam melalui Dispenda ke DPRD kota Batam untuk dibahas dalam Rancangan Perda (Ranperda) 2011.
Mengacu pada UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Pemda dimungkinkan mengajukan kenaikan rencana pajak daerah (RPD) pada kisaran sampai maksimal 35 persen. Bahkan ada yang RPD sampai 75 persen. Yang membuat pengusaha keberatan, Pemko Batam berencana menaikkan pajak pada kisaran maksimal yang diperbolehkan, yakni rata-rata 35 persen.
Para pengusaha Batam yang tergabung dalam beberapa asosiasi pun menyampaikan uneg- unegnya kepada pers di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Selasa (8/6).
"Ini (kenaikan pajak sampai 35 persen-red) tidak masuk akal. Kalau Ranperda ini disahkan maka kita sepakat akan tutup usaha. Kita minta DPRD hentikan saja pembahasan Ranperda tentang pajak dan bubarkan saja Pansus, kami para pengusaha sepakat tidak akan menghadiri pembahasan tersebut. Kita juga akan segera menyampaikan surat keberatan pada Wako Batam, dan akan membuat pernyataan sikap, cetus Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya.
Apalagi, tambah Cahya yang juga bos pengembang PT Arsikon itu, pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Batam hanya 0-1 persen. Hal ini jauh di bawah pertumbuhan tahun 2008 yakni di atas 7 persen. Tiba-tiba disaat pertumbuhan ekonomi di kota ini belum pulih pemerintah malah berinisiatif menaikkan pajak-pajak daerah. Ini bukan saat yang tepat disaat TDL listrik dan air juga naik. Ini akan menimbulkan efek lebih luas di berbagai aspek.
Para pengusaha bisnis hiburan yang tergabung dalam Asosiasi Jasa Hiburan Barelang (AJHIB) juga mengaku terpukul dengan rencana kenaikan pajak tersebut. Menurut Ketua AJHIB, Gembira Ginting selama ini ada 160 badan usaha yang masuk asosiasi AJHIB.
Sejak tahun 2004, sekitar 60 persen dari anggota sudah mengeluh mengenai pajak hiburan yang besarnya 15 persen, bahkan berdampak total seperempat dari anggota sudah tutup total saat ini. Apalagi dengan pungutan 75 persen, ini sangat jauh melambung sekitar 400 persen dari pajak sebelumnya.
Sementara perwakilan dari Persatuan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), Rina menuturkan, saat ini tingkat hunian hotel di Batam rata-rata hanya 50 persen. Ia menilai dengan rencana kenaikan pajak hiburan seperti diskotek, karaoke, klab malam, yang sudah jadi bagian dari fasilitas hotel, maka akan ada penurunan okupansi atau tingkat hunian hotel Karena tujuan orang menginap di hotel tidak hanya makan dan tidur, tetapi juga akan menikmati hiburan disana.
Karena itu, bila tidak ingin pengusaha di Batam limbung karena tercekik oleh rencana kenaikan pajak daerah tersebut, maka ada baiknya rencana kenaikan pajak tersebut ditinjau kembali. Surat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi No 188.34/17/SJ perihal Penataan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang ditujukan kepada para gubernur, bupati/walikota, tertanggal 5 Januari 2010 bisa dijadikan sebagai rujukan.
Di dalam surat mendagri antara lain mengingatkan Perda tentang PDRD yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum, membuat ekonomi biaya tinggi, menghambat peningkatan iklim investasi di daerah serta materi muatannya tidak termasuksecara limitatif diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang PDRD segera dihentikan pelaksanaannya dan dicabut. (ahmad suroso)
Corner, 9 Juni
Legalisasi Kejahatan Dana Dapil
TERONG, bocah dalam tokoh Kartun Timun di harian Kompas, Minggu (6/6) merengek pada emaknya, "Sekolah baru, Terong perlu sepeda baru, sepatu baru! Perlu HP Baru!, perlu tas baru!, Perlu meja belajar baru, dan yang paling penting dan perlu, Terong perlu jatah uang jajan baru!!!
"Kamu memang berbakat jadi anggota DPR....," tukas emaknya.
Sebaliknya tokoh kartu Sukribo justru mencoba menenteramkan hati emaknya yang lagi uring- uringan sambil membanting koran. "Lho mak, korannya kok dihancurin...mak sabar". "Sebel sebeeel...bensin mau dinaikin lagi...trus kita ini mau makan apa...DPR juga pada ngapain, minta duit sampe milyaran...dasar".
Obrolan bernada kritik dan menggelitik dalam kartun Timun dan Sukribo yang hadir setiap Minggu di koran nasional itu pas untuk menggambarkan bagaimana perilaku sebagian politisi di DPR belakangan ini yang membuat publik dan pengamat geregetan dan bingung.
Belum lagi selesai satu wacana ingin menguras uang negara Rp 1,8 triliun lewat renovasi gedung miring, sekarang DPR meminta dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR pada APBN 2011. Jika gagasan itu benar-benar dieksekusi, maka total anggaran Rp 8,4 triliun terpaksa mengalir demi memenuhi keinginan sebagian anggota DPR dengan dalih pemerataan di dapil masing-masing.
LSM dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Center (IBC), Then Inisiatif-Indonesia Parliement Center (IPC) dan Tranparency International Indonesia (TII) melihat gagasan ini sebagai upaya melegitimasi kejahatan perampokan keuangan negara.
Ini, kata peneliti ICW, Abdullah Dahlan di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (6/6) kamuflase DPR saja, bilang untuk dana aspirasi. Ini legalisasi perampokan. Kalau anggota DPR kemarin pada korupsi, sekarang pakai cara dana aspirasi. Siapa yang bisa mengontrol uang itu. LSM tersebut tak melihat alasan yuridis yang bisa membenarkan gagasan dana aspirasi Rp 15 miliar. Seperti sudah ditulis di Tribun Corner edisi Kamis (3/6) lalu, gagasan itu melanggar beberapa Undang- Undang sekaligus dan konstitusi.
LSM-LSM tersebut melihat gagasan yang digelontorkan Partai Golkar ini demi menjaga popularitas dan basis konstituen mereka di dapilnya masing-masing. Padahal, gaji besar anggota DPR yang periode ini naik hampir dua kali lipat, sejumlah tunjangan, dana aspirasi, dana kunjungan kerja, dana reses, dan dana bantuan parpol, sudah cukup menguras anggaran negara.
Anehnya, ketika ada koleganya di DPR mengingatkan, jangankan diimplementasikan (dana dapil Rp 15 miliar), dipikirkan saja sudah sebuah kejahatan karena akan banyak kerusakan yang ditimbulkan, dengan entengnya Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar seperti dikutip pers Minggu (6/6) bilang, "Kalau dikatakan kejahatan dan dosa, apakah membela kepentingan rakyat dosa? Saya rela berdosa asal rakyat lebih sejahtera".
Secara akal sehat kita sependapat, usulan anggota DPR ini memang layak ditolak. Sebab usuan yang terkesan mengada-ada itu dari segi konstitusi sudah menyalahi kodratnya. Dengan mengurusi dan melaksanakan anggaran berarti sudah mengambil pekerjaan eksekutif.
Idealnya, jika ingin menjaga basis konstituen seharusnya menggunakan anggaran sendiri, bukan minta ke APBN. Bila dipaksakan, dan pemerintah menuruti, ini dinilai merupakan perampokan uang negara dengan cara yang (seolah-olah) legal. Permintaan uang dari APBN yang dikumpulkan dari pajak rakyat ini hanya sebagai langkah agar mereka bisa terpilih kembali. Seolah-olah mereka Robin Hood.
Tak salah bila mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr A Syafi’i Ma’arif mengutip seorang jenderal temannya bahwa politisi sekarang itu bermental lele, makin keruh keadaan, makin banyak makannya. Inilah gejala dari kultur politik yang kumuh, di mana pragmatisme dan hedonisme yang merajai. Para politisi hanya memperjuangkan golongan dan kepentingan jangka pendek. Ia menyoroti praktik politik uang yang hampir merata dan vulgar. Wallahu a'am. (*)
Corner, 7 Juni
"Kamu memang berbakat jadi anggota DPR....," tukas emaknya.
Sebaliknya tokoh kartu Sukribo justru mencoba menenteramkan hati emaknya yang lagi uring- uringan sambil membanting koran. "Lho mak, korannya kok dihancurin...mak sabar". "Sebel sebeeel...bensin mau dinaikin lagi...trus kita ini mau makan apa...DPR juga pada ngapain, minta duit sampe milyaran...dasar".
Obrolan bernada kritik dan menggelitik dalam kartun Timun dan Sukribo yang hadir setiap Minggu di koran nasional itu pas untuk menggambarkan bagaimana perilaku sebagian politisi di DPR belakangan ini yang membuat publik dan pengamat geregetan dan bingung.
Belum lagi selesai satu wacana ingin menguras uang negara Rp 1,8 triliun lewat renovasi gedung miring, sekarang DPR meminta dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR pada APBN 2011. Jika gagasan itu benar-benar dieksekusi, maka total anggaran Rp 8,4 triliun terpaksa mengalir demi memenuhi keinginan sebagian anggota DPR dengan dalih pemerataan di dapil masing-masing.
LSM dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Center (IBC), Then Inisiatif-Indonesia Parliement Center (IPC) dan Tranparency International Indonesia (TII) melihat gagasan ini sebagai upaya melegitimasi kejahatan perampokan keuangan negara.
Ini, kata peneliti ICW, Abdullah Dahlan di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (6/6) kamuflase DPR saja, bilang untuk dana aspirasi. Ini legalisasi perampokan. Kalau anggota DPR kemarin pada korupsi, sekarang pakai cara dana aspirasi. Siapa yang bisa mengontrol uang itu. LSM tersebut tak melihat alasan yuridis yang bisa membenarkan gagasan dana aspirasi Rp 15 miliar. Seperti sudah ditulis di Tribun Corner edisi Kamis (3/6) lalu, gagasan itu melanggar beberapa Undang- Undang sekaligus dan konstitusi.
LSM-LSM tersebut melihat gagasan yang digelontorkan Partai Golkar ini demi menjaga popularitas dan basis konstituen mereka di dapilnya masing-masing. Padahal, gaji besar anggota DPR yang periode ini naik hampir dua kali lipat, sejumlah tunjangan, dana aspirasi, dana kunjungan kerja, dana reses, dan dana bantuan parpol, sudah cukup menguras anggaran negara.
Anehnya, ketika ada koleganya di DPR mengingatkan, jangankan diimplementasikan (dana dapil Rp 15 miliar), dipikirkan saja sudah sebuah kejahatan karena akan banyak kerusakan yang ditimbulkan, dengan entengnya Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar seperti dikutip pers Minggu (6/6) bilang, "Kalau dikatakan kejahatan dan dosa, apakah membela kepentingan rakyat dosa? Saya rela berdosa asal rakyat lebih sejahtera".
Secara akal sehat kita sependapat, usulan anggota DPR ini memang layak ditolak. Sebab usuan yang terkesan mengada-ada itu dari segi konstitusi sudah menyalahi kodratnya. Dengan mengurusi dan melaksanakan anggaran berarti sudah mengambil pekerjaan eksekutif.
Idealnya, jika ingin menjaga basis konstituen seharusnya menggunakan anggaran sendiri, bukan minta ke APBN. Bila dipaksakan, dan pemerintah menuruti, ini dinilai merupakan perampokan uang negara dengan cara yang (seolah-olah) legal. Permintaan uang dari APBN yang dikumpulkan dari pajak rakyat ini hanya sebagai langkah agar mereka bisa terpilih kembali. Seolah-olah mereka Robin Hood.
Tak salah bila mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr A Syafi’i Ma’arif mengutip seorang jenderal temannya bahwa politisi sekarang itu bermental lele, makin keruh keadaan, makin banyak makannya. Inilah gejala dari kultur politik yang kumuh, di mana pragmatisme dan hedonisme yang merajai. Para politisi hanya memperjuangkan golongan dan kepentingan jangka pendek. Ia menyoroti praktik politik uang yang hampir merata dan vulgar. Wallahu a'am. (*)
Corner, 7 Juni
PSB Online
BERKENAAN dengan musim pendaftaran siswa baru tahun ajaran baru 2010-2011 yang akan dilakukan serentak pada 28 Juni-1 Juli, Dinas Pendidikan Kota Batam membuat kebijakan pendaftaran siswa baru (PSB) akan menggunakan sistem online. Semua pendaftaran akan terpantau lewat internet dengan membuka website siaponline.com.
Setelah di klik akan muncul nama-nama siswa yang sudah mendaftar secara peringkat rangking di sekolah yang menggunakan online tersebut. Dengan sistem online, siswa cukup mendaftar di satu sekolah. Lewat operator data siswa akan tersimpan di server yang kemudian bisa diakses di tiga sekolah yang dipilih. Sistem online akan bisa menjaga mutu sekolah karena siswa yang masuk benar-benar terseleksi.
Di Batam, PSB sistem online tahun ini sudah memasuki tahun ketiga. Hanya saja, kali ini jumlah sekolah yang diikutserakan dalam PSB sistem online meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Tahun pertama, hanya 4 sekolah, tahun kedua 30 sekolah. Tahun ini seperti dikutip koran ini Jumat (4/6) Disdik membuka sebanyak 60 sekolah yang masuk sistem online.
Terinci untuk SD sebanyak 25 sekolah, 25 SMP, 6 SMA dan 4 SMK. Ke-60 sekolah tersebut terdiri dari SDN 01 Batu Aji, SDN 01 Batam Kota, SDN 11 Sagulung, SDN 04 Batu Aji, SDN 02 Sekupang, SDN 04 Nongsa, SDN04 Batu Ampar, SDN02 Lubuk Baja, SDN 06 Bengkong, SDN 01 Sei Beduk, SDN06 Batam Kota, SDN 07 Sekupang dan SDN 02 Sagulung.
Di tingkat SMP yaitu SMPN 3, SMPN 4, SMPN 6, SMPN 9, SMPN 10, SMPN11, SMPN12, SMPN 16, SMPN20, SMPN 25, SMPN26, SMPN 29 dan SMPN 31. Untuk tingkat SMA/SMK diantaranya SMAN8 Bengkong, SMAN4 Tiban Kecamatan Sekupang, SMA 5 Sagulung dan SMK 2 Batam Kota.
Kita menyambut gembira diterapkannya sistem PSB online. Karena dengan sistem Sistem Administrasi Pendidikan (SIAP) secara online, pendaftaran siswa baru akan lebih terbuka dan transparan. Masalah transparansi ini penting ditekankan kepada penyelenggara pendidikan, agar sistem yang bagus ini tidak hanya di atas kertas, tetapi implementasinya sesuai yang diharapkan.
Masyarakat bisa tahu setiap saat berapa banyak siswa yang mendaftar di sekolah, dengan mengakses melalui internet. Sistem ini diharapkan akan bisa mengurangi kecurangan. Bahkan seperti diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan BatamMuslim Bidin mampu menekan siswa titipan anak para pejabat untuk masuk ke sekolah unggulan, jika tidak mencukupi nilai akademiknya.
Namun Diknas juga perlu menyadari bahwa masyarakat kita beragam, tidak semuanya mampu menggunakan kecanggihan sistem teknologi, terutama yang berada di daerah pinggiran.
Sehingga sangat mungkin, masih akan banyak orangtua siswa yang kebingungan ketika mendaftarkan anaknya dengan sistem online.
Untuk itu, perlu dipertimbangkan selain mempersiapkan jaringan khusus dan mengadakan pelatihan Informasi Terpadu (IT) untuk tenaga yang akan mengoperasikan program PSB sistem online dari masing-masing sekolah, pendaftaran selain dengan sistem online juga tetap harus menggunakan sistem manual.
Selain membuat kebijakan transparansi PSB secara online, Dinas Pendidikan nampaknya juga sudah mengantisipasi problem klasik yang selalu terjadi setiap musim pendaftaran siswa baru, yakni tidak terakomodirnya calon siswa baru dari anak-anak sekitar sekolah, dengan alasan peminat besar, tapi daya tampung terbatas.
Caranya, Diknas memerintahkan semua sekolah memberi kuota 20 persen kepada warga sekitar termasuk didalamnya yang berprestasi di bidang non akademik seperti olahraga dan anak tidak mampu, dibuktikan dengan surat keterangan dari RT setempat.
Kini menjadi tugas masyarakat untuk mengawasi konsistensi pihak sekolah untuk menerapkan secara sungguh-sungguh kebijakan kuota 20 persen. Satu hal yang juga harus dipertimbangkan dalam PSB, karena sudah memakai sistem online, pendaftaran siswa baru seharusnya tidak lagi dipungut biaya. (*)
Corner, 4 Juni 2010
Setelah di klik akan muncul nama-nama siswa yang sudah mendaftar secara peringkat rangking di sekolah yang menggunakan online tersebut. Dengan sistem online, siswa cukup mendaftar di satu sekolah. Lewat operator data siswa akan tersimpan di server yang kemudian bisa diakses di tiga sekolah yang dipilih. Sistem online akan bisa menjaga mutu sekolah karena siswa yang masuk benar-benar terseleksi.
Di Batam, PSB sistem online tahun ini sudah memasuki tahun ketiga. Hanya saja, kali ini jumlah sekolah yang diikutserakan dalam PSB sistem online meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Tahun pertama, hanya 4 sekolah, tahun kedua 30 sekolah. Tahun ini seperti dikutip koran ini Jumat (4/6) Disdik membuka sebanyak 60 sekolah yang masuk sistem online.
Terinci untuk SD sebanyak 25 sekolah, 25 SMP, 6 SMA dan 4 SMK. Ke-60 sekolah tersebut terdiri dari SDN 01 Batu Aji, SDN 01 Batam Kota, SDN 11 Sagulung, SDN 04 Batu Aji, SDN 02 Sekupang, SDN 04 Nongsa, SDN04 Batu Ampar, SDN02 Lubuk Baja, SDN 06 Bengkong, SDN 01 Sei Beduk, SDN06 Batam Kota, SDN 07 Sekupang dan SDN 02 Sagulung.
Di tingkat SMP yaitu SMPN 3, SMPN 4, SMPN 6, SMPN 9, SMPN 10, SMPN11, SMPN12, SMPN 16, SMPN20, SMPN 25, SMPN26, SMPN 29 dan SMPN 31. Untuk tingkat SMA/SMK diantaranya SMAN8 Bengkong, SMAN4 Tiban Kecamatan Sekupang, SMA 5 Sagulung dan SMK 2 Batam Kota.
Kita menyambut gembira diterapkannya sistem PSB online. Karena dengan sistem Sistem Administrasi Pendidikan (SIAP) secara online, pendaftaran siswa baru akan lebih terbuka dan transparan. Masalah transparansi ini penting ditekankan kepada penyelenggara pendidikan, agar sistem yang bagus ini tidak hanya di atas kertas, tetapi implementasinya sesuai yang diharapkan.
Masyarakat bisa tahu setiap saat berapa banyak siswa yang mendaftar di sekolah, dengan mengakses melalui internet. Sistem ini diharapkan akan bisa mengurangi kecurangan. Bahkan seperti diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan BatamMuslim Bidin mampu menekan siswa titipan anak para pejabat untuk masuk ke sekolah unggulan, jika tidak mencukupi nilai akademiknya.
Namun Diknas juga perlu menyadari bahwa masyarakat kita beragam, tidak semuanya mampu menggunakan kecanggihan sistem teknologi, terutama yang berada di daerah pinggiran.
Sehingga sangat mungkin, masih akan banyak orangtua siswa yang kebingungan ketika mendaftarkan anaknya dengan sistem online.
Untuk itu, perlu dipertimbangkan selain mempersiapkan jaringan khusus dan mengadakan pelatihan Informasi Terpadu (IT) untuk tenaga yang akan mengoperasikan program PSB sistem online dari masing-masing sekolah, pendaftaran selain dengan sistem online juga tetap harus menggunakan sistem manual.
Selain membuat kebijakan transparansi PSB secara online, Dinas Pendidikan nampaknya juga sudah mengantisipasi problem klasik yang selalu terjadi setiap musim pendaftaran siswa baru, yakni tidak terakomodirnya calon siswa baru dari anak-anak sekitar sekolah, dengan alasan peminat besar, tapi daya tampung terbatas.
Caranya, Diknas memerintahkan semua sekolah memberi kuota 20 persen kepada warga sekitar termasuk didalamnya yang berprestasi di bidang non akademik seperti olahraga dan anak tidak mampu, dibuktikan dengan surat keterangan dari RT setempat.
Kini menjadi tugas masyarakat untuk mengawasi konsistensi pihak sekolah untuk menerapkan secara sungguh-sungguh kebijakan kuota 20 persen. Satu hal yang juga harus dipertimbangkan dalam PSB, karena sudah memakai sistem online, pendaftaran siswa baru seharusnya tidak lagi dipungut biaya. (*)
Corner, 4 Juni 2010
Nafsu Besar DPR
POTENSI terjadinya tumpang-tindih kewenangan dan kekuasaan yang tak sejalan dengan konstitusi bakal muncul, menyusul wacana kontroversial dari DPR agar APBN 2011 mengalokasikan dana Rp 15 miliar per daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota dewan pada RAPBN 2011. Gagasan itu berawal dari Golkar. Namun tak semua fraksi setuju, salah satunya PKS yang menolak keras rencana bagi-bagi jatah Rp 15 miliar per dapil.
Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR pekan lalu (25/5), dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas rencana kerja pemerintah dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011. Dengan jumlah anggota DPR sekarang yang mencapai 560 orang, berarti dana APBN akan tersedot Rp8,4 triliun.
Menanggapi permintaan tersebut, pemerintah melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menolak. Alasannya, menurut Menkeu Agus saat rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (1/6) usulan tersebut tidak memenuhi prinsip ekualisasi dan keadilan, keseimbangan anggaran antardaerah, serta akan menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan dana karena ditentukan oleh anggota DPR, tidak oleh pemda.
Usulan tersebut juga melanggar sejumlah Undang-undang. Antara lain UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No 32/2004 tentang Pemda, dan UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dan yang paling parah, bila setiap anggota DPR diberi anggaran Rp 15 miliar untuk pembangunan di dapilnya masing-masing, itu sama saja melanggar konstitusi. Karena dalam konstitusi jelas-jelas diatur DPR hanya punya tiga fungsi, yakni pengawasan, budgeting dan legislasi (membuat UU). DPR hanya berhak menyusun anggaran bersama pemerintah, bukan memakai anggaran.
Namun, penolakan Menkeu Agus Marto atas usulan dana Rp 15 miliar per dapil tak membuat pengusul gagasan itu menyerah. Fraksi Partai Golkar DPR kemarin tetap ngotot mengajukan anggaran pembangunan daerah Rp 15 miliar per dapil karena pemerintah dinilai gagal membangun daerah tertinggal.
Ketua Badan Anggaran DPR dari FPG Harry Azhar Azis berdalih realisasi anggaran yang sudah disahkan akan melibatkan pemerintah daerah. Anggaran akan diteruskan ke dinas terkait untuk proses pembangunannya. DPR hanya mencatat saja apa yang dibutuhkan rakyat kemudian disampaikan untuk dianggarkan. Kata Aziz, dana itu diperlukan karena selama ini pemerintah sering tidak menjalankan aspirasi yang dibawa setiap anggota DPR.
Satu hal yang pasti, dengan jatah Rp15 miliar itu, setiap anggota dewan otomatis memiliki uang yang banyak sekali untuk memelihara dukungan politik konstituennya secara gratis karena menggunakan uang negara.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah Agung Pambudi seperti dikutip Bisnis Indonesia (2/6) menilai, usulan DPR ini berpotensi menyulut terjadinya penyalahgunaan wewenang secara personal, bukan lagi sistem. Sementara Ekonom Indef, Ikhsan Modjo menduga DPR tengah berupaya melegalkan praktik-praktik yang tak benar.
Memang sekilas alasan yang disampaikan Partai Golkar cukup baik. Tetapi tak sadarkah DPR, dengan memaksakan usulan tersebut, berarti DPR telah memberikan contoh buruk kepada publik sebagai pelanggar beberapa Undang-undang sekaligus yang telah mereka buat.
Penggunaan anggaran itu juga berpotensi menyuburkan praktik politik uang karena tak ada yang bisa menjamin anggaran itu dipakai sesuai peruntukannya, dan membuka kesempatan anggota dewan untuk menjadi makelar anggaran atas dana jatah Rp15 miliar itu.
Padahal, sudah berapa banyak anggota dewan yang dibui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena membuka praktik sebagai calo anggaran? Mengapa mereka tidak mau belajar dari koleganya sesama anggota dewan yang sudah kesandung KPK? (*)
corner, 3 Juni 2010
Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR pekan lalu (25/5), dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas rencana kerja pemerintah dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011. Dengan jumlah anggota DPR sekarang yang mencapai 560 orang, berarti dana APBN akan tersedot Rp8,4 triliun.
Menanggapi permintaan tersebut, pemerintah melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menolak. Alasannya, menurut Menkeu Agus saat rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (1/6) usulan tersebut tidak memenuhi prinsip ekualisasi dan keadilan, keseimbangan anggaran antardaerah, serta akan menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan dana karena ditentukan oleh anggota DPR, tidak oleh pemda.
Usulan tersebut juga melanggar sejumlah Undang-undang. Antara lain UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No 32/2004 tentang Pemda, dan UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dan yang paling parah, bila setiap anggota DPR diberi anggaran Rp 15 miliar untuk pembangunan di dapilnya masing-masing, itu sama saja melanggar konstitusi. Karena dalam konstitusi jelas-jelas diatur DPR hanya punya tiga fungsi, yakni pengawasan, budgeting dan legislasi (membuat UU). DPR hanya berhak menyusun anggaran bersama pemerintah, bukan memakai anggaran.
Namun, penolakan Menkeu Agus Marto atas usulan dana Rp 15 miliar per dapil tak membuat pengusul gagasan itu menyerah. Fraksi Partai Golkar DPR kemarin tetap ngotot mengajukan anggaran pembangunan daerah Rp 15 miliar per dapil karena pemerintah dinilai gagal membangun daerah tertinggal.
Ketua Badan Anggaran DPR dari FPG Harry Azhar Azis berdalih realisasi anggaran yang sudah disahkan akan melibatkan pemerintah daerah. Anggaran akan diteruskan ke dinas terkait untuk proses pembangunannya. DPR hanya mencatat saja apa yang dibutuhkan rakyat kemudian disampaikan untuk dianggarkan. Kata Aziz, dana itu diperlukan karena selama ini pemerintah sering tidak menjalankan aspirasi yang dibawa setiap anggota DPR.
Satu hal yang pasti, dengan jatah Rp15 miliar itu, setiap anggota dewan otomatis memiliki uang yang banyak sekali untuk memelihara dukungan politik konstituennya secara gratis karena menggunakan uang negara.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah Agung Pambudi seperti dikutip Bisnis Indonesia (2/6) menilai, usulan DPR ini berpotensi menyulut terjadinya penyalahgunaan wewenang secara personal, bukan lagi sistem. Sementara Ekonom Indef, Ikhsan Modjo menduga DPR tengah berupaya melegalkan praktik-praktik yang tak benar.
Memang sekilas alasan yang disampaikan Partai Golkar cukup baik. Tetapi tak sadarkah DPR, dengan memaksakan usulan tersebut, berarti DPR telah memberikan contoh buruk kepada publik sebagai pelanggar beberapa Undang-undang sekaligus yang telah mereka buat.
Penggunaan anggaran itu juga berpotensi menyuburkan praktik politik uang karena tak ada yang bisa menjamin anggaran itu dipakai sesuai peruntukannya, dan membuka kesempatan anggota dewan untuk menjadi makelar anggaran atas dana jatah Rp15 miliar itu.
Padahal, sudah berapa banyak anggota dewan yang dibui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena membuka praktik sebagai calo anggaran? Mengapa mereka tidak mau belajar dari koleganya sesama anggota dewan yang sudah kesandung KPK? (*)
corner, 3 Juni 2010
Harlah Pancasila
PERINGATAN Hari Lahir (Harlah) Pancasila tahun ini lebih meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Misalnya ditandai Kongres Pancasila kedua (pertama di kampus Universitas Gajahmada Yogyakarta) di Denpasar selama tiga hari dengan upacara penutupan tepat pada 1 Juni 2010 yang menghadirkan antara lain gubernur seluruh Indonesia, dan Pidato Pembukaan oleh Ketua MPR RI, Taufiq Kiemas.
Peringatan 65 tahun hari lahirnya Pancasila juga digelar di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD yang dihadiri Presiden SBY didampingi Ibu Ani Yudhoyono, Wapres Wapres Boediono, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dan keluarga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Menariknya, acara ini juga dihadiri tiga mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan Jusuf Kalla, serta mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan Presiden SBY dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang tak lain putri sulung Bung KarnoMegawati itu juga berjabat tangan. Itu adalah jabat tangan yang pertama kalinya antara dua negarawan tersebut sejak Pemilihan Presiden 2009 lalu.
Tak heran bila jabat tangan dua negarawan yang selama ini berseberangan sejak 2004 disambut hangat para tokoh nasional yang hadir. "Sangat bagus keduanya bersalaman. Kita semua senang," ujar Taufiq usai acara. Taufiq menafsirkan, karena acara Peringatan Pidato Bung Karno itulah, rekonsiliasi nasional dapat terjadi. "Sekarang yang patah-patah sudah berdamai. Masak orang berdamai nggak boleh?" sebut Taufiq.
Kegembiraan Taufiq ini rupanya dirasakan pula oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Jusuf Kalla melihat jabat tangan antara Megawati dan SBY sebagai suatu hal yang simbolik dan patut diapresiasi. Sangat bagus mereka mencairkan suasana. Hal itu penting untuk menyatukan seluruh elemen bangsa guna membangun negeri bersama ke depannya.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso pun, terus tersenyum melihat adegan jabat tangan Mega-SBY. Ini merupakan tanda kebersamaan untuk membangun bangsa, kata politisi Partai Golkar ini seraya menegaskan, langkah kedua tokoh tersebut selayaknya dituruti oleh seluruh unsur masyarakat di negeri ini.
Kita ingin menggaribawahi pidato Presiden SBY pada Harlah Pancasila di Senayan tersebut. Presiden mengajak kita untuk menggunakan Pancasila sebagai rujukan dalam menjawab tantangan bangsa di tengah dunia yang terus berubah. Menurutnya, Pancasila yang sering diletakkan untuk menangkal dan melawan ancaman, sebenarnya juga bisa digunakan sebagai sesuatu untuk menciptakan kesempatan. Jadi sesuatu yang defensif, kita ubah jadi sesuatu yang aktif dan proaktif.
Di sisi lain, semarak dan kehangatan suasana peringatan Harlah Pancasila tersebut dapat dimaknai sebagai adanya kerinduan masyarakat terhadap Pancasila. Apalagi ditengah-tengah munculnya gejala sektarian yang menguat, disintegrasi bangsa, konflik horisontal yang dipicu oleh sentimen suku/etnis dan radikalisme agama, terasa adanya kebutuhan sebuah ideologi yang dapat mempersatukan bangsa yang majemuk serta diterima oleh semua golongan, agama dan etnis.
Ideologi itu tidak lain adalah Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam pidatonya di depan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai) yang kemudian oleh Bung Karno diusulkan menjadi dasar negara Indonesia Merdeka.
Setelah melalui beberapa kali pembahasan, akhirnya melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945 disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia, dengan dicantumkan di dalam Pembukaan UUD-1945 sebagai konstitusi negara pada alinea IV. Sebagai dasar negara melalui konstitusi yang beberapa kali mengalami perubahan dasar negara tersebut tetap tercantum pada posisi semula, jiwa dasar negara tersebut tidak pernah berubah.
Atas dasar pertimbangan tersebut, mengutip tulisan Achmad Basarah, wakil sekjen PDIP di Kompas (1/6/2010), seharusnya pemerintah melembagakan peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni setiap tahun melalui sebuah Keputusan Presiden, untuk melengkapi Keppres No 18 Tahun 2008 yang menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi. (*)
Corner, 2 Juni 2010
Peringatan 65 tahun hari lahirnya Pancasila juga digelar di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD yang dihadiri Presiden SBY didampingi Ibu Ani Yudhoyono, Wapres Wapres Boediono, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dan keluarga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Menariknya, acara ini juga dihadiri tiga mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan Jusuf Kalla, serta mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan Presiden SBY dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang tak lain putri sulung Bung KarnoMegawati itu juga berjabat tangan. Itu adalah jabat tangan yang pertama kalinya antara dua negarawan tersebut sejak Pemilihan Presiden 2009 lalu.
Tak heran bila jabat tangan dua negarawan yang selama ini berseberangan sejak 2004 disambut hangat para tokoh nasional yang hadir. "Sangat bagus keduanya bersalaman. Kita semua senang," ujar Taufiq usai acara. Taufiq menafsirkan, karena acara Peringatan Pidato Bung Karno itulah, rekonsiliasi nasional dapat terjadi. "Sekarang yang patah-patah sudah berdamai. Masak orang berdamai nggak boleh?" sebut Taufiq.
Kegembiraan Taufiq ini rupanya dirasakan pula oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Jusuf Kalla melihat jabat tangan antara Megawati dan SBY sebagai suatu hal yang simbolik dan patut diapresiasi. Sangat bagus mereka mencairkan suasana. Hal itu penting untuk menyatukan seluruh elemen bangsa guna membangun negeri bersama ke depannya.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso pun, terus tersenyum melihat adegan jabat tangan Mega-SBY. Ini merupakan tanda kebersamaan untuk membangun bangsa, kata politisi Partai Golkar ini seraya menegaskan, langkah kedua tokoh tersebut selayaknya dituruti oleh seluruh unsur masyarakat di negeri ini.
Kita ingin menggaribawahi pidato Presiden SBY pada Harlah Pancasila di Senayan tersebut. Presiden mengajak kita untuk menggunakan Pancasila sebagai rujukan dalam menjawab tantangan bangsa di tengah dunia yang terus berubah. Menurutnya, Pancasila yang sering diletakkan untuk menangkal dan melawan ancaman, sebenarnya juga bisa digunakan sebagai sesuatu untuk menciptakan kesempatan. Jadi sesuatu yang defensif, kita ubah jadi sesuatu yang aktif dan proaktif.
Di sisi lain, semarak dan kehangatan suasana peringatan Harlah Pancasila tersebut dapat dimaknai sebagai adanya kerinduan masyarakat terhadap Pancasila. Apalagi ditengah-tengah munculnya gejala sektarian yang menguat, disintegrasi bangsa, konflik horisontal yang dipicu oleh sentimen suku/etnis dan radikalisme agama, terasa adanya kebutuhan sebuah ideologi yang dapat mempersatukan bangsa yang majemuk serta diterima oleh semua golongan, agama dan etnis.
Ideologi itu tidak lain adalah Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam pidatonya di depan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai) yang kemudian oleh Bung Karno diusulkan menjadi dasar negara Indonesia Merdeka.
Setelah melalui beberapa kali pembahasan, akhirnya melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945 disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia, dengan dicantumkan di dalam Pembukaan UUD-1945 sebagai konstitusi negara pada alinea IV. Sebagai dasar negara melalui konstitusi yang beberapa kali mengalami perubahan dasar negara tersebut tetap tercantum pada posisi semula, jiwa dasar negara tersebut tidak pernah berubah.
Atas dasar pertimbangan tersebut, mengutip tulisan Achmad Basarah, wakil sekjen PDIP di Kompas (1/6/2010), seharusnya pemerintah melembagakan peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni setiap tahun melalui sebuah Keputusan Presiden, untuk melengkapi Keppres No 18 Tahun 2008 yang menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi. (*)
Corner, 2 Juni 2010
Moratorium Hutan Alam
PEMERINTAH Indonesia berkomitmen untuk menghentikan sementara atau moratorium penerbitan izin untuk alih fungsi areal hutan alam dan lahan gambut selama dua tahun. Kebijakan pemerintah tersebut baru akan berlaku, efektif mulai 1 Januari 2011. Kebijakan ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan dana hibah 1 Miliar Dollar Amerika (sekitar Rp 9 triliun) dari pemerintah Norwegia, sebagai bagian dari kerjasama bilateral dengan Indonesia.
Poin ini tertuang dalam Letter of Intent (LoI) tentang pendanaan program kelestarian hutan yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia, Jens Stoltenberg di Oslo, Rabu (26/5) pekan lalu.
Sebagian besar kontribusi Norwegia dalam penandatanganan perjanjian pembentukan Kerjasama untuk REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) akan terkait dengan pengurangan emisi yang akan diverifikasi sejalan dengan rencana Indonesia untuk mengurani emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.
Presiden Yudhoyono menyebutkan, pelaksanaan program kerjasama ini akan dikelola oleh satu Lembaga Baru, semacam otorita, yang dibentuk khusus dan melaporkan kinerjanya langsung kepada Presiden Indonesia. Lembaga baru ini juga akan mengkoordinasi upaya untuk mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah REDD.
Pembentukan lembaga baru ini akan membantu mempercepat pergeseran paradigma dalam upaya Indonesia untuk mengelola sumber daya alam dan warisan yang berharga, dengan menggunakan cara yang bermanfaat baik secara lingkungan maupun biaya. Mengingat pentingnya manfaat dari program REDD agar dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan; struktur pemerintahan dari badan baru ini akan mencakup perwakilan dari pemerintah nasional dan lokal, masyarakat sipil, dan masyarakat lokal.
Indonesia juga akan mendirikan sebuah lembaga independen nasional untuk melakukan pengawasan, pelaporan dan verifikasi emisi dan pengurangan emisi. Upaya ini juga akan mencakup peningkatan penegakan hukum dan peraturan kehutanan yang ada, penciptaan database tanah terdegradasi serta meningkatkan proses terhadap kepemilikan lahan yang bebas konflik atas hak atas tanah dan klaim kompensasi.
Sebagus apapun kebijakan, tentu ada yang pro dan kontra. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nanang Rofangi justru mendukung moratorium lahan sawit. Alasannya, kebun sawit yang kini mencapai 7,5 hektare sudah mencukupi prmintaan dalam negeri dan luar negeri.
Sebaliknya Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia Fadhil Hasan, moratorium izin baru ini pasti akan merugikan pengusaha sawit, pengusaha tambang batubara. Karena mereka tak akan bisa lagi ekspansi dengan mengonversi hutan alam dan lahan gambut menjadi kebun sawit, dan tambang batubara. (Kontan, 31/5). Akibat langsung, tenaga kerja yang terserap di sektor ini makin sedikit. Selain itu karena tak bisa ekspansi perkebunan sawit bakal memicu harga CPO (crude palm oil) naik dan pengembangan energi terbarukan biofuel tersendat.
Namun bila melihat fakta, kondisi hutan Indonesia yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu, maka kita sepatutnya mendukung kebijakan moratorium ini. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan, laju kerusakan hutan rata-rata per tahun adalah 1,09 juta ha. Sedangkan lembaga TELAPAK/EIA mengklaim, angka 2,8 juta ha hutan Indonesia rusak setiap tahunnya. Penyebab klasik berkurangnya luas tutupan hutan adalah kejahatan kehutanan, antara penyelenggara negara dan pihak pengusaha.
Untuk mencegah munculnya keresahan di kalangan pengusaha yang berkaitan dengan hutan dan penafsiran yang keliru dalam mengeimplementasikan kebijakan ini, pemerintah perlu segera menggelar sosialisasi secara terus menerus untuk menjelaskan secara detail mengenai kebijakan baru tersebut. (*)
Corner, 1 Juni 2010
Poin ini tertuang dalam Letter of Intent (LoI) tentang pendanaan program kelestarian hutan yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia, Jens Stoltenberg di Oslo, Rabu (26/5) pekan lalu.
Sebagian besar kontribusi Norwegia dalam penandatanganan perjanjian pembentukan Kerjasama untuk REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) akan terkait dengan pengurangan emisi yang akan diverifikasi sejalan dengan rencana Indonesia untuk mengurani emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.
Presiden Yudhoyono menyebutkan, pelaksanaan program kerjasama ini akan dikelola oleh satu Lembaga Baru, semacam otorita, yang dibentuk khusus dan melaporkan kinerjanya langsung kepada Presiden Indonesia. Lembaga baru ini juga akan mengkoordinasi upaya untuk mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah REDD.
Pembentukan lembaga baru ini akan membantu mempercepat pergeseran paradigma dalam upaya Indonesia untuk mengelola sumber daya alam dan warisan yang berharga, dengan menggunakan cara yang bermanfaat baik secara lingkungan maupun biaya. Mengingat pentingnya manfaat dari program REDD agar dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan; struktur pemerintahan dari badan baru ini akan mencakup perwakilan dari pemerintah nasional dan lokal, masyarakat sipil, dan masyarakat lokal.
Indonesia juga akan mendirikan sebuah lembaga independen nasional untuk melakukan pengawasan, pelaporan dan verifikasi emisi dan pengurangan emisi. Upaya ini juga akan mencakup peningkatan penegakan hukum dan peraturan kehutanan yang ada, penciptaan database tanah terdegradasi serta meningkatkan proses terhadap kepemilikan lahan yang bebas konflik atas hak atas tanah dan klaim kompensasi.
Sebagus apapun kebijakan, tentu ada yang pro dan kontra. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nanang Rofangi justru mendukung moratorium lahan sawit. Alasannya, kebun sawit yang kini mencapai 7,5 hektare sudah mencukupi prmintaan dalam negeri dan luar negeri.
Sebaliknya Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia Fadhil Hasan, moratorium izin baru ini pasti akan merugikan pengusaha sawit, pengusaha tambang batubara. Karena mereka tak akan bisa lagi ekspansi dengan mengonversi hutan alam dan lahan gambut menjadi kebun sawit, dan tambang batubara. (Kontan, 31/5). Akibat langsung, tenaga kerja yang terserap di sektor ini makin sedikit. Selain itu karena tak bisa ekspansi perkebunan sawit bakal memicu harga CPO (crude palm oil) naik dan pengembangan energi terbarukan biofuel tersendat.
Namun bila melihat fakta, kondisi hutan Indonesia yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu, maka kita sepatutnya mendukung kebijakan moratorium ini. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan, laju kerusakan hutan rata-rata per tahun adalah 1,09 juta ha. Sedangkan lembaga TELAPAK/EIA mengklaim, angka 2,8 juta ha hutan Indonesia rusak setiap tahunnya. Penyebab klasik berkurangnya luas tutupan hutan adalah kejahatan kehutanan, antara penyelenggara negara dan pihak pengusaha.
Untuk mencegah munculnya keresahan di kalangan pengusaha yang berkaitan dengan hutan dan penafsiran yang keliru dalam mengeimplementasikan kebijakan ini, pemerintah perlu segera menggelar sosialisasi secara terus menerus untuk menjelaskan secara detail mengenai kebijakan baru tersebut. (*)
Corner, 1 Juni 2010
Nasib Pemakai Sepeda Motor
KABAR buruk bagi para pengguna sepeda motor yang mayoritas merupakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah melalui kementerian ESDM akan menghapus subsidi atas BBM premium untuk sepeda motor. Pemakai sepeda motor dilarang memakai premium, tetapi harus menggunakan pertamax yang harganya jauh lebih mahal.
Saat ini mekanisme penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi masih dibicarakan dan dijadwalkan selesai akhir Juni, dan selanjutnya diharapkan Agustus 2010 mendatang sudah bisa diujicobakan. Berdasarkan hasil pembicaraan dengan berbagai pihak sudah disepakati bahwa yang masih menggunakan BBM subsidi adalah angkutan umum dan kendaraan pribadi jenis tertentu.
Kita menyadari, pemerintah memang sedang megap-megap mengatasi melonjaknya subsidi BBM, antara lain premium yang mencapai 24 persen dari nilai keekonomian energi yang terkait erat dengan biaya produksi, lingkungan, konservasi energi serta profit. Untuk menghemat anggaran subsidi, diusulkanlah kebijakan melarang sepeda motor memakai premium
Namun bila kebijakan harga jual tidak mengindahkan sejauhmana publik mampu mendapat energi yang terjangkau dan adil, ini sama saja tidak mengindahkan Undang-Undang No 30 Tahun 2007 tentang energi. Di dalam UU tersebut disebutkan, penetapan keekonomian tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil dan bantuan bagi masyarakat tak mampu dalam jangka waktu tertentu. Caranya, dengan memberlakukan kebijakan subsidi energi.
Tak heran, opsi pelarangan pemakaian premium untuk motor mengundang cibiran. Wakil Ketua DPR Pramono Anung bahkan menyebutnya sebagai kebijakan yang aneh. Sebab, mayoritas masyarakat kita cuma bisa pakai motor. Seharusnya kelompok yang perlu dibatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi bukanlah sepeda motor, tetapi mobil pribadi.
Begitu juga dengan Pengurus Pusat Dewan Nasional Yamaha Vixion Club Indonesia dalam rilisnya kemarin menilai, rencana pelarangan penggunaan BBM bersubsidi (premium) bagi motor itu sangat tidak logis. Sebab, sepeda motor hanya mengonsumsi premium sebesar 5,76 juta KL (kilo liter) per tahun dari total pemakaian premium bersubsidi sebesar 21 juta KL per tahun. Sementara mobil mencapai 15,24 juta KL pertahun.
Secara logika, mereka yang mempunyai mobil adalah kalangan ekonomi menengah ke atas. Konsumsi premium untuk mobil pun jauh lebih boros dibanding motor. Lalu kenapa pemilik mobil masih dibolehkan membeli premium bersubsidi?
Koran ini sependapat dengan kedua pendapat tersebut. Sebab konsumsi premium sepeda motor jelas sangat irit dibandingkan mobil. Kebijakan itu sama saja dengan pemerintah memilih menyengsarakan rakyatnya demi menghemat anggaran negara. Karena, bagi masyarakat kecil, sepeda motor adalah alat untuk menyambung hidup dan menghemat transportasi, bukan untuk bergaya semata.
Jadi, membatasi penggunaan premium untuk motor, meski motor baru sekalipun, bukanlah pilihan yang tepat. Kebijakan itu dikhawatirkan justru akan membikin rakyat semakin susah. Kita khawatir, penerapan kebijakan ini akan memicu gejolak masyarakat. Selain itu, adanya perbedaan penghapusan subsidi tersebut akan menciptakan pasar gelap untuk transaksi jual beli BBM. Karena itu, kita mendukung sikap DPR yang akan menolak penerapan kebijakan yang tidak pro rakyat tersebut.
Lebih baik, pemerintah memprioritaskan perbaikan sarana transportasi umum yang murah dan nyaman. Sehingga, masyarakat mau menggunakan transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi untuk berpergian. Saat ini transportasi umum kita masih kurang memadai. Sehingga masyarakat enggan menggunakan transportasi umum. (*)
Corner, 29 Mei 2010
Saat ini mekanisme penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi masih dibicarakan dan dijadwalkan selesai akhir Juni, dan selanjutnya diharapkan Agustus 2010 mendatang sudah bisa diujicobakan. Berdasarkan hasil pembicaraan dengan berbagai pihak sudah disepakati bahwa yang masih menggunakan BBM subsidi adalah angkutan umum dan kendaraan pribadi jenis tertentu.
Kita menyadari, pemerintah memang sedang megap-megap mengatasi melonjaknya subsidi BBM, antara lain premium yang mencapai 24 persen dari nilai keekonomian energi yang terkait erat dengan biaya produksi, lingkungan, konservasi energi serta profit. Untuk menghemat anggaran subsidi, diusulkanlah kebijakan melarang sepeda motor memakai premium
Namun bila kebijakan harga jual tidak mengindahkan sejauhmana publik mampu mendapat energi yang terjangkau dan adil, ini sama saja tidak mengindahkan Undang-Undang No 30 Tahun 2007 tentang energi. Di dalam UU tersebut disebutkan, penetapan keekonomian tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil dan bantuan bagi masyarakat tak mampu dalam jangka waktu tertentu. Caranya, dengan memberlakukan kebijakan subsidi energi.
Tak heran, opsi pelarangan pemakaian premium untuk motor mengundang cibiran. Wakil Ketua DPR Pramono Anung bahkan menyebutnya sebagai kebijakan yang aneh. Sebab, mayoritas masyarakat kita cuma bisa pakai motor. Seharusnya kelompok yang perlu dibatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi bukanlah sepeda motor, tetapi mobil pribadi.
Begitu juga dengan Pengurus Pusat Dewan Nasional Yamaha Vixion Club Indonesia dalam rilisnya kemarin menilai, rencana pelarangan penggunaan BBM bersubsidi (premium) bagi motor itu sangat tidak logis. Sebab, sepeda motor hanya mengonsumsi premium sebesar 5,76 juta KL (kilo liter) per tahun dari total pemakaian premium bersubsidi sebesar 21 juta KL per tahun. Sementara mobil mencapai 15,24 juta KL pertahun.
Secara logika, mereka yang mempunyai mobil adalah kalangan ekonomi menengah ke atas. Konsumsi premium untuk mobil pun jauh lebih boros dibanding motor. Lalu kenapa pemilik mobil masih dibolehkan membeli premium bersubsidi?
Koran ini sependapat dengan kedua pendapat tersebut. Sebab konsumsi premium sepeda motor jelas sangat irit dibandingkan mobil. Kebijakan itu sama saja dengan pemerintah memilih menyengsarakan rakyatnya demi menghemat anggaran negara. Karena, bagi masyarakat kecil, sepeda motor adalah alat untuk menyambung hidup dan menghemat transportasi, bukan untuk bergaya semata.
Jadi, membatasi penggunaan premium untuk motor, meski motor baru sekalipun, bukanlah pilihan yang tepat. Kebijakan itu dikhawatirkan justru akan membikin rakyat semakin susah. Kita khawatir, penerapan kebijakan ini akan memicu gejolak masyarakat. Selain itu, adanya perbedaan penghapusan subsidi tersebut akan menciptakan pasar gelap untuk transaksi jual beli BBM. Karena itu, kita mendukung sikap DPR yang akan menolak penerapan kebijakan yang tidak pro rakyat tersebut.
Lebih baik, pemerintah memprioritaskan perbaikan sarana transportasi umum yang murah dan nyaman. Sehingga, masyarakat mau menggunakan transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi untuk berpergian. Saat ini transportasi umum kita masih kurang memadai. Sehingga masyarakat enggan menggunakan transportasi umum. (*)
Corner, 29 Mei 2010
Skandal Suap Pencetakan Uang
OTORITAS Moneter Bank Indonesia (BI) sepertinya tak habis-habisnya digoncang kasus tak sedap. Berbagai kasus kejahatan yang merugikan keuangan negara datang silih berganti.
Mulai dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara ratusan triliun, penyuapan sejumlah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 dengan menggunakan dana yayasan senilai Rp 100 miliar, suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Seninor (DGS) BI Miranda Swaray Gultom puluhan miliar, dan mispolicy skandal bailout Bank Century Rp 6,7 triliun.
Kasus terakhir yang tak kalah panas, yakni dugaan suap melibatkan pejabat BI yang ditengarai menerima suap senilai 1,3 juta dolar AS (Rp 12 miliar) untuk memenangkan kontrak dalam proyek pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu berbahan polimer tahun 1999 dari perusahaan pencetak uang Securency International and Note Printing Australia (NPA) atau Peruri Australia.
Kasus itu dilansir harian Australia The Age edisi 25 Mei 2010 mengutip sebuah laporan yang berjudul Reserve Bank of Australia (RBA) firms agreed to pay bribes of $US1.3 m tentang dugaan suap ke pejabat bank sentral di Indonesia. The Age menyebutkan dua pejabat itu adalah Mr S dan Mr M. Pesanan pencetakansebanyak 500 juta lembar uang itu bernilai kontrak sebesar 50 juta dolar AS.
Perwakilan anak usaha RBA di Indonesia, Radius Christanto menjelaskan, antara tahun 1999 hingga 2006 secara eksplisit disebut mereferensikan nilai suap yang besar ke pejabat BI, seperti tertuang dalam faks ke Securency International and Note Printing Australia (NPA) pada 1 Juli 1999. Radius inilah yang diketahui melobi oknum pejabat BI dalam tender tersebut.
Terkuaknya kasus baru tersebut seakan membuktikan sinyalemen yang pernah beberapa kali dilontarkan Anwar Nasution saat masih menjadi Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Anwar sebelum menjabat sebagai ketua BPK dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia menyebut bahwa Bank Indonesia adalah sarang penyamun.
Terungkapnya kasus baru di BI itu bak bola panas. Fraksi PPP kemarin mendesak Komisi XI DPR untuk memanggil perwakilan RBA di Indonesia tentang pengakuan suap yang sudah dia keluarkan, agar mau membuka identitas 2 pejabat BI yang disebut menerima suap tersebut. Ini diperlukan untuk meneguhkan kapasitas moral BI sebagai pemegang otoritas moneter.
Dugaan korupsi ini juga sudah dilaporkan kepada KPK sejak 25 Mei lalu. KPK tengah mendalami dan menelaah informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut. Tak hanya itu, KPK juga akan mengumpulkan bahan keterangan dan informasi tambahan.
Pihak kepolisian federal Australia sedang melakukan investasi atas NPA. Karena itu kita berharap pihak Polri untuk proaktif segera menyelidiki kasus ini. Sementara DPR mendesak
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif terhadap pengadaan barang di BI terutama dengan pencetakan uang negara yang diduga memunculkan suap kepada pejabat bank sentral tersebut.
Terangkatnya kasus dugaan suap di BI itu mau tak mau membuat para petinggi BI gerah.
Petinggi bank sentral kita seakan tak pernah beristirahat sejenak untuk memulihkan citra buruknya. Namun tentu disayangkan bila waktu dan energi lembaga bank sentral tersebut yang mestinya mengurusi perekonomian negara terkait kebijakan moneter dan pengawasan perbankan hanya dihabiskan untuk membela diri dan memulihkan citranya.
Terungkapnya kasus-kasus korupsi di BI membuktikan bank sentral telah gagal melakukan perbaikan internal. Karena itu, BI harus mau melakukan penyelidikan internal. Bukan saja menyangkut kasus NPA, tetapi juga kasus-kasus lainnya. Semua pejabat BI yang bermasalah harus segera dibersihkan dan dikeluarkan dari institusi tersebut.
Kita juga berharap pemerintah segera mengisi kursi Gubernur BI. Sebab masalah struktural dan kelembagaan di BI akan terus terjadi bila kursi Gubernur BI dibiarkan kosong seperti sekarang (ahmad suroso)
Corner, 28 Mei 2010
Mulai dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara ratusan triliun, penyuapan sejumlah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 dengan menggunakan dana yayasan senilai Rp 100 miliar, suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Seninor (DGS) BI Miranda Swaray Gultom puluhan miliar, dan mispolicy skandal bailout Bank Century Rp 6,7 triliun.
Kasus terakhir yang tak kalah panas, yakni dugaan suap melibatkan pejabat BI yang ditengarai menerima suap senilai 1,3 juta dolar AS (Rp 12 miliar) untuk memenangkan kontrak dalam proyek pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu berbahan polimer tahun 1999 dari perusahaan pencetak uang Securency International and Note Printing Australia (NPA) atau Peruri Australia.
Kasus itu dilansir harian Australia The Age edisi 25 Mei 2010 mengutip sebuah laporan yang berjudul Reserve Bank of Australia (RBA) firms agreed to pay bribes of $US1.3 m tentang dugaan suap ke pejabat bank sentral di Indonesia. The Age menyebutkan dua pejabat itu adalah Mr S dan Mr M. Pesanan pencetakansebanyak 500 juta lembar uang itu bernilai kontrak sebesar 50 juta dolar AS.
Perwakilan anak usaha RBA di Indonesia, Radius Christanto menjelaskan, antara tahun 1999 hingga 2006 secara eksplisit disebut mereferensikan nilai suap yang besar ke pejabat BI, seperti tertuang dalam faks ke Securency International and Note Printing Australia (NPA) pada 1 Juli 1999. Radius inilah yang diketahui melobi oknum pejabat BI dalam tender tersebut.
Terkuaknya kasus baru tersebut seakan membuktikan sinyalemen yang pernah beberapa kali dilontarkan Anwar Nasution saat masih menjadi Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Anwar sebelum menjabat sebagai ketua BPK dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia menyebut bahwa Bank Indonesia adalah sarang penyamun.
Terungkapnya kasus baru di BI itu bak bola panas. Fraksi PPP kemarin mendesak Komisi XI DPR untuk memanggil perwakilan RBA di Indonesia tentang pengakuan suap yang sudah dia keluarkan, agar mau membuka identitas 2 pejabat BI yang disebut menerima suap tersebut. Ini diperlukan untuk meneguhkan kapasitas moral BI sebagai pemegang otoritas moneter.
Dugaan korupsi ini juga sudah dilaporkan kepada KPK sejak 25 Mei lalu. KPK tengah mendalami dan menelaah informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut. Tak hanya itu, KPK juga akan mengumpulkan bahan keterangan dan informasi tambahan.
Pihak kepolisian federal Australia sedang melakukan investasi atas NPA. Karena itu kita berharap pihak Polri untuk proaktif segera menyelidiki kasus ini. Sementara DPR mendesak
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif terhadap pengadaan barang di BI terutama dengan pencetakan uang negara yang diduga memunculkan suap kepada pejabat bank sentral tersebut.
Terangkatnya kasus dugaan suap di BI itu mau tak mau membuat para petinggi BI gerah.
Petinggi bank sentral kita seakan tak pernah beristirahat sejenak untuk memulihkan citra buruknya. Namun tentu disayangkan bila waktu dan energi lembaga bank sentral tersebut yang mestinya mengurusi perekonomian negara terkait kebijakan moneter dan pengawasan perbankan hanya dihabiskan untuk membela diri dan memulihkan citranya.
Terungkapnya kasus-kasus korupsi di BI membuktikan bank sentral telah gagal melakukan perbaikan internal. Karena itu, BI harus mau melakukan penyelidikan internal. Bukan saja menyangkut kasus NPA, tetapi juga kasus-kasus lainnya. Semua pejabat BI yang bermasalah harus segera dibersihkan dan dikeluarkan dari institusi tersebut.
Kita juga berharap pemerintah segera mengisi kursi Gubernur BI. Sebab masalah struktural dan kelembagaan di BI akan terus terjadi bila kursi Gubernur BI dibiarkan kosong seperti sekarang (ahmad suroso)
Corner, 28 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)