Senin, 14 Juli 2008

Empat Hari yang Menyesakkan Dada dan Pikiran


Menghadapi Protes dari Tiga Partai


AKIBAT kecerobohan seorang kawan redaktur yang menurunkan berita tidak akurat, selama tiga hari berturut-turut, Kamis, Jumat dan Minggu (10-11-13 Juli 2008) Aku harus menghadapi tiga pengurus partai yang mencak-mencak meluapkan amarahnya, karena merasa merasa dirugikan atas pemberitaan menyangkut 34 partai yang dinyatakan lolos dan berhak sebagai peserta Pemilu 2009.

Aku kejatuhan 'sampur' mendapat cacian dan protes dari beberapa fungsionaris tiga partai: Partai Kasih Demokrasi (PKD) Indonesia, Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indonesia, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tingkat provinsi Kepri, karena Pemred Tribun Febby MP, dan Redpel Richard Nainggolan pada hari-hari itu sedang tugas ke Jakarta. Jadilah aku selaku Koordinator Liputan yang dituakan 'terpaksa' menghadapi mereka.

Munculnya protes bermula dari pemuatan nomor urut nama-nama 34 partai yang dinyatakan oleh KPU lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilu 2009 berikut logo partai dan nama Ketua Umumnya pada Rabu, 9 Juli 2008 di rubrik Tribun on Focus (hal 6).

Namun ternyata ada tujuh partai yang pemasangannya tidak lengkap dan akurat. Empat partai tidak ada logonya, yakni Partai Peduli Rakyat Nasional (nomor urut 4), Partai Kedaulatan (11), Partai Republika Nusantara (21), dan Partai Kasih Demokrasi (PKD) Indonesia (32). Bahkan PKDI ada tertulis ketua umum...namun tidak ada namanya.

Selanjutnya, Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indonesia (7) penulisan nama ketuanya salah. Tertulis H Dimmy Haryanto, padahal seharusnya Prof Dr Metia Hatta. Kemudian logo PPP juga salah, yang terpasang logo lama PPP bergambar ka'bah dalam kota segi lima. Satu lagi kesalahan kecil, pada penulisan nama Ketua Umum Partai Patriot Yapto Soerjosoemarno, tertulis Yapto & Soerjosoemarno.

Protes pertama (Kamis, 10/7) datang dari 3 orang yang mengaku mewakili ketua dan sekretaris PKDI Kepri. Satu dari tiga orang memprotes dengan kata-kata keras sambil teriak-teriak dan menggebrak meja saat akui temui di ruang rapat. Intinya mereka menuduh, dengan tidak mencantumkan logo dan nama ketua umumnya, Tribun sengaja ingin menjatuhkan nama PKDI dan menganggap partai tersebut liar.

"Apa maksudnya Tribun tidak mencantumkan logo dan nama ketua umum kami, apa kami ini dianggap partai liar. Terus terang massa partai kami marah. Untuk meredakan kemarahan massa partai PKD, Kami minta Tribun besok memuat lagi logo dan nama ketua umum kami satu halaman penuh. Apa Tribun mau kami tutup seperti koran Lantang dulu,"gertak orang tersebut dengan mimik marah sambil menggebrak meja.

Setelah mereka tidak bisa menerima penjelasan bahwa tuntunan itu tidak rasional, di depan mereka aku telp Pemred Febby minta advisnya. Si bos menawarkan pemuatan logo lengkap dengan nama ketua umum 1/4 halaman. Setelah berdebat panjang lebar, dan aku menelpon langsung sekretaris PKDI Kepri Paul, tiga orang tersebut akhirnya mau menerima tawaran pemuatan 1/4 halaman.

Keesokan harinya (Jumat sore, 11/7) giliran PKPI yang dulu dideklarasikan alm Jenderal Edi Sudrajat diwakili enam pengurus PKPI Kepri dipimpin ketuanya, Suparno datang ke memprotes Tribun. Bersama Manajer Produksi Eddy Mesakh, dan Mairi Nandarson, aku temui mereka yang menyampaikan protes, namun dengan cara lebih santun.
Intinya mereka bertanya-tanya apa maksud Tribun sampai salah mencantumkan nama ketua umum mereka, sejak diterbitkannya nama2 34 partai pada Kamis. Mereka merasa terpukul dan dirugikan, karena 'jualan utama' partai mereka adalah nama besar putri proklamator Bung Hatta, Prof Dr Metia Hatta Swasono. Tapi di Tribun ditulis Dimmy Haryanto yang sama sekali tidak mereka kenal.
"Kami curiga Tribun dapat pesanan dari pihak luar sengaja tidak mencantumkan nama ketua umum kami yang benar, Prof Dr Metia Hatta," tuduh salah seorang dari mereka. Tentu saja tuduhan itu aku tepis, bahkan aku sampai harus bersumpah demi Allah di depan mereka.

Salah seorang dari mereka juga ada yang menuntut Tribun untuk memuat kembali logo mereka lengkap dengan nama ketua umum Prof Dr Metia Hatta (saat ini menjabat Menteri Urusan Peranan Wanita) satu halaman. Namun hal itu ditepis sendiri oleh Soeparno yang mengaku pihaknya hanya meminta bentuk pertanggungjawaban Tribun dan tulisan permintaan maaf, dan untuk tidak ceroboh menulis bila datanya tidak valid dan akurat sebab itu sangat merugikan partainya..

Akhirnya aku menawarkan solusi, Tribun membuat ralat dan memasangkan foto Prof Dr Metia Hatta serta membuat tulisan soal persiapan PKPI menyongsong Pemilu 2009 pada edisi Sabtu, 12 Juli. Alhamdulillah usulan tersebut mereka terima, dan persoalan dianggap selesai.

Hari Sabtunya sampai aku pulang kantor, tidak ada lagi pengurus partai datang atau telp protes. Saya pikir persoalan selesai. Ternyata, Minggu siang pukul 11.00 aku ditelpon oleh Ketua DPW PPP Ahars Sulaiman. Dering telp pertama ke HP Flexiku saat mau aku angkat hubungan putus. Beberapa detik kemudian masuk SMS berisi tulisan, "Angkat hpnya saya dari PPP mau bicara. Ahars"
Belum lagi rasa kagetku hilang, telp dari Ahars masuk lagi. Dia marah-marah terkait kesalahan pemasangan logo PPP. "Gimana ini Tribun, kemarin janji mau muat berita berikut logo PPP yang benar, kok belom dimuat, apa maunya Tribun. Terus terang PPP merasa dirugikan," cetus ketua DPW PPP Kepri itu via telp.
Aku yang sedang saat itu kebetulan baru saja baca koran Tribun edisi Minggu langsung menjelaskan dengan ramah bahwa berita soal PPP hasil wawancara redaktur Tribun Rudi sudah dimuat Sabtu (12/1) di halaman 10. Begitu juga ralat logo PPP yang benar juga sudah dimuat edisi Jumat (11/7).
Masih belum puas, dia menanyakan mengapa Tribun sampai salah memuat logo PPP. "Ingat ya saya juga orang Timur (Indonesia Timur). Saya juga bisa minta Tribun untuk memuat logo PPP seperti PKD (seperempat halaman). Tapi tidak saya lakukan, karena masih menjunjung etika. Saya ingatkan jangan sampai kesalahan ini diulangi lagi," cetus Ahars dengan nada keras.

Begitulah, pengalamanku empat hari harus menghadapi langsung protes dari para aktifis partai yang sangat tidak mengenakkan hati dan pikiran. Nasib-nasib.....

Tidak ada komentar: