Senin, 28 Juli 2008

Dua Menteri Nikmati Suap Dana BI



Krisis Korupsi Berjamaah Wakil Rakyat
SELAIN telah menggiring sejumlah anggota DPR RI dan beberapa pejabat Bank Indonesia (BI) sebagai tersangka, kasus penyelewengan aliran dana Bank Indonesia (BI) ke anggota DPR RI tahun 2003 senilai Rp 100 miliar kini menyeret dua menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) yang dipimpin Presiden SBY disebut-sebut ikut menerima suap dari kucuran dana BI tersebut.

Keduanya Menteri Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan MS Kaban. Bahkan politisi Golkar, Paskah Suzetta yang saat itu menjabat Ketua Komisi IX disebut-sebut mendapat jatah paling besar sebanyak Rp 1 miliar, dan politisi Partai Bulan Bintang MS Ka'ban yang saat itu anggota komisi IX dan kini Menhut kebagian Rp 300 juta.

Dugaan keterlibatan dua menteri anggota KIB itu dalam kasus suap dana BI itu terungkap setelah anggota DPR yang kini berstatus tersangka, Hamka Yamdu 'bernyanyi' di persidangan. Hamka Yandhu, membeberkan adanya aliran dana tersebut ke sejumlah anggota Komisi IX DPR di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin (28/7).

Ketika memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa dua mantan pejabat Bank Indonesia(BI) Oey Hoy Tiong dan Rusli SImanjuntak, Hamka membenarkan sebagian besar anggota fraksi dari berbagai partai politik di Komisi IX DPR telah menerima dana tersebut.
Sampai kini, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus itu, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandhu.

Hamka Yandhu mengungkapkan semua anggota DPR di Komisi IX yang membidangi perbankan menerima dana dari BI, termasuk MS Kaban menerima Rp300 juta dari BI ketika menjadi anggota Komisi IX DPR. Anggotanya mencapai 52 orang. Setiap anggota anggota DPR menerima antara Rp 250 juta sampai Rp 500 juta, totalnya Rp 21,5 miliar.

Hamka menegaskan dirinya sendiri yang menyerahkan uang tersebut kepada Kaban. Menurut Hamka, uang itu diberikan di gedung DPR, pada jam kerja. "Mereka juga naik ke ruangan saya," kata Hamka merinci lokasi pemberian uang untuk keperluan pembahasan permasalahan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan pembahasan revisi UU BI.

Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah pada 2003 mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.

Kasus dugaan suap yang menyeret anggota Komisi IX DPR (periode 1999-2004) membidangi masalah keuangan dan perbankan itu termasuk dua anggotanya yang kini menduduki kursi menteri semakin menambah panjang daftar jumlah anggota DPR yang menilap uang negara untuk kantong pribadi dan partai. Sebagaimana kita ketahui, kasus dugaan korupsi lainnya juga menimpa anggota Komisi IV yang membidangi alih fungsi lahan, termasuk alih fungsi lahan hutan di Bintan yang mendudukan Sekda Bintan Azirwan di kursi terdakwa, dan Komisi V perhubungan khususnya dalam kasus pengadaan kapal patroli.

Pengakuan itu bukanlah isapan jempol belaka. Karena sebuah keputusan di komisi tidak dilakukan orang perorangan atau hanya dua-tiga orang. Juga tidak ditentukan satu fraksi. Tapi pasti melibatkan mayoritas anggota dan fraksi. Dan ini terbukti dalam fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan kasus dugaan korupsi anggota Komisi IV, V dan Komisi IX tersebut. Artinya akan semakin banyak anggota dewan terhormat di Senayan yang berpotensi menjadi tersangka.
Sebagai rakyat kita sangat prihatin dengan perilaku sebagian anggota dewan tersebut. Memang tidak semua anggota DPR bermental korup, masih banyak yang bersih dan tidak terkontaminasi. Tetapi DPR yang diberi kewenangan besar mengontrol eksekutif yang korup ternyata justru tercemar oleh syahwat korupsi dengan kadar dan dosis yang melewati ambang batas tentu menyakitkan. Bila keadaan terus demikian, jangan salahkan bila masyarakat menjadi apatis terpada para politisi, dan pada gilirannya ketika Pemilu berlangsung, bukan tidak mungkin 'partai' golput yang menang. Tentu tidak kita harapkan bukan!
(ahmad suroso
)

* Dimuat di Tribun Corner, Tribun Batam, Selasa, 29 Juli 2008

Tidak ada komentar: