Kamis, 19 Juni 2008

Kartel SMS Rugikan Konsumen Rp 2,8 Triliu


* Lima Operator Didenda Miliaran Rupiah
JAKARTA, TRIBUN --
Enam operator seluler terbukti mempermainkan harga short message services (SMS) kepada para pelanggan dengan harga yang di atas rata-rata. Karenanya mereka didenda hingga puluhan miliar rupiah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Sidang majelis KPPU yang digelar di Jakarta Selasa (17/6/08) memutuskan enam operator yaitu PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom Tbk, dan PT Smart Telecom bersalah karena terlibat dalam kartel SMS. Hasil sidang tersebut diumumkan Rabu (18/6/08).
Dalam pembacaan putusannya, Majelis Dedie S Martadisastra mengatakan, keenam perusahaan operator tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Akibat praktik ini, konsumen dirugikan Rp 2,827 triliun mulai tahun 2004 hingga 2007," kata Dedie.
Dua operator besar yaitu XL dan Telkomsel dikenai denda masing- masing Rp 25 miliar, Telkom Rp 18 miliar, Bakrie harus membayar Rp 4 miliar, Mobile-8 harus membayar denda Rp 5 miliar. "Denda akan dimasukkan dalam kas negara," kata Dedie.
Sebagai penyelenggara seluler terbesar, Telkomsel menangguk keuntungan terbesar dari kegiatan kartel selama empat tahun tersebut yaitu Rp 2,19 triliun, disusul oleh XL Rp 346 miliar, kemudian Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Rp 62,9 miliar, Mobile 8 Rp 52,3 dan Smart Rp 100 juta.
Majelis Komisi berpendapat, keenam perusahaan tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran dalam penetapan harga SMS off-net (short message service antar operator) yang dilakukan pada periode 2004 sampai dengan 1 April 2008.
Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU ditemukan fakta bahwa pada periode 2004 hingga 2007, harga SMS yang berlaku untuk layanan SMS off-net hanya berkisar Rp 250 hingga Rp 350. Pada periode tersebut, tim pemeriksa menemukan beberapa klausul penetapan harga SMS yang tidak boleh lebih rendah dari Rp 250 dan dimasukkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) interkoneksi di antara operator.
Pada Juli 2007, Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) mengeluarkan surat meminta semua anggotanya membatalkan kesepakatan harga. Meskipun sudah ada permintaan tersebut, Tim Pemeriksa KPPU melihat tidak adanya perubahan harga SMS off-net yang signifikan di pasar. Harga tidak berubah dan hanya berkisar pada Rp 250 per SMS hingga April 2008. Padahal, ongkos produksi satu SMS hanya sekitar Rp 70 saja.

Lagi-lagi masyarakat korbannya

Dari berita tersebut, menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar masyarakat ketika berhubungan dengan perusahanaan monopolis yang berkaitan langsung dengan publik. Contohnya, dulu para era sebelum tahun 1990-an ketika perusahaan telekomunikasi masih dimonopoli Telkom, masyarakat tak bisa berkutik ketika Telkom semaunya menentukan tarif telepon maupun biaya pemasangan jaringan telpon.

Telkom sebagai BUMN monopolis dengan cirinya menjual produk yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli sangat banyak. Dan inilah ciri perusahaan monopolis yaitu tiadanya barang pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis; dan adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.

Dominasi Telkom di dalam pasar telekomunikasi ini masih sangat dominan. Memang pada akhir dekade 1990-an muncul beberapa perusahaan operator telepon seluler yang menjadi pesaing Telkom. Namun ternyata pasar telekomunikasi selular masih bersifat oligopolis dengan tarif yang sangat mahal.

Tetapi lambat laun produk-produk teknologi baru dalam bidang komunikasi ternyata memberi tekanan pada persaingan yang lebih dan semakin terbuka luas. Produk Flexi, Esia, Frend, Smart dan sejenisnya mulai memberi tekanan pada pasar seluler sehingga banyak item biaya dikurangi.

Jadi, dengan teknologi dan informasi yang semakin terbuka, konsumen dan masyarakat luas akan semakin mendapat akses yang lebih banyak pada pasar telekomunikasi. Pada gilirannya, harga pulsa telepon akan lebih murah. Dan kini sudah semakin terbukti.

Karena itu, kita yang awam soal teknologi telekomunikasi patut berterima kasih pada KPPU, sehingga praktek kartel untuk menangguk keuntungan secara tak wajar dapat diakhiri.

Bayangkan, seperti diungkapkan KPPU, ongkos produk per SMS hanya Rp 70,-, tetapi selama empat tahun mereka mematok biaya per SMS berkisar Rp 300. Artinya per SMS, operator mendapat keuntungan 230 rupiah. Tinggal mengalikan berapa puluh juta SMS. (ahmad suroso)

1 komentar:

infogue mengatakan...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:

http://telekomunikasi.infogue.com/
http://telekomunikasi.infogue.com/kartel_sms_rugikan_konsumen_rp_2_8_triliu


anda bisa promosikan artikel anda di www.infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam