HARI H pencontrengan Pemilu Legislatif 9 April 2009 tinggal sepekan lagi. Inilah hari yang paling menjadi harapan selangit sekaligus mendebarkan bagi para calon anggota legislatif (caleg), apakah dewi fortune atau nasib baik akan berpihak kepadanya alias perolehan suaranya memungkinkan untuk lolos menjadi anggota dewan terhormat periode 2009-2014 atau namanya akan terpental alias kalah.
Para caleg sangat berdebar-debar mengingat betapa tidak seimbangnya antara caleg yang bertarung dengan yang bakal terpilih. Bayangkan, sebanyak 11.215 orang caleg memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi. Berarti ada 110.051 orang yang terlempar. Selanjutnya 1,5 juta orang harus bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota, berarti 1.484.250 caleg yang harus tersingkir. Sebuah jumlah yang luar biasa banyaknya.
Jika semua caleg siap kalah, tak ada masalah. Tapi jika sebaliknya yang terjadi? Ini akan jadi problem besar. Ditengarai, akan banyak caleg yang stres dan depresi, bahkan tak menutup kemungkinan sakit jiwa seusai pemilu legislatif. Kekhawatiran itu sangat logis. Sebab, sistem penetapan anggota legislatif dengan menggunakan suara terbanyak menyebabkan dana kampanye para caleg meningkat 10 kali lipat. Seorang caleg bisa menghabiskan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah, dan menguras tenaga, pikiran dan segala upaya untuk mewujudkan ambisinya.
Karena itu para caleg mulai sekarang harus benar-benar menyiapkan jiwanya untuk menerima kenyataan hasil perolehan suaranya pada dalam pemilu legislatif. Karena bila tidak maka ancamannya bukan hanya depresi tetapi bisa sampai sakit jiwa. Ini bukan bermaksud untuk menakut-nakuti, sebagai hanya sebagai alert. Karena hal itu sudah terbukti pada saat Pemilu 2004.
Seperti diungkapkan Direktur Pelayanan dan Keperawatan, Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi, dr Her Dharma, kepada wartawan di kantornya, Bogor, Kamis (2/4). Pada tahun 2004 ada sekitar 20 caleg yang tidak lolos menjadi anggota dewan masuk rumah sakit jiwa Bogor atau konsultasi dengan psikiater. Pasien rumah sakit jiwa itu sebagian besar menanyakan kondisi mental yang labil. Ada sebagian dari mereka terlihat sangat stres karena harta bendanya sudah terjual habis karena kampanye.
Maka dari itu, untuk Pemilu tahun ini seperti dikutip laman berita vivanews, Her Dharma memprediksi jumlah pasien jiwa akan mengalami kenaikan. Akibat kekalahan dalam pemilu para caleg bisa mengalami gangguan jiwa yang diawali dengan rasa cemas, susah tidur, putus asa, merasa tak berguna, suka marah- marah, dan kemungkinan terburuk bunuh diri. Kebanyakan dari mereka bahkan bukan tidak mungkin sudah memiliki gangguan kejiwaan, walau masih dalam taraf gejala sebagai penderita skizofrenia dan antisosial.
Bercermin dari hal-hal diatas Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan segera mengantisipasi kemungkinan buruk yang bakal dialami caleg kalah dengan menyiagakan seluruh dokter yang bertugas di 32 rumah sakit jiwa di Tanah air. Tapi daya tampung rumah sakit jiwa cuma 8.500 tempat tidur. Jumlah tersebut terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah caleg seluruh Indonesia yang mencapai jutaan.
Bagi para caleg sendiri, bagaimana harus menyikapi kekalahan? Kekalahan memang sangat pahit. Tetapi lebih pahit lagi bila tidak mampu menerima kekalahan. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, kekalahan tidak boleh digetuni atau disesali sampai ke lubuk hati. Dibutuhkan sikap legowo, ikhlas dan tawakal, berpasrah diri kepada Sang Khalik sebagai bagian dari daya imun kita untuk menghadapi kekecewaan.
Kejadian yang menimpa salah satu calon bupati Ponorogo, menjadi gila karena kalah dalam pemilihan Bupati Ponorogo, Jawa Timur beberapa waktu lalu bisa menjadi cermin. Calon bupati tersebut sampai sakit jiwa, karena dia telah mengeluarkan dana hingga Rp 3 miliar untuk biaya kampanyenya. Celakanya, tak sedikit dari uang tersebut adalah dari hasil pinjaman., sehingga pusing tujuh keliling tidak bisa menutup utang dan rasa malu. Jiwanya terguncang hebat. (ahmad suroso)
Tajuk Tribun Batam, 3 April 2009
Selasa, 07 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar