MAKET PELABUHAN - Maket mega proyek prestisius pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang senilai setengah triliun.
LUAR biasa! Itulah mungkin reaksi masyarakat ketika mendengar ada investor yang berani menanamkan investasi sekitar setengah triliun rupiah untuk menyulap Pelabuhan Fery Sri Bintan Pura Tanjungpinang menjadi menjadi pelabuhan moderen berlantai empat, lengkap dengan pusat bisnis mal dan hotel tujuh lantai, lapangan parkir delapan lantai, dan pusat jajanan di atas lahan lima hektare.
Bagaimana tidak, di tengah krisis global yang membuat pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 negatif, 0,5 persen, dan prediksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri tak jauh beda dengan nasional (Indonesia) Januari 2009 yakni 4,7 persen (turun dibanding Januari 2008 yang mencapai 6,4 persen), masih ada investor yang berani menggarap proyek senilai Rp 454 miliar itu.
Mega proyek ini seperti diberitakan Tribun Rabu (11/2) akan dibangun atas kerjasama badan usaha milik daerah (BUMD) PT Pembangunan Kepri, Pelindo, Pemko Tanjungpinang, dan pihak swasta. Sedangkan kontraktor yang akan membangunnya adalah PT Bangun Bandar Cemerlang (BBC) yang dikepalai oleh Huzrin Hood, tokoh pejuang Provinsi Kepri.
Di satu sisi kita menyambut gembira rencana tersebut. Tetapi di sisi lain, kita juga sedikit meragukan kesungguhan investor dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya di mega proyek tersebut. Sebab kondisi perekonomian dunia, termasuk Indonesia saat ini sedang babak belur dan diprediksi oleh para analis, termasuk IMF (Dana Moneter Internasional) pertumbuhannya hanya 0,5 persen, terendah sejak Perang Dunia II, dan baru akan menggeliat lagi secara bertahap mulai tahun 2010.
Walikota Tanjungpinang, Suryatati A Manan sendiri sampai Kamis kemarin belum mau menandatangani rekomendasi pembangunan mega proyek tersebut. Pasalnya, masih ada beberapa point yang belum jelas, antara lain feasibility, sumber dana dan nota kesepahaman (MoU) pelabuhan tersebut.
Sementara Huzrin Hood selaku Kepala PT Bangun Bandar Cemerlang berjanji akan mampu menyelesaikan pembangunan proyek ini selama satu tahun delapan bulan sejak izin dikeluarkan. Namun sampai saat ini belum disepakati kapan proyek tersebut akan dimulai pengerjaannya. PT BBC masih mengurus berbagai perizinan untuk berbagai pengerjaan dalam proyek dimaksud.
Tak sedikit mega proyek lainnya yang akan dibangun di wilayah Kepri nasibnya sampai sekarang tak jelas. Seperti pembangunan Jembatan Batam-Bintan, pengembangan Pelabuhan Batuampar, dan Industri Biodiesel. Khusus proyek Jembatan Batam-Bintan yang direncanakan sejak tahun 2005 menurut informasi sudah banyak calon investor yang berniat membangun proyek ini. Seperti dari Perancis, Korea Selatan, dan investor dalam negeri.
Misalnya, Mei 2006 investor dari Brunei Darussalam menyatakan tertarik berinvestasi di proyek tersebut. Kemudian awal Januari 2007 Pemerintah Cina kepada Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah ( 8/1/2007) berminat mengerjakan proyek jembatan terpanjang yang menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Bintan. Namun kenyataannya sampai sekarang belum ada satu pun investor yang sudah berani teken kontrak menggarap jembatan tersebut.
Kita tidak ingin nasib rencana mega proyek pelabuhan tersebut tinggal mimpi. Hanya menjadi proyek "AKAN". Akan dibangun ini, akan dibangun itu, tetapi realisasinya nol. Seperti terjadi di Provinsi Timor Timur dulu. Tahun 1993, saat penulis mengunjungi provinsi itu, gubernur saat itu, Abilio Soares mengaku kecewa, karena banyak sekali konglomerat dari Jakarta yang berkunjung ke Dili dan berjanji akan membangun mega proyek ini itu, tapi tak ada realisasinya sampai provinsi itu memisahkan diri dari RI. Pejabat dan masyarakat di Timtim saat itu mengistilahkannya dengan Proyek AKAN. (ahmad suroso)
Tajuk Tribun Batam, Jumat, 13 Februari 2009
Kamis, 12 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar