KEPALA Kepolisian Daerah Sumatera Utara Irjen Pol Nanan Sukarna dan Kepala Kepolisian Kota Besar Medan Anton Suhartono akhirnya kena getahnya, menyusul demo anarkis meminta pemekaran Provinsi Tapanuli terpisah dari Provinsi induk Sumut yang merenggut nyawa Ketua Dewan Perwakilan Daerah Sumut Utara Abdul Aziz Angkat Rabu (4/2) silam.
Kedua petinggi Polri tersebut diberhentikan dan akan diganti dengan pejabat baru, sebagai sanksi atas ketidakmampuan dan kelalaiannya menjalankan tugas mengamankan jalannya unjuk rasa tersebut. Pencopotan keduanya diumumkan langsung oleh Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri Jumat (6/2) usai melapor hasil sementara tim khusus Mabes Polri ke Kepala Negara Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta.
Kita berikan apresiasi terhadap sikap tegas Kapolri tersebut. Pembinaan dan profesionalisme aparat kepolisian harus ditegakkan, demi menjaga marwah kepolisian sebagai salah satu dari unsur Catur Wangsa aparat penegak hukum. Sikap tegas Kapolri tersebut sekaligus juga sebagai peringatan bagi aparat kepolisian, jangan sampai peristiwa di DPRD Sumut itu terulang lagi. Sudah menjadi kewajiban dari aparat kepolisian untuk menjaga dan mengamankan simbol-simbol kedaulatan rakyat. Sehingga bila ada tindakan yang secara profesional tidak dilakoni pihak kepolisian, harus ada sanksi.
Selain mencopot dua petinggi Polri, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri juga menegaskan tekatnya mengusut demo maut Sumut hingga tuntas. Polisi terus memburu mereka yang terlibat, baik aktor di belakang maupun pelaku di lapangan. Sampai kemarin sudah menetapkan 12 orang tersangka.Dan kemungkinan jumlah tersangka masih akan terus bertambah.
Demo pemekaran wilayah yang berlangsung beringas, liar sampai menewaskan Ketua DPRD Sumut itu memang sangat disesalkan. Peristiwa kekerasan dalam unjuk rasa menuntut pemekaran itu merupakan klimak dari aksi-aksi kekerasan yang selama ini sering menyertai proses menuntut pemekaran wilayah di berbagai daerah. Tak heran bila para pakar politik lokal dan otonomi daerah, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhono meminta ini dijadikan momentum untuk melakukan moratorium (menghentikan) pemekaran daerah baru.
Moratorium itu diperlukan untuk membenahi rancangan dasar yang selama ini telah melenceng dari tujuan awal dan kerap memicu konflik. Dalam wawancara dengan stasiun televisi pasca insiden berdarah di DPRD Sumut, penggagas konsep Otonomi Daerah Prof Dr Ryass Rasyid juga mengatakan, pemekaran daerah baru selama ini sudah menyimpang dari semangat otonomi daerah. Tidak lagi didasarkan oleh kepentingan nasional, tetapi hanya berdasarkan kepentingan etnosentris daerah, elit-elit lokal untuk bisa mendapatkan jabatan di birokrasi dan jabatan politis dengan mengerahkan rakyat yang berbuntut pada konflik.
DPR sendiri mengakui, 80 persen dari pemekaran daerah dinilai gagal. Karena itu, kita mendukung langkah pemerintah untuk melakukan moratorium pemekaran daerah baru, apalagi tahun ini bangsa Indonesia sedang melaksanakan hajatan besar pemilu legislatif dan presiden. (ahmad suroso)
Tajuk Tribun Batam, 7 Februari 2009
Sabtu, 07 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar