SETELAH sepekan berjuang melawan rumor dan gejolak, manajemen Bank Century akhirnya menyerah. Kronisnya penyakit bank ini membuat mereka pasrah. Mulai Jumat kemarin operasional bank swasta itu diambil alih Bank Indonesia melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pucuk pimpinan manajemen pun digantikan. Untuk menata manajemen serta likuiditas, Bank Century meniadakan operasional. Dijadwalkan baru Senin depan bank Century beroperasi lagi dibawah kendali LPS.
Menanggapi pengambilalihan ini pengamat perbankan dari UGM yang juga kepala Ekonom BNI, Tony A Prasetyantono mengingatkan, gejala likuidasi Bank Century tersebut sangat berbahaya sehingga harus diwaspadai pemerintah dan BI. Sebab jika tidak, kasus ini akan berimbas pada bank-bank lain. Dia mengusulkan antara lain mengusulkan pemerintah memberikan jaminan penuh pada uang nasabah di bank (blanket guarantee).
Cukup berbahaya, karena gejala likuidasi bank tersebut akan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap rupiah. Apalagi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir ini semakin terpuruk. Bahkan di pasar spot antarbank Jakarta, Jumat (21/11) sore sudah melewati angka Rp12.500 per dolar AS. Ini merupakan pelemahan terburuk dalam 10 tahun terakhir, sejak September 1998, ketika krisis moneter membelit negeri.
Di sisi lain, bank-bank sekarang yang sedang mengalami krisis likuiditas mendorong bank-bank semakin hati-hati untuk meminjamkan dananya ke bank lain yang kesulitas likuiditas, seperti dialami Bank Century. Ini dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino ke bank-bank lainnya yang ujung-ujungnya akan membuat nasabah bank merasa tidak aman, sehingga akan memicu terjadinya rush.
Di sisi lain, anjloknya nilai rupiah membawa dampak yang serius terhadap perekonomian nasional, mengingat masih besarnya ketergantungan kita pada barang-barang impor. Kebutuhan dolar yang tinggi untuk membayar utang-utang korporasi besar dan BUMN yang jatuh tempo juga ikut mempengaruhi kurs rupiah.
Karena itu diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah khususnya BI. Sejauh ini untuk menjaga likuiditas bank-bank yang kesulitan dana, BI memberikan dana talangan. Tetapi bila ini terus terjadi dikhawatirkan cadangan devisa yang dimiliki pemerintah saat ini bisa terkuras.
Untuk mengamankan kurs rupiah yang saat ini sangat mengkhawatirkan, pemerintah terus mencari cara untuk mengurangi pemakaian mata uang dolar AS di Indonesia. Selain akan mewajibkan penggunaan rupiah dalam tiap transaksi di Indonesia lewat SKB empat menteri, pemerintah juga bakal mewajibkan pembayaran gaji tenaga kerja asing dengan rupiah. Kita memberikan apresiasi terhadap rencana tersebut.
Tetapi ini belumlah cukup. Pemerintah harus segera mengambil tindakan darurat untuk menjaga kinerja rupiah yang lebih populer. Yakni desakan yang selama ini muncul mulai dari kalangan perbankan, Kadin, ekonom, hingga wakil rakyat agar dana nasabah di bank dijamin 100% yang perlu segera diwujudkan.
Pemberlakuaan blanket guarantee yaitu memberikan jaminan 100% dana nasabah di bank akan memberikan ketenangan dan kepercayaan yang penuh. Pemberlakuan sistem penjaminan secara penuh dana nasabah di perbankan ini diyakini mampu menarik kembali valuta asing yang ada di luar negeri, yang jumlahnya diperkirakan mencapai miliaran dolar Amerika Serikat.
Bila pemerintah terlambat menerapkan blanket guarantee, bukan mustahil yang terjadi adalah kian derasnya uang mengalir ke luar negeri. Apalagi, dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura, sudah menerapkan penjaminan penuh tersebut.
Dengan adanya jaminan 100% itu, orang merasa aman sehingga tetap mempertahankan uangnya di bank. Masyarakat sekarang sangat membutuhkan ketenangan dan kepastian dalam berusaha. Nilai tukar yang stabil, suku bunga wajar dan kepastian hukum, merupakan komponen yang sangat dibutuhkan untuk membangun perekonomian Indonesia yang kini melemah. (ahmad suroso)
Tribun Corner, 22 November 2008
Kamis, 27 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar