Tanggal 25 November menjadi tanggal yang selalu dikenang dan diperingati oleh para guru. Sebab pada tanggal itulah mereka memperingati Hari Guru. Moment ini agaknya menarik untuk melihat kembali sejauhmana kiprah guru didalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Satu hal yang pasti bahwa menghadapi perkembangan zaman yang serba canggih, tugas guru kini semakin berat. Mereka dituntut lebih profesional.
Tetapi bagaimana mau profesional bila guru dihadapkan pada memiliki beragam persoalan. Di antaranya, gaji rendah, kariernya sulit berkembang, serta merosotnya status sosial guru di tengah masyarakat. Secara jujur harus diakui, menjadi guru bukanlah prioritas utama sebagai profesi hidup. Bila dilakukan survey, bisa jadi profesi guru akan menempati urutan yang ke sekian.
Persoalan minimnya guru berkualitas itu berpangkal dari lemahnya pembinaan guru saat ini. Kelemahan itu menurut Prof pakar pendidikan, HAR Tilaar (2006), hanya bisa diatasi bila LPTK dan universitas eks IKIP direorganisasi dan restrukturisasi. Keduanya tidak ditunjang keilmuan ilmu pendidikan yang terbaru. Akibatnya, ketika para guru mengajar suasana yang terbangun di kelas cenderung pasif dan kaku.
Selama ini pengajaran di sekolah cenderung rutin dan belum mengarahkan siswa-siswa pada tindakan yang bersifat reflektif. Yakni pengajaran yang tidak sebatas kognitif, melainkan juga menyentuh penentuan sikap dan komitmen dalam melakukan tindakan. Jika pendidikan dimaknai rangkaian tindakan para guru, maka guru harus bisa menjadi teladan bagi siswanya, dan terutama tidak sekadar menjadi "tukang mengajar".
Berbicara kualitas pendidikan, tak ada salahnya kita tengok negara Finlandia yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia. Peringkat I dunia ini diperoleh berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Tes tersebut dikenal dengan nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika.Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas.
Kuncinya terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia bisa dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima.
Tanpa bermaksud merendahkan, bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.
Beberapa hal yang menarik untuk dicermati di dalam sistem pengajaran mereka, antara lain, di Finlandia siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak, jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan.
Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, komando atau menjejali siswa dengan tugas-tugas. Karena terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar.
Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.
Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Selamat Hari Guru! (ahmad suroso)
Tribun Corner, 26 November 2008
Kamis, 27 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar