Sabtu, 01 Maret 2008

Melihat Konsep Baru Snow City (2-Habis)


IGLO + PENGUIN - Berbagai pahatan es berbentuk pagoda, iglo (rumah orang eskimo), tembok Cina hingga penguin menjadi pemandangan menarik di Snow City.


Buka Program Kemping untuk Perusahaan
HAWA dingin menerpa kami ketika pintu yang menghubungkan antara ruang bersalju terbuka. Meski sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan jaket tebal khusus plus sepatu, hawa dingin ruangan yang membeku tetap terasa.
Sampai di dalam, beruang kutub yang terbuat dari butiran es segera menyita perhatian kami. Ruangan beruang es ini menjadi ruangan pertama yang kami temui.
Asap tebal berwarna putih dan tebalnya salju membuat kami seolah-olah tak berada di Singapura. Kedinginan tersebut ternyata belum seberapa dibandingkan ruangan setelahnya. Salju tebal licin membuat kami harus hati-hati melangkah.
Berbagai pahatan es berbentuk pagoda, iglo (rumah orang eskimo), tembok Cina hingga penguin menjadi pemandangan menarik. Saking tertarik dengan pahatannya, saya mencoba menyentuh keindahan seni pahatnya.
Suhu ruangan kala itu menunjukan minus 6 derajat celcius. Untuk kami yang tak pernah hidup di negara empat musim, memang benar-benar membuat tubuh kami harus belajar keras beradaptasi.
Satu yang baru dari Snow City dengan konsepnya adalah bar Minus Zero. Sang bartender langsung menawarkan Martini rasa leci sambil memamerkan keahliannya juggling. Jangan bayangkan Minus Zero seperti bar yang biasa ditemui di Kepri atau bar lainnya. Meja, tempat minuman dan huruf-huruf minus zero-nya semua adalah air yang membeku.
Otomatis bar tersebut berwarna kaca semua. Gelas yang disodorkan pada kami pun sewarna dan sangat licin berada di meja es. Walaupun kami menolak untuk meminum Martini pada awalnya, rasa dingin yang mengigit membuat kami menyerah. Alhasil, segelas Martini di Minus Zero menghangatkan tengorokan dan badan kami. Lumayan untuk bertahan.
Norazani, sang GM Snow City memperlihatkan para pemain ski yang meluncur dari ketinggian dengan atraksinya. Seperti biasa, kami tak melewatkan permainan meluncur dari atas salju dengan ban. Pada dasarnya kami menyukai permainan meluncur ini, selain penuh tantangan dan seru tetapi cukup aman.
Jepretan kamera beberapa fotografer mengabadikan jeritan-jeritan kami kala meluncur dari ketinggian. Pantat kami yang tadinya kering ikut basah, wajah pun terasa beku dan kaku. Dengan menggigil saya mencoba berdiri. Meski kuat, tangan saya yang tak menggunakan glove atau sarung tangan membeku dan tak bisa merasakan apapun. "Pakai glove, itu ada di sana...," saran Norazani pada kami sambil menunjukan letak glove.
Beberapa kali saya gagal memasukkan glove ke tangan karena mati rasa. Meski telah memakai glove dan menutup kepala, rasa beku di wajah dan tangan tak juga beranjak. "Wah sepertinya saya tak cocok tinggal di Eropa," tutur saya bercanda pada beberapa wartawan Singapura.
Kami lalu diajak ke kafe coklat di atas. Mendapat tawaran segelas coklat hangat kami pun langsung berebut untuk naik ke atas. Antrean yang cukup panjang membuat beberapa dari kami memilih keluar ruangan karena tak tahan dengan dinginnya suhu di dalam.
Kami pun memilih keluar ruangan Snow City saking membekunya. Saya jadi teringat bahwa Snow City membuka sejenis program kemping atau berkemah untuk perusahaan-perusahaan, dimana para peserta camp bisa menginap beberapa hari di Snow City.
Rombongan akhirnya terpisah. Namun sebagian masih di dalam mengikuti permainan dan sebagian di luar tak kuat menahan dinginnya salju. Kami segera diajak ke Snow Won, restoran Korea di lantai II Snow City. Kimci, nasi plus sayur dan segelas sup rumput laut yang disajikan langsung kami lahap habis bersama satu gelas teh panas Korea. Hm...nikmat sekali! ***


Dimuat Tribun Batam Minggu, 2 Februari 2008